Tiga Kisah Para Pembenci Kaum Sufi dan Muazin, Gemparkan Jagat
KH Abdul Ghofur Maimoen, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, menyampaikan pesan penting kepada umat Islam. Agar dipahami dalam konteks kekinian, khususnya bagi kaum santri.
Menurut Gus Ghofur, panggilan akrab putra KH Maimoen Zubair (almaghfurlah), bahwa seorang Muslim itu tidak boleh terlalu membenci orang/kelompok lain.
Berikut tiga kisah tentang para pembenci.
1. Kisah Pembenci Tasawuf (1)
Dikisahkan bahwa sebelumnya Syaikh Abu Abbas Al-Mursi itu adalah seorang 'alim fiqih, hafal Al-Quran, berasal dari Mursi, Andalusia.
Awalnya dia mengkritik habis-habisan ilmu tasawuf, sebagaimana latar belakang beliau yang 'alim faqih dan memang orang yang hanya alim fiqih suka mangkel pada pelaku ilmu tasawuf.
Suatu ketika Syaikh Abu Abbas Al-Mursi ini melakukan ibadah haji, hingga saat menaiki kapalnya di tengah lautan ternyata atas izin Allah kapal itu pecah dihantam badai laut dan membuat Beliau terdampar di Negeri Tunis.
Saat terdampar ini dia melihat banyak santri dari Syaikh Abi Hasan Syadzili yang sedang berangkat ngaji kepada sang Mursyid Thoriqoh mereka.
Hingga saat para santri itu mengajak Abu Abbas Al-Mursi untuk ikut ngaji ke Syaikh Abi Hasan Syadzili, awalnya Beliau tidak mau.
Beliau tidak mau diajak sowan, namun memilih untuk istikharah lebih dulu.
Hingga setelah Beliau Istikhoroh dan merasa ngantuk akhirnya Beliau tertidur dan bermimpi ada orang tua tengah pidato didampingi oleh 2 lelaki dan beliau Abu Abbas Al-Mursi ini sedang duduk di belakang orang tua tadi.
Orang tua ini berkata kepada orang-orang yang tengah hadir menghadap Beliau bahwa penggantiku nantinya adalah orang yang duduk di belakangku ini (orang tua ini seraya menengok ke arah belakangnya).
Setelah beliau terbangun maka beliaupun baru mau diajak sowan kepada Syaikh Abi Hasan As-Syadzili ini.
Ternyata saat beliau datang menghadap, syaikh Abi Hasan Syadzili ini wajahnya mirip dengan orang tua dalam mimpinya tadi.
Seketika pendapat Abu Abbas Al-Mursi tentang ilmu tasawuf berubah drastis setelah itu sehingga Beliau menimba ilmu yang sedemikian hebatnya dari gurunya dan benar-benar menggantikan sang guru menjadi guru dalam Tarekat Syadziliyah.
2. Kisah Pembenci Tasawuf (2)
- Dikisahkan bahwa seorang ulama' ahli fiqih bernama Syaikh Ibnu 'Athoillah As-Sakandary menghritik keras kepada ahli tasawuf. Sampai-sampai Beliau berkata :
ليس هناك علم إلا هذاالعلم (المنان)
Tidak ada ilmu yang lebih utama daripada ilmu fiqih.
- Dalam tradisi jawa ada istilah : Wong gething iku nyanding (Orang yang membenci itu akan mendekat)
- Lama kelamaan setelah banyak mengkritik, Ibnu 'Athoillah ini ingin ketemu sama seorang guru besar tasawuf di zamanya bernama Syaikh Abul Abbas Al-Mursi.
- Awalnya ia ingin menemukan kesalahan dari ilmu tasawuf lewat nguping dari pengajianya Syaikh Abul Abbas Al-Mursi, sehingga setelah ia mendengar kajian Beliau tiba-tiba hatinya tersentuh seraya berkata : Kog ngajinya enak.
- Kemudian Syaikh Abul Abbas Al-Mursi berkata kepada Ibnu 'Athoillah melalui lisan dari para santrinya :
لئن التزمت في هذاالمذهب لكنت مفتيا
Andai engkau mau menjalankan madzhab (Tasawuf) ini maka engkau akan menjadi mufti.
- Maka pendapat Syaikh Ibnu 'Athoillah terhadap tasawuf berubah drastis setelah itu hingga setelah mempelajari dengan baik ilmu tasawuf Beliau menjadi ulama yang terkenal جامع بين الفقه والتصوف (Ulama' yang dapat memadukan antara ilmu Fiqih dan Tasawuf dengan sempurna)
3. Kisah Pembenci Azan
Dikisahkan di zaman Nabi Muhamad Saw hidup seorang pemuda berusia 16 tahun yang sangat membenci azan bernama Abu Mahdzuroh.
Beliau mengenal Nabi Muhammad Saw pada saat perang Hunain (tahun 9 H).
Abu Mahdzuroh ini terkenal sebagai orang yang menghina orang yang suka adzan.
Ketika ada orang azan di masjid dan didengar oleh Beliau maka dengan nada mengejek Beliau menirukan adzan dengan gaya "Ngenyek".
Hingga saat ada orang azan dan Abu Mahdzuroh itu sedang menirukan orang adzan tadi, suaranya didengar oleh Rasulullah Muhamad Saw.
Setelah azan itu selesai, Rasulullah Saw memanggil seluruh sahabatnya dan diminta untuk adzan satu per satu.
Ketika Abu Mahdzuroh ini menghadap, dan Rasulullah Saw memastikan suara beliau adalah orang yang "ngenyek" adzan tadi maka Rasul mengusap jambul dan dada Abu Mahdzuroh ini.
Oleh Rasulullah Saw ia didoakan sehingga setelahnya ia berubah menjadi orang yang sangat mencintai Rasulullah.
Ia diminta oleh Rasulullah Saw untuk datang ke kota Makah dan menyampaikan kepada pemimpin makah bahwa ia ditunjuk untuk menjadi juru Adzan di sana.
Sejak saat itu, ia menjadi juru adzan di kota Makah hingga akhir hayatnya, bahkan dikisahkan sebab saking cintanya ia kepada Rasulullah, rambutnya yang pernah disentuh dan didoakan Nabi tadi tidak pernah dicukur hingga ia wafat.
Dari kisah-kisah di atas dapat kita simpulkan bahwa seorang Muslim itu tidak boleh terlalu membenci orang/kelompok lain.
Sebab kadang orang yang benci tasawuf malah bisa berubah menjadi mursyid tarekat, yang benci Nabi malah menjadi mu'adzin Nabi, yang notabene "Bajingan" berubah menjadi khadimul haramain, dst.
Advertisement