Tim Hukum MAJU Ingin Hasil Pilkada Surabaya Dianulir
Pasangan calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota Surabaya dalam Pilkada 2020, Machfud Arifin-Mujiaman, mengajukan permohonan agar hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya dibatalkan.
Permohonan pembatalan keputusan KPU Surabaya itu, bernomor, 1419/PL.02.6-Kpt/3578/KPU-Kot/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitunan Suara Pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Surabaya Tahun 2020.
Permohonan tersebut dilayangkan melalui tim hukum Paslon nomor 02, yakni Veri Junaidi, Febri Diansyah, Donal Fariz, Jamil Burhan, Slamet Santoso, serta Muhammad Sholeh, pada Senin, 21 Desember 2020.
Dalam permohonannya, Machfud Arifin- Mujiaman (MAJU) meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi Paslon nomor 01, Eri Cahyadi-Armudji (ERJI) sebagai pemenang dalam Pilkada Surabaya 2020.
Langkah tersebut diambil, lantaran tim kuasa hukum MAJU menganggap adanya kecurangan secara terstuktur, sistematis dan massif, yang dilakukan oleh ERJI ketika gelaran Pilkada 2020, berlangsung.
Pelanggaran tersebut berupa adanya sejumlah indikasi mobilisasi birokrasi dan anggaran baik dari pemerintah kota maupun pemerintah pusat untuk memenangkan pasangan ERJI.
“Karut-marut Pilkada Kota Surabaya semakin diperparah dengan lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi secara kasat mata,” tulis tim kuasa hukum MAJU dalam rilisan persnya.
Permohonan tersebut, menurut tim advokasi paslon MAJU tidak hanya menyangkut menang ataupun kalah dalam Pilkada 2020 ini. Namun, agar membentuk demokrasi yang lebih baik kedepannya.
“Menang atau kalah adalah hal yang biasa dan terlalu kecil untuk diperdebatkan. Langkah ke MK tidak bisa dilepaskan dari bagian upaya pembelajaran politik dan demokrasi secara luas,” tulisnya.
Menurut mereka, konstestasi demokrasi semestinya menjunjung aspek kesetaraan dan keadilan, antara pasangan calon. Sebab, tanpa itu semua, Pilkada yang demokratis hanya akan menjadi ilusi dalam negara demokrasi.
Oleh karena itu, dengan adanya Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Tim hukum MAJU berpendapat jika MK harus memiliki sikap untuk menyelesaikan sengketa Pilkada Surabaya.
“Karena banyak kasus dan pengalaman empiris menunjukkan adanya pelanggaran massif dalam pemilihan kepala daerah tidak dapat diproses akibat syarat formil ambang batas,” tutupnya.
Advertisement