Tiga Nilai Dasar Pengelolaan Alam, Tanamkan dalam Diri Muslim
Krisis lingkungan sudah menjadi problem global. Buangan limbah dan tumpukan sampah terus-menerus merusak tanah. Siklus air tidak lagi mampu sepenuhnya mendaur ulang air menjadi bersih. Hutan dan pepohonan sudah tidak mampu mengatasi banyaknya karbon yang terproduksi dari aktivitas manusia.
Krisis air bersih, dan udara kotor ini seakan tidak menjadi pelajaran bagi umat manusia.
Padahal, populasi manusia terus meningkat, kebutuhan juga meningkat. Krisis pangan vs sampah makanan (Arab Saudi, Indonesia, USA) masih berserahakn. Konversi lahan produktif menjadi perumahan juga masih banyak. Belum lagi ketergantung pada energi fossil yang semakin menipis sekaligus penyumbang karbon yang besar.
“Di mana peran agama? Terus berlomba mencari keberkahan hidup lewat “bersedekah” makanan? Terus mengejar “kesempurnaan” dalam beribadah? Sekaligus mengabaikan masa depan alam? Salih teologis, tetapi kufur ekologis. Apakah iman dan ibadah kita sudah benar?” ucap anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Saptoni dalam Pengajian Tarjih, dikutip Minggu 11 Desember 2022.
Saptoni menuturkan ada nilai-nilai dasar dalam pengelolaan alam yang harus ditanamkan dalam hati dan pikiran seorang Muslim.
Pertama, Tauhid.
Menjalin hubungan erat antara Allah-manusia-alam. Makhluk adalah cerminan eksistensi Khalik, alam digelar sebagai ayat, tamsil, sumber pelajaran. Dengan nilai ini, menjaga alam adalah bagian dari kewajiban agama.
Kedua, Keadilan
Alam bukan semata properti pribadi, tetapi ada hak publik yang melekat. Pemanfaatan SDA harus mengacu pada kepentingan umum. Kemaslahatan umum diutamakan, tanpa mengabaikan hak individual. Semua orang punya hak dan kewajiban yang seimbang. Setiap hak yang diambil menuntut kewajiban yang harus ditunaikan.
“Mengambil hak pribadi, tanpa melanggar hak orang lain Semua yang kita lakukan pada “alam” terkait langsung dengan orang lain,” tutur dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini.
Ketiga, Kesyukuran.
Alam adalah karunia, menggunakan secara proporsional, menjadikan sebagai nikmat, mencegah menjadi bencana, menjaga dan mengembangkan adalah kewajiban. Keempat, keseimbangan: tidak boros dan pelit, efisiensi dan manajemen resiko yang baik. kelima, kepedulian: peduli terhadap sesama, kelestarian alam, dan ekosistem.
“Pengelolaan sumber daya publik harus melibatkan semua komponen masyarakat yang bersifat terbuka demi kebaikan bersama. Contoh: manajemen air. Air milik publik, pemanfaatannya juga harus melibatkan publik. Pengadaan dan pengelolaan air bersih, air untuk pertanian, dll,” terang Saptoni.