Tinggalkan PDI Perjuangan, PKB Akan Buat Poros Sendiri di Pilwali
Hubungan mesra antara PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) retak. Jika Pilpres 2014 hingga Pilpres 2019 kedua partai ini akur, sepertinya tidak berpengaruh saat Pilwali Surabaya 2020.
Pada kontestasi Pilwali mendatang, PKB akan membentuk poros dan koalisi sendiri. Mereka yakin meninggalkan PDIP yang akan mengusung calon tanpa koalisi dengan partai lain.
Wakil Ketua DPC PKB Kota Surabaya Mahfud bin Syamsudin mengatakan, pecah kongsi PKB-PDIP dipicu tiga hal.
Pertama, saat PKB mencoba melakukan komukasi politik dengan PDIP perihal Pilwali Surabaya, salah satu kader PDIP menyebutkan bahwa partai berlambang banteng moncong putih itu tidak akan berkoalisi dengan partai lain. Alhasil, PKB pun tidak melakukan komunikasi lagi dengan PDIP.
"Kalau kami nih ya, sebenarnya mau koalisi dengan PDIP. Dari awal kami ini membangun komunikasi dengan mereka. Namun setelah ada statement seperti itu, ya sudah saatnya PKB koalisi dengan yang lain. Kita tidak mau jadi nomor dua terus, tidak mau jadi penonton," kata Mahfudz kepada ngopibareng.id, di DPRD Kota Surabaya, Rabu 8 Januari 2020.
Mahfudz menilai, sudah cukup selama 10 tahun PKB menjadi penonton di Surabaya. Kini saatnya mereka fight melawan dominasi partai besutan Megawati Soekarnoputri tersebut.
"Sudah cukup 10 tahun saja, jangan berlanjut lagi jadi penonton," tegasnya.
Hal kedua yang membuat PKB meninggalkan PDIP dalam koalisi Pilwali adalah masalah Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD Kota Surabaya, beberapa waktu lalu. Saat pembagian AKD, PDIP sama sekali tidak mengakomodir keinginan PKB. Justru yang diakomodir adalah partai oposisi, yakni PKS.
"Kami ingin buktikan kepada mereka, kalau kami juga bisa bergerak sendiri. Waktu AKD kami ditinggalkan, sekarang jangan salahkan kami jika tidak mau berkoalisi atau tidak mau bergabung dengan mereka. Politik itu take and give kan," kata Mahfudz.
Meski demikian, Mahfudz tak mau disebut PKB sakit hati. Ia hanya meluruskan etika politik antara dua partai yang sudah bersama mengusung Presiden Joko Widodo sejak 2014 silam.
"Kami tidak sakit hati. Politik tidak boleh sakit hati. Di politik tidak ada titik, selalu koma. Jadi kami meninggalkan PDIP juga sudah banyak alasan, bukan karena sakit hati," kilahnya.
Selain itu, menurut Mahfudz, selama ini Pemerintahan Kota Surabaya yang dipimpin oleh kader PDIP tidak pernah memberikan akses atau mengakomodir acara-acara PKB maupun Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya.
"Politik itu take and give kan. Paling simpel Hari Santri saja, tidak kami tidak diakomodir, nggak ada sama sekali," ungkitnya.