Tiga Prinsip Beramal, Tafsir Al-Quran Surat Asy-Syura Ayat 20
Dalam Islam, mengajarkan konsep beramal sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran.
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْاٰخِرَةِ نَزِدْ لَهٗ فِيْ حَرْثِهٖۚ وَمَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۙ وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ نَّصِيْبٍ
Artinya:
“Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat.” (QS. Asy-Syura: 20)
Ayat ini menjelaskan bahwa prinsip Islam beramal untuk dunia dan akhirat sekaligus. Hal tersebut dipertegas oleh firman Allah SWT dalam surat Al-Qashash ayat 77 yang artinya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia…”
Sekaitan dengan itu, Abdullah Ibnu Umar RA menandaskan:
واحْرُثْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيشُ أَبَدًا وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوتُ غَدًا
Artinya:
“Beramal dan berusahalah kamu untuk kehidupan dunia seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan beramallah kamu untuk kehidupan akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok.
(Sumber: Az-Zuhaili, Wahbah. (2016). Tafsir Al-Munir, Jilid 13. Jakarta: Gema Insani; Al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad Abi Bakr Abi ‘Abdullah. (2006). Tafsir al-Qurthubi al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Cet I. Beirut: Daar Ar-Risalah).
3 Hal Penting
Lebih jelas, dalam surah Asy-Syura ayat 20, Allah SWT mengutamakan orang yang menginginkan akhirat atas orang yang menginginkan dunia. Hal itu bisa dijelaskan dalam tiga hal sebagai berikut:
Pertama, Allah SWT mendahulukan penyebutan orang yang menginginkan akhirat atas penyebutan yang menginginkan dunia.
Allah juga menjelaskan bahwa orang yang menginginkan akhirat, ia akan ditambah melebihi dari yang ia inginkan. Adapun yang menginginkan dunia, ia hanya diberi sebagian keinginannya dari dunia dan tidak mendapatkan sedikit pun dari bagian akhirat.
Kedua, Akhirat tidaklah tunai, sedangkan dunia tunai.
Sesuatu yang tidak tunai menurut pandangan manusia bernilai lebih rendah daripada yang tunai, karena mereka mengatakan, sesuatu yang tunai lebih baik daripada yang tidak tunai. Oleh karena itu, di sini Allah menjelaskan dalam kaitannya dengan urusan akhirat dan dunia, yang berlaku sebaliknya. Sebab yang pertama (akhirat) pasti bertambah dan berkembang, sedangkan yang kedua berkurang.
Ketiga, Ayat ini menunjukkan bahwa kemanfaatan-kemanfaatan akhirat dan dunia membutuhkan penanaman atau keinginan, usaha, dan jerih payah.
Mendayagunakan tenaga untuk perkembangan dan kekal tentu lebih utama daripada ke arah berkurang, berakhir, dan sirna.
(Sumber: Az-Zuhaili, Wahbah. (2016). Tafsir Al-Munir, Jilid 13. Jakarta: Gema Insani; Fakhr al-Din al-Razi. (t.th). Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib. Beirut: Dar al Kutub al-Ilmiah).
Nilai-nilai pendidikan
Prof Dr H Sofyan Sauri, MPd, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia memberi komentar, dikutip dari gontornews.com, sebagai berikut:
Ayat ke-20 dari surat Asy-Syura itu mengandung sejumlah nilai-nilai pendidikan. Pertama, mendidik kita akan menjadi hamba yang ikhlas mencari ridha Allah dalam urusan dunia dan akhirat. Kedua, mendidik kita agar senantiasa menyeimbangkan urusan dunia dan akhirat. Ketiga, mendidik kita agar senantiasa beribadah kepada Allah di waktu lapang dan sempit. Keempat, mendidik kita agar mempercayakan segala urusan kepada Allah.
Sebagai orang beriman tentu kita mengetahui dan menyadari bahwa apa pun yang ada di dunia ini milik Allah, oleh karenanya mempercayakan segala urusan kepada-Nya merupakan hal yang absolut. Apalagi Allah telah menegaskan hal ini dalam Al-Qur’an, yang artinya: “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah: 284)
Karena itu, Allah memiliki kuasa penuh atas semua yang dimiliki-Nya, termasuk terhadap diri manusia. Apakah Allah mau menghidupkan, mematikan, melapangkan rezeki atau menyempitkannya, memberi nikmat atau mengazab; semuanya itu kehendak Allah.
Dengan demikian, manusia sangat tergantung kepada kehendak Allah. Seandainya ada banyak orang hendak membunuh si fulan, tapi kalau Allah berkehendak menghidupkan dia, maka dia akan tetap hidup, sebagaimana Allah telah menyelamatkan dan membiarkan Nabi Ibrahim AS tetap hidup meskipun dia dibakar oleh Raja Namrut.
Demikian wallahu a'lam bisshowab. Semoga bermanfaat.
Advertisement