Tiga Potensi Manusia yang Kerap Tak Disyukuri
Al-Maraghi dalam Kita Tafsir Al-Quran menjelaskan, pendengaran merupakan alat untuk mendengarkan nasihat dan hikmah, sedangkan penglihatan untuk melihat keelokan ciptaan Allah dan hati berfungsi untuk mentafakuri keagungan ciptaan-Nya.
Namun, amat sedikit manusia yang menggunakan kemampuan dan kekuatan yang telah dianugerahkan oleh Allah untuk ketaatan dan mengerjakan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
Akibat tidak memanfaatkan potensinya manusia akan terjerumus dalam neraka. Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 179).
Terkait hal ini Imam Al-Ghazali mengelompokkan manusia menjadi empat golongan.
Pertama, golongan “Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri”, yaitu golongan orang yang mengetahui (berilmu), dan mengetahui kalau dirinya berilmu.
Golongan pada tingkatan ini memiliki kedalaman pengetahuan (ilmu) dan ilmu ini benar-benar menjadikannya dekat dan takut kepada Allah serta mengajarkan kebaikan, dan menentang permusuhan.
Kedua, golongan “Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri”, yaitu golongan orang yang mengetahui (berilmu), tapi tidak mengetahui kalau dirinya berilmu.
Golongan kedua ini sering dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat.
“Orang ini sebenarnya memiliki potensi atau kemapanan ilmu, akan tetapi tidak menyadari atau mengoptimalkannya untuk keperluan umat,” jelas Prof Sofyan, Guru Besar UPI Bandung.
Ketiga, golongan “Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri, yaitu golongan orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu) dan mengetahui bahwa dia tidak tahu.
Menurut Imam Ghazali, jenis manusia ini masih tergolong baik. Sebab, mereka menyadari kekurangannya.
“Golongan ini bisa dikatakan belum memiliki kapasitas ilmu yang memadai, akan tetapi dia tahu dan berusaha keras untuk belajar dan mengejar ketertinggalan,” paparnya.
Keempat, golongan “Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri” yaitu golongan orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu) dan tidak mengetahui bahwa ia tidak tahu. Menurut Imam Ghazali jenis manusia keempat ini paling buruk.
“Celakanya, model manusia seperti ini susah diingatkan, ngeyelan, selalu merasa tahu, merasa memiliki ilmu, dan berhak menjawab semua persoalan padahal ia tidak mengetahui apa-apa,” ujar Prof Sofyan, dosen Program Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor itu.
Lalu bagaimana agar kita memiliki iman yang kuat?
Mengutip Imam Al-Haddad dalam kitab Risalatul Muawanah, Prof Sofyan menyebutkan tiga cara untuk mempertebal iman. Pertama, membaca, mendengar serta memahami Al-Qur’an dan Hadis. Kedua, memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT lewat alam. Ketiga, selalu beramal shalih.
Tiga Potensi Manusia
Prof Sofyan menjelaskan empat cara untuk mengembangkan potensi demi kehidupan yang harmoni di antara manusia.
Pertama, potensi yang kita miliki jangan digunakan untuk melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT.
Kedua, banyak bersyukur. Allah berfirman, yang artinya: “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajdah: 9).
Ketiga, menggunakan dan memanfaatkan potensi yang diberikan oleh Allah SWT. Keempat, meningkatkan potensi dalam berbagai aspek kehidupan.
“Kesempatan mengembangkan diri merupakan salah satu rahmat Allah SWT sehingga manusia harus selalu semangat meningkatkan potensi dalam berbagai aspek kehidupan,” ujarnya. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 139, yang artinya: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Kajian pagi ini ditutup dengan doa: اللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُوَّاتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا
“Ya Allah, berilah kami manfaat pada pendengaran kami, penglihatan kami dan kekuatan kami selagi kami hidup, dan jadikanlah itu semua tetap dengan kami dan terpelihara.” (HR. At-Tirmidzi No. 3502).