Tiga Opsi Whisnu untuk Eri-Armuji; Membantu, Diam atau Nggembosi
Banyak yang tidak mengira Whisnu Sakti Buana, 46 tahun, tidak direkomendadi DPP PDI Perjuangan untuk ikut Pilkada 2020. Entah sebagai calon wali kota, atapun calon wakilnya. Bahkan Whisnu sendiri juga tidak menduga.
Tiga jam sebelum Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani membuka surat rekomendasi yang masih di dalam amplop, dan kemudian membacakan isinya Rabu 2 September lalu, Whisnu masih yakin namanya akan muncul pada rekom, sebagai calon wakil wali kota mendampingi Eri Cahyadi. Bukan sebaliknya.
Dia sudah mengumpulkan timnya, termasuk tim media, untuk mengemukakan rencananya yaitu begitu rekom dibacakan, dan namanya disebutkan, dirinya akan sowan kepada beberapa tokoh PDI Perjuangan termasuk Bambang DH dan Tri Rismaharini. Begitu kata orang dekat Whisnu Sakti Buana.
Tetapi ternyata...namanya tidak ada di rekom. Saat rekom dibacakan, Whisnu bersama-sama tokoh-tokoh lainnya berada di kantor DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, menyaksikan pengumuman yang disiarkan langsung secara virtual melalui kanal PDI Perjuangan di Youtube.
Konon Whisnu, yang amat yakin sehingga bersedia hadir di DPD, sempat shock. Demikian juga para pendukungnya yang berkumpul di halaman kantor. Tetapi dengan cepat Whisnu bisa menguasai diri. Apalagi setelah melalui virtual itu namanya dipanggil oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, untuk diajak dialog.
Dalam dialog usai pembacaan rekomendasi untuk para calon kepala daerah yang diusung PDI Perjuangan itu, Megawati lalu berkata, "Aku tahu pasti kamu yo kelingan sama Pak Tjip. Jangan ada yang bilang Ibu Mega itu membuang yang namanya Whisnu. Tidak!" kata Megawati, pekan lalu.
Dalam kekecewaan yang tidak terbantahkan, kini Whisnu Sakti Buana bagi pasangan calon yang diusung PDI Perjuangan Eri Cahyadi-Armuji, justru berada pada posisi yang lumayan menentukan. Whisnu memiliki tiga opsi yaitu apakah dia akan membantu dan bekerja untuk pemenangan Eri-Armuji, sesuai yang diminta Ketua Umum DPP PDI Perjuangan 2 September lalu?
Atau dia akan berdiam diri saja, sambil berusaha untuk mengubur kekecewaannya, dan yang terakhir apakah dia justru akan nggembosi agar pasangan Eri-Armuji kalah, sebagai luapan bukan hanya kekecewaannya, tetapi sudah lebih dari itu, yaitu sakit hatinya.
Whisnu Sakti Buana mengklaim saat ini masih mengantongi dukungan penuh dari 29 PAC (Pengurus Anak Cabang) dari 31 kecamatan yang ada di Surabaya. Harus diakui, Whisnu memiliki akar yang kuat di PAC-PAC, jauh sebelum dia menjadi Ketua DPC PDI Perjuangan periode 2014-2019.
Dia ikut mendampingi Sutjipto, ketika almarhum ayahnya ini masih menjadi Ketua DPD PDI (tanpa P) Jawa Timur, sebelum akhirnya PDI Perjuangan dideklarasikan di Jakarta 14 Februari 1999.
September tahun lalu Whisnu terpaksa menanggalkan jabatannya sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya. Bukan karena kalah dalam pemilihan di Rakercabsus (Rapat Kerja Cabang Khusus), melainkan karena datangnya SK DPP PDI Perjuangan yang menunjuk langsung Adi Sutarwijono menjadi Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya.
Sejarah panjang Whisnu sebagai kader awal PDI Perjuangan menjadikan dia memiliki akar yang kuat di PAC-PAC, hingga sekarang. Tanpa menafikan peran Adi Sutarwijono yang sudah setahun ini menggantikannya, Whisnu masih memiliki pengaruh kuat dan masih memiliki kemampuan untuk menggerakkan mesin politik PDI Perjuangan di strata paling bawah guna mendulang suara yang dibutuhkan Eri-Armuji. Tentu peran inilah yang diharapkan seluruh pendukung Eri-Armuji dari Whisnu Sakti.
Tapi Whisnu Sakti Buana juga bisa saja memposisikan dirinya sebagai penonton dalam Pilkada Surabaya ini. Dia memang sudah terpinggirkan, karena itu dia merasa sudah tidak lagi dibutuhkan. Kalau benar akhirnya Whisnu mengambil sikap yang demikian, dan itu adalah hak dia sepenuhnya, maka jelas yang dirugikan adalah pasangan Eri-Armuji.
Apalagi, kalau pilihan yang diambil Whisnu adalah sikap ekstrim sebagai pemberontakan dan pembalasan terhadap keputusan DPP PDI Perjuangan yang dianggap telah menyingkirkannya. Sikap ektrim akibat tetap merasa dibuang itu, dia lakukan dengan memberi satu komando kepada seluruh pendukungnya; jangan pilih Eri-Armuji.
Whisnu Sakti Buana, dalam kesendiriannya kini memiliki posisi yang amat strategis. Bukan hanya bagi pasangan calon yang didukung PDI Perjuangan, tetapi juga bagi pasangan dari seberang.
Politik sering kali memunculkan kejutan. Celakanya, tidak jarang kejutan itu muncul atas dasar pertimbangan transaksional. (m. anis)