Tim Pencari Fakta Kanjuruhan: Mobilisasi Gas Muncul di Babak 2
Komisi Masyarakat Sipil menyampaikan temuan awal dari tim pencari fakta atas Tragedi Kanjuruhan. Tim yang terdiri dari Lokataru, LBH Surabaya Pos Malang, LBH Surabaya, dan Kontras Jakarta, menyebut jika tragedi itu adalah bentuk kejahatan yang sistematis, menyerang masyarakat sipil. Salah satu temuannya adalah jika gas air mata dimobilisasi sejak pertengahan babak kedua.
Hal itu disampaikan dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual lewat Zoom, Minggu 9 Oktober 2022. Andi Rezaldy dari Kontras Jakarta menyampaikan jika tim pencari fakta telah bekerja dengan memeriksa sedikitnya 24 saksi korban dan juga keluarga korban.
Terdapat sejumlah dari tim pencari fakta yang merujuk pada dugaan awal jika tragedi Kanjuruhan, adalah kejahatan yang tersistem. Sehingga pengusutan harus dilakukan secara terstruktur.
“Temuan pertama bahwa mobilisasi gas air mata dilakukan di pertengahan babak dua, dalam konteks kondisi yang tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan. Kami melihat ada yang ganjil,” kata Andi.
Temuan lain adalah bahwa supporter turun selepas pertandingan, tidak untuk membuat kerusuhan, namun memberikan semangat pada pemain yang kalah melawan Persebaya. Suporter semakin banyak turun sebab ingin membantu supporter lain yang mengalami tindakan kekerasan.
Selain itu, tim pencari fakta juga menemukan jika ada pelanggaran tahapan yang dilakukan aparat, sebelum meletupkan gas air mata. Di antaranya tidak menggunakan kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, juga tidak ada perintah lisan atau suara peringatan kepada supporter. “Namun langsung menembakkan gas air mata,” katanya.
Tim juga menyebut jika penembakan gas air mata tidak dilakukan ke arah lapangan saja, tetapi juga ke arah tribun selatan, ketika kondisi supporter di lapangan sudah mulai menepi.
“Di tribun utara ada dua kali tembakan. Satu tembakan berhasil dilempar kembali ke lapangan (oleh suporter), tembakan kedua tak berhasil karena terlalu panas. Tribun itu banyak anak dan juga dewasa. Sehingga ada hal yang sistematis di sini,” tambah Jauhar, dari LBH Surabaya.
Selain itu, tembakan gas air mata tak hanya ditemukan di dalam lapangan, tetapi juga di luar lapangan. Juga tak adanya fasilitas bantuan bagi supporter yang berhasil keluar namun menderita dampak gas air mata. Termasuk juga temuan tentang pintu keluar yang terkunci dan menyebabkan supporter berdesakan, dan meninggal saat berupaya keluar.
“Kami curiga, sakaratul mautnya ada di sana. Justru di luar stadion karena mereka lamban memberikan bantuan sehingga penonton kehilangan nyawa,” tambah Haris Azhar.
Ia juga mendorong penyelesaian kasus dilakukan terstruktur, tidak parsial. "Bukan mencari siapa yang kasi perintah nembak, senjatanya siapa, tetapi terstruktur mulai dari awal mengapa ada gas air mata hingga terjadinya serangan," katanya.
Diketahui, Tim Pencari Fakta Komisi Masyarakat Sipil bekerja secara indipenden. Sedangkan pemerintah melalui Kemenkopolhukam juga telah membentuk Tim Pencari Fakta Independen Gabungan (TPFIG) yang sedang bekerja dengan tenggat maksimal satu bulan.