Tingkatkan Kedaulatan Pangan dan Energi Lewat Teknologi Maritim
Dalam upaya memanfaatkan kekayaan sumber daya alam di berbagai bidang, khususnya pangan dan energi, Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghelat Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi (SENTA) di Gedung Riset Center, Rabu, 5 Desember 2018.
Kegiatan yang dihelat setiap tahunnya ini mengangkat tema teknologi maritim dalam kedaulatan pangan dan energi. Hal itu karena potensi Indonesia dalam sumberdaya pangan dan energi sangatlah besar.
Selaku ketua pelaksana SENTA 2018, Nur Syahroni mengatakan jika pengelolaan yang baik diperlukan agar Indonesia tidak selalu bergantung dengan negara lain sebagai pemasok energi dan pangan. Jika hal ini tidak dilakukan, maka Indonesia tidak akan dapat maju bersaing dengan negara-negara lainnya.
"Upaya peningkatan kedaulatan pangan dan energi ini melalui pengembangan teknologi maritim yang mendukung pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia," terang Syahroni.
Sementara itu, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Harris menjelaskan bahwa dalam sektor maritim, pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM telah melakukan beberapa upaya pengembangan pilot project energi laut.
Di antaranya yakni kerja sama studi potensi pembangunan pilot project pembangkit listrik tenaga arus dengan Agence Francaise de Development (AFD) dari Prancis. Kemudian juga adanya kerjasama dengan Pemerintah Austria untuk membangun pilot project pembangkit listrik tenaga arus laut yang sedang dalam tahap diskusi terkait pendanaan.
“Pilot project yang merupakan kegiatan proyek pengujian dalam rangka menunjukkan keefektifan dan dampak program yang dilakukan Ditjen EBTKE ini juga menggandeng beberapa pihak agar dapat berjalan lancar," jelasnya.
Sedangkan dengan instansi dalam negeri, Kementerian ESDM dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berencana mengembangkan Pembangkit Listrik Energi Arus Laut yang berintegrasi dengan Jembatan Pancasila Palmerah di Selat Larantuka dengan kapasitas 30 Mega Watt dengan investasi kurang lebih 215 juta USD.
Menurut Harris, untuk sektor kelautan ini Indonesia masih kurang dikembangkan dibanding sektor energi yang lain. Hal ini disebabkan oleh pemanfaatan sektor kelautan sebagai sumber energi masih pada tahap pengembangan riset. Riset terkait juga sudah banyak dilakukan oleh banyak lembaga.
Hanya saja, kolaborasi antarlembaga riset yang masih kurang optimal dikembangkan, sehingga hasilnya masih kurang maksimal. "Suatu saat kita perlu pertemukan lembaga-lembaga ini, bahkan dengan pihak luar yang memiliki teknologi canggih," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Prof Syarif Widaja menerangkan, jika data perikanan dapat diperbarui setiap harinya melalui pantauan satelit untuk produksi Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI).
Data ini yang selanjutnya akan digunakan oleh para nelayan tradisional melalui aplikasi Laut Nusantara. “Dengan begitu, nelayan akan dengan mudah mendapat informasi kawasan padat ikan sehingga memaksimalkan jumlah ikan tangkapannya," ujarnya.
Selain itu, sistem pemantauan laut menggunakan Radar Wakatobi yang merupakan sebuah sistem pengawasan laut terintegrasi yang berlokasi di Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi. Fungsi radar ini untuk mendeteksi elemen terapung yang dalam hal ini adalah kapal-kapal yang beroperasi disekitar radar sejauh radius 55,5 km.
Dengan mendeteksi material logam minimal 4 m2 di atas air serta memiliki pergerakan, data yang didapat adalah koordinat posisi, arah pergerakan, kecepatan target serta perkiraan ukuran target. "Sistem ini yang digunakan untuk mendeteksi kapal asing yang beroperasi di perairan Indonesia," pungkasnya. (amm)