Tilik Pak Kaji Muh alias Charles Holland Taylor
“Kaji tilik kaji” alias haji mengunjungi haji. Itulah yang terjadi Kamis pagi lalu di Kecamatan Borobudur, Magelang.
Tapi ini bukan sembarang haji. Siapa kah gerangan haji yang dikunjungi oleh Kyai Haji Yahya Cholil Staquf, Ketum PBNU, bersama ‘kaji anyar’ Muhammad Najib Azca?
Ia bernama Haji Muhammad Kholil alias Charles Holland Taylor.
Pria kelahiran Winston-Salem, North Carolina, Amerika Serikat, itu memeluk agama Islam sejak tahun 2003. Sosok yang mempengaruhinya bersalin iman adalah Gus Dur alias Kyai Haji Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PBNU periode 1984-1999 dan Presiden Republik Indonesia pada 1999-2001. Acap berkunjung ke Indonesia sejak tahun 1990an sebagai pebisnis telekomunikasi, Holland kepincut dengan sosok unik Gus Dur yang memiliki kombinasi langka ‘intelektualitas tinggi & luas dengan spiritualitas yg dalam’. Menurut penuturan Holland, mereka mula berjumpa dan berkenalan saat bersemedi di Parang Kusumo, Yogyakarta.
Holland akhirnya menikah dengan seorang perempuan santri dari Borobudur, Magelang, bernama Nining Niluh Sudarti pada 2003, dan selanjutnya menetap di sana hingga kini. Bersama 3 anak, mereka tinggal sekitar 3 km di selatan Candi Borobudur di dusun Pakem, Desa Majaksingi, Kecamatan Borobudur, Magelang—tak jauh dari Hotel Aman Jiwo yang legendaris itu.
Perjumpaannya dengan Gus Dur bukan sekadar membuatnya berpindah agama; lebih dari itu mengubah seluruh arah dan orientasi hidupnya. Ia meninggalkan dunia bisnis dan lebih banyak berkutat di dunia ‘kebatinan Jawa’ dan sekaligus menjadi aktivis gerakan perdamaian berbasis keagamaan, khususnya melalui Jamiyyah NU. Demikianlah, ia ‘mendharmakan hidupnya’ (demikian ia acap menyebut dalam perbincangan) dengan mendukung agenda-agenda internasional yang dilakukan oleh Gus Dur—dan dilanjutkan hingga kini oleh Gus Yahya.
Kiprah spesial Holland Taylor membuat The Wall Street Journal membuat tulisan dengan memajang wajahnya di kolom berjudul “Public Diplomacy for Dummies”. Tulisan yang terbit pada 10 Juli 2007 itu mengkritik tajam praktek diplomasi publik pemerintah Amerika Serikat dan menampilkan Holland sebagai sosok yang pantas menjadi model bagi praktek diplomasi publik yang unggul dan efektif. (https://www.baytarrahmah.org/media/2007/WSJ_Public-Diplomacy-for-Dummies_2007.pdf)
Sementara kolumnis The Washington Post, Jennifer Rubin, menulis di The Weekly Standard begini:
“C. Holland Taylor doesn’t look like a man radical Muslims should fear. He is trim, unassuming, and speaks with a faint southern accent. His stylish blond haircut and trim suit give him the appearance of a fortysomething European businessman. He possesses no arsenal of weapons, holds no government post, and operates no intelligence service. Yet he runs the world’s most potent and innovative anti-extremist network and may hold a key to defusing the ticking bomb of Islamic terrorism.” (https://baytarrahmah.org/c-holland-taylor-biography/)
Karena khidmahnya yang penuh kepada NU, Gus Yahya memberinya ‘hadiah istimewa’ untuk menjalankan ibadah haji melalui jalur undangan dari pemerintah Kerajaan Saudi Arabia kepada PBNU. Ia terharu dan mencucurkan air mata bahagia saat mendengar kabar dirinya mendapatkan kesempatan emas itu: bisa menjalankan ibadah haji tanpa harus menunggu giliran melalui antrian panjang di usianya yang tak lagi muda.
Begitulah, pada 25 Juni hingga 15 Juli lalu ia menjalankan ibadah haji bersama rombongan kecil dari PBNU yang dipimpin oleh Rais Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar—sebagian besar terdiri dari Kyai, Nyai dan Gus terhormat di lingkungan NU. Kebetulan, aku juga bisa ikut menyelip di antara tokoh-tokoh istimewa itu sehingga bisa ‘ngalap berkah’ menjalankan ibadah haji.
Nah, di tengah rangkaian ibadah haji itu, bersamaan dengan ulang tahun ke-70 Rais Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar, pada 30 Juni lalu di Aziziyah, Holland mengikuti upacara ‘ganti nama’ menjadi Muhammad Kholil. Nama itu diberikan oleh Gus Yahya sebagai bentuk tabaruk kepada bapaknya Kyai Haji Cholil Bisri, pengasuh pondok pesantren Roudhotut Thalibin, Rembang. Nama Kholil juga melekat pada dua tokoh kunci dalam perjalanan NU yaitu: Syaikhona Kholil dari Bangkalan dan Kyai Kholil Harun dari Kasingan, Rembang.
Kisah pergantian nama Holland Taylor menjadi Haji Muhammad Kholil dengan panggilan “Kaji Muh” digambarkan dalam sebuah video pendek yang menarik dan ilustratif oleh NUonline. Lihat di tautan ini https://www.youtube.com/watch?v=FWmSamhqY0o
Ada cerita menarik pasca haji dari Pak Kaji Muh. Karena hidup di dusun yang relatif terpelosok, maka rombongan warga yang ‘tilik kaji’ tergolong banyak, dalam sehari bisa lebih dari 500 orang. Rombongan ‘tilik kaji’ bahkan berasal dari tetangga desa yang membawa mobil bak terbuka untuk mengangkut warga yang ingin ngalap berkah kepada “kaji londo amerika” yang kini juga menjadi “londo kyai NU” 😁😆
Saat tilik Pak Kaji Muh itu kami beruntung bertemu dengan Presiden “Komunitas Lima Gunung” Mas Tanto Mendut, yang tinggal tak jauh dari rumah Kaji Muh. Komunitas Lima Gunung merupakan himpunan aktivisme warga desa-desa Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, Menoreh yang wujudnya bermacam: dari tari, musik, tradisi, kolaborasi, ritus-ritus desa, respon pada letusan Merapi, acara HAM, hingga dialog sosial dan pemikiran. Dalam pertemuan itu, sang presiden ‘dikawal’ oleh “Kapolri Lima Gunung” yaitu AKBP Yolanda Evalyn Sebayang, yang merangkap sebagai Kapolres Magelang Kota.
Maka pertemuan itu mirip KTT “dua presiden partikelir” yaitu: Presiden Komunitas Lima Gunung dan Presiden Komunitas Terong Gosong, jabatan informal yang disandang Gus Yahya Staquf. Di website teronggosong.id, kredo Terong Gosong dituliskan sebagai berikut: “Ketawa secara serius, bukan senda-gurau!”
Tentu, banyak topik ‘off the record’ dalam pertemuan tingkat tinggi dua begawan yang sekaligus komediwan handal itu… Ihwal topik ‘off the record’ akan ditulis tersendiri pasca Pilpres 2024.
Demikian. Wassalam.
Advertisement