Tiga Kriteria Hidup Baik, Paradigma Agama Diyakini Muhammadiyah
Hamim Ilyas, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengingatkan, paradigma agama yang diyakini Muhammadiyah. Yaitu Agama Islam li shalihil ‘ibad dunyahum wa ukhrahum.
Ukuran shalihil ‘ibad, kata Hamim, adalah perdamaian dan kesejahteraan atau membawa risalah rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Kesalihan ini tidak hanya untuk akhirat semata tetapi juga untuk kemaslahatan di dunia.
“Karena itu agama harus fungsional. Harus memiliki nilai guna untuk kemaslahatan hidup hamba-hamba Allah di dunia dan akhirat. Ukuran kebaikannya beramal dan berjuang untuk mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan,” ungkap Hamim.
Tentang Makna Rahmah
Ia pun menjelaskan tentang makna rahmah. Menurutnya, rahmah ialah riqqah taqtadli al-ihsan ila al-marhum, perasaan lembut (cinta) yang mendorong untuk memberikan kebaikan nyata kepada yang dikasihi.
Berdasarkan pengertian ini, kata Hamim, maka Islam diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad untuk mewujudkan kebaikan nyata bagi seluruh makhluk Allah.
“Kebaikan nyata dalam pengertian yang paling luas adalah hidup baik yang dalam Al-Quran Surat an-Nahl ayat 97 disebut hayah thayyibah. Hayah thayyibah yang ada dalam ayat itu diperoleh dengan amal salih dan menjadi seorang mukmin,” terang Hamim.
Tiga Kriteria Hidup Baik
Hamim juga mengungkapkan dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menyebutkan tiga kriteria hidup baik. Yaitu:
lahum ajruhum ‘inda rabbihim (sejahtera sesejahtera-sejahteranya/ar-rafahiyyah kulluha),
wa la khaufun ‘alaihim (damai sedamai-damainya/as-salamu kulluha), dan
wa la hum yahzanun (bahagia sebahagia-bahagianya/as-sa’adatu kulluha) di dunia dan di akhirat.
Karenanya, paradigma Islam rahmatan lil’alamin adalah menyejahterakan, mendamaikan, dan membahagiakan.
Matan Keyakinan
Ia mengungkapkan hal itu berdasar Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM) yang mengatur ruang lingkup ajaran Islam.
Dalam naskah tersebut dijelaskan, ajaran Islam merupakan kesatuan ajaran yang tidak boleh dipisah-pisah dan meliputi akidah, akhlak, ibadah (mahdlah), dan muamalat dunyawiyah.
Menurut Hamim Ilyas, dengan ruang lingkup ajaran tersebut, Manhaj Tarjih menjadi metodologi perumusan semua ajaran Islam, tidak hanya bidang hukum saja. Metodologi tersebut telah dirumuskan dalam Musyawarah Nasional Tarjih Tahun 2000 di Jakarta dalam wujud pendekatan yang terdiri atas 3 epistemologi: bayani, burhani dan irfani.