Antrean Makin Panjang, Ini Tiga Konsekuensi Pembatalan Haji 2020
Keberangkatan Jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M dibatalkan. Kebijakan ini diambil karena Pemerintah harus mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) yang belum usai.
Menurut Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, dari kebijakan pembatalan ibadah haji tersebut, menanggung tiga koksekuensi yang dihadapi pemerintah.
Menurut Mu'ti, hal itu harus ditemukan solusinya. Tiga konsekuensi akibat pembatan haji 2020 ini adalah:
Pertama, antrean haji yang semakin panjang.
Kedua, biaya haji yang sudah dikeluarkan oleh masyarakat dan mungkin dikelola oleh biro haji dan KBIH.
Ketiga, pertanggungjawaban dana APBN haji.
Muhammadiyah meminta masyarakat khususnya umat Islam yang seharusnya berangkat haji tahun ini agar memahami kondisi saat ini dan menerima keputusan pemerintah dengan ikhlas.
"Masyarakat, khususnya umat Islam, hendaknya tetap tenang dan dapat memahami keputusan Pemerintah. Keadaannya memang darurat. Semuanya hendaknya berdoa agar Covid-19 dapat segera diatasi," kata Mu'ti.
Ia mengatakan, bagi orang yang sudah berniat menjalankan haji tetapi niatannya terhalang oleh suatu keadaan sehingga ia tidak mampu lagi melaksanakan ibadah, karena tutup usia misalnya, untuk tidak risau. "Tidak apa-apa. (Dalam agama) Kewajiban haji mereka gugur," kata Mu'ti.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menanggapi positif keputusan pemerintah membatalkan pemberangkatan jemaah haji di tahun 2020 atau 1441 H. Menurutnya, Keputusan Pemerintah tentang pembatalan haji 1441H merupakan langkah yang tepat dan tepat waktu.
"Banyak faktor yang harus diperhatikan sebelum ibadah haji dilaksanakan. Jika salah satu faktor tersebut tidak terpenuhi, maka tidak ada salahnya jika keberangkatan dibatalkan sementara waktu," tutur Mu'ti.
"Secara syariah (keputusan pembatalan itu) tidak melanggar, karena di antara syarat haji selain mampu secara ekonomi, kesehatan, mental, dan agama, juga aman selama perjalanan," ujar Mu'ti, menambahkan.
Selain tidak menyalahi secara tuntunan agama, keputusan ini juga dinilai tidak melanggar hukum negara.
"Secara undang-undang juga tidak melanggar. Dengan belum adanya keputusan Pemerintah Arab Saudi mengenai haji, sangat sulit bagi Pemerintah Indonesia untuk dapat menyelenggarakan ibadah haji tahun ini," lanjut dia.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Agama memang telah mengeluarkan keputusan untuk membatalkan pemberangkatan seluruh jemaah haji 2020 dari Indonesia, tak terkecuali. Pembatalan ini disahkan melalui Keputusan Menteri Agama RI Nomor 494 Tahun 2020.
Alasan terbesar yang mendasarinya adalah masih merebaknya pandemi Covid-19 di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia dan Arab Saudi. Pemerintah Saudi pun hingga saat ini belum membukakan ijin bagi negara mana pun untuk masyarakatnya bisa menjalankan ibadah haji di Tanah Haram.
Menteri Agama Fachrul Razi memastikan, keberangkatan Jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M dibatalkan. Kebijakan ini diambil karena Pemerintah harus mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) yang belum usai.
“Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M,” kata Menag dalam kesempatan telekonferensi dengan awak media di Jakarta, Selasa 2 Juni 2020.
“Sesuai amanat Undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanaan jemaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi,” sambungnya.
Menag menegaskan bahwa keputusan ini sudah melalui kajian mendalam. Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah. Agama sendiri mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan.
Kemenag telah melakukan kajian literatur serta menghimpun sejumlah data dan informasi tentang haji di saat pandemi di masa-masa lalu. Didapatkan fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular, telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan di mana puluhan ribu jemaah haji menjadi korban.
Tahun 1814 misalnya, saat terjadi wabah Thaun, tahun 1837 dan 1858 terjadi wabah epidemi, 1892 wabah kolera, 1987 wabah meningitis. Pada 1947, Menag Fathurrahman Kafrawi mengeluarkan Maklumat Kemenag No 4/1947 tentang Penghentian Ibadah Haji di Masa Perang.