Tiga Paradigma Baru Solusi Masalah Global, Menlu RI di Sidang PBB
Di tengah percaturan diplomasi untuk perdamaian dunia, Indonesia terus berperan di forum Internasional. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menawarkan paradigma baru dalam menyikapi berbagai masalah yang dihadapi dunia global. Paradigma baru itu bagi Indonesia merupakan sebuah solusi transformatif.
Hal itu disampaikan saat mewakili Presiden Joko Widodo pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-77 di New York, Amerika Serikat.
“Jadi hari ini, saya ingin menawarkan Anda sebuah kata berdasarkan paradigma baru, paradigma Win Win (saling menguntungkan-red), bukan Zero Sum (penyelesaian kalah-menang - red). Sebuah paradigma keterlibatan, bukan penahanan. Paradigma kolaborasi, bukan kompetisi,” ujar Retno, Senin 26 September 2022 waktu setempat.
Terdapat tiga alasan mengapa Indonesia menawarkan paradigma baru di hadapan masyarakat dunia.
Alasan Pertama: Menyalakan Semangat Perdamaian
Pertama, untuk menyalakan kembali semangat perdamaian, dimana defisit kepercayaan melahirkan kebencian dan ketakutan serta dapat menyebabkan konflik.
Indonesia menilai perlu adanya upaya untuk mengubah defisit kepercayaan menjadi kepercayaan strategis. Itu dimulai dengan menjunjung tinggi penghormatan terhadap hukum internasional, dimana prinsip dasar kedaulatan dan keutuhan wilayah tidak dapat ditawar, serta damai merupakan satu-satunya pilihan untuk menyelesaikan konflik.
“Kebiasaan dialog dan kerjasama, akan memupuk kepercayaan strategis. Presiden saya menyampaikan pesan-pesan perdamaian ini dalam kunjungannya ke Kyiv dan Moskow Juni lalu. Paradigma baru ini juga harus kita terapkan untuk membuat terobosan di Palestina dan Afghanistan,” tambah Retno Marsudi.
Alasan Kedua: Menghidupkan Kembali Tanggung Jawab
Retno Marsudi memaparkan alasan kedua yaitu menghidupkan kembali tanggung jawab untuk pemulihan global, dengan mengedepankan asas keadilan untuk semua golongan. Sebab menurutnya, Indonesia khawatir akan adanya solidaritas global yang memudar dan diselimuti dengan ketidakadilan dan keegoisan pihak-pihak yang kuat.
“Tata kelola ekonomi global digunakan untuk membenarkan aturan yang kuat. Pandemi mengajarkan kita pelajaran berharga, bahwa tidak ada yang aman sampai semua orang aman,” katanya.
“Pelajaran ini menyampaikan prioritas kepresidenan G-20 Indonesia. Seluruh dunia menggantungkan harapannya pada G-20 untuk menjadi katalisator pemulihan ekonomi global, terutama bagi negara-negara berkembang. G-20 tidak boleh gagal,” tegasnya.
Alasan Ketiga: Kemitraan Regional Ditingkatkan
Meningkatkan kemitraan regional menjadi faktor ketiga paradigma baru yang ditawarkan oleh Indonesia. Menlu RI memastikan Indonesia akan menjalankan komitmen itu pada keketuaannya di ASEAN 2023 dan kerja sama dengan negara-negara Pasifik.
“ASEAN dibangun tepat untuk tujuan ini. Kami menolak menjadi pion dalam perang dingin yang baru. Sebaliknya, kami secara aktif mempromosikan paradigma kolaborasi dengan semua negara. Paradigma ini juga akan menjadi pedoman kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun depan,” terang Retno Marsudi.
“Indonesia akan terus memperkuat kerja sama kami dengan negara-negara Pasifik. Kami akan bekerja sama untuk mengatasi tantangan bersama, termasuk pada perubahan iklim. Sebagai negara Pasifik sendiri, kami ingin melihat Pasifik sebagai bagian integral dari Indo Pasifik yang damai, stabil, dan sejahtera,” sambungnya.
Paradigma baru ini juga ditawarkan Indonesia untuk adanya reformasi di dalam tubuh PBB, untuk adanya semangat inklusif. Sebab, multilateralisme sangat penting dan dibutuhkan di dalam PBB, untuk melihat suara negara maju maupun berkembang sama pentingnya.
“Saya percaya dengan bekerja sama dan mengadopsi paradigma baru, kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik untuk semua. Ini bukan lagi waktu untuk berbicara omong kosong. Sekarang adalah waktu untuk menjalankan apa yang dibicarakan,” tutur Menlu RI.