Tiga Kemungkinan Nasib KRI Nanggala, Ini Analisis Aktivis Geologi
Hilangnya jejak kapal selam KRI Nanggala 402 menjadi perhatian masyarakt secara luas. Hari ini, Sabtu 24 April 2021, sejak pukul 03.00 WIB telah lewat 72 jam kapal selam Nanggala hilang kontak.
"Bila kapal selam hilang kontak karena mengalami masalah kelistrikan sehingga semua peralatan darurat tidak bisa berfungsi, maka kapasitas darurat oksigen di dalam kapal telah habis sebab kapasitas maksimum oksigen darurat adalah 72 jam," kata aktivis Geologi Awang Harun Satyana.
Faktanya, Nanggala sudah kritis untuk laik selam (sertifikat laik selam sampai Maret 2022), kapasitas darurat oksigen bertahan dalam 72 jam, perairan utara Bali punya dasar laut berupa lereng sedalam 300-1300 m. Perairan ini secara geomorfologi bawah laut menjadi tempat arus cabang Arlindo berputar, dan di sebelah timurnya adalah tempat Arlindo melintas adalah fakta-fakta.
Ia pun mencatat tiga kengerian dialami kapal selam Naggala 402. Berikut catatan Ir Awang Harun Satyana dikutip lengkap:
NANGGALA, BAGAIMANAKAH (?)
Tiga hari setelah hilang kontak, pencarian kapal selam KRI Nanggala 402 telah dikonsentrasikan di area pada jarak 43km sebelah utara pantai Celukan Bawang, utara Bali. Area fokus ini didasarkan kepada penemuan sembilan titik sebaran BBM dan hadirnya anomali magnetik tinggi. BBM di muka laut dan anomali magnetik diasumsikan berasal dari kapal selam Nanggala. Maka dari Jumat siang kemarin 21 kapal gabungan dari TNI AL, Polri, dan Basarnas juga 5 helikopter dikonsentrasikan di wilayah tersebut. Kapal survei hidrografi TNI AL KRI Rigel pun telah datang di tempat pada Jumat malam dan saat ini sedang bekerja mencari Nanggala. KRI Rigel merupakan kapal dengan fasilitas pencarian terlengkap.
Tetapi saat ini Sabtu 24 April 2021 pukul 03.30 WIB, artinya sudah lewat 72 jam kapal selam Nanggala hilang kontak. Bila kapal selam hilang kontak karena mengalami masalah kelistrikan sehingga semua peralatan darurat tidak bisa berfungsi, maka kapasitas darurat oksigen di dalam kapal telah habis sebab kapasitas maksimum oksigen darurat adalah 72 jam. Mohon maaf, akibat fatal untuk 53 awak kapal barangkali telah bisa diduga secara logis dengan ketiadaan oksigen itu.
***
Masalah lain adalah bila kapal selam di titik 43 km utara Celukan Bawang itu jatuh ke dasar laut di bawahnya, bukan dalam kondisi melayang sebab survei sonar dari kapal-kapal pencari tidak menangkap suara apa pun, senyap, artinya kapal mungkin tidak dalam kondisi melayang oleh propulsion/baling-balingnya. Suara derau propulsion mestinya akan tertangkap sonar dari kapal pencari. Ini tidak ada suara apa pun.
Bila kapal selam jatuh ke dasar laut di titik ini, maka ia jatuh ke kedalaman laut 850 meter. Data-data geologi dan geofisika (seismic) terlampir menunjukkannya. Akan mampu bertahankah kapal selam berumur 44 tahun berada di kedalaman 850 meter menahan tekanan besar hidrostatik kolom air laut setebal 850 meter? Menurut beberapa informasi, tidak. Kapal akan mengalami “crush”, implosion (lawan explosion) -ledakan ke dalam, remuk, ringsek. Bagaimana bila itu terjadi, mohon maaf, tentu fatal seketika bagi seluruh awak di dalam kapal. Lebih ngeri daripada mati lemas karena ketiadaan oksigen.
Hal lain adalah, data geologi dan oseanografi menunjukkan bahwa lokasi asumsi Nanggala itu secara geomorfologi bawah laut ia berada di dalam teluk yang terbuka terhadap sisi timur tempat Selat Makassar dan Selat Lombok bersatu. Kedua selat ini secara geomorfologi bawah laut membatasi tepi timur paparan Sunda. Kedua selat ini juga secara oseanografi merupakan alur Arlindo – Arus Lintas Indonesia bagian tengah yaitu arus kuat di dasar dan bagian tengah laut yang mengalir dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia melalui wilayah laut Indonesia. Di area geomorfologi bawah laut berupa teluk di utara Bali ini Arlindo punya cabang arus yang akan menyisir seluruh tepi teluk lalu kembali lagi ke arus utama Arlindo. Posisi asumsi Nanggala kritis terkena arus cabang Arlindo ini. Bagaimana konsekuensinya, mohon maaf, Nanggala bisa saja telah diseret arus cabang Arlindo dibawa ke Selat Lombok lalu dibuang ke Samudra Hindia.
Berbagai kengerian di atas adalah kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi: (1) Nanggala kehabisan oksigen menyebabkan seluruh awaknya meninggal lemas, (2) Nanggala jatuh ke “crush depth” menyebabkan kapal dan seluruh awaknya mengalami implosion, ledakan ke dalam, remuk, ringsek, (3) Nanggala terseret arus cabang Arlindo ke Selat Lombok lalu dibuang ke Samudra Hindia oleh Arlindo.
Apakah ketiga kemungkinan itu bisa saja tidak terjadi? Bisa saja, namanya kemungkinan. Tetapi bahwa umur Nanggala sudah kritis untuk laik selam (sertifikat laik selam sampai Maret 2022), kapasitas darurat oksigen bertahan dalam 72 jam, perairan utara Bali punya dasar laut berupa lereng sedalam 300-1300 m, perairan ini secara geomorfologi bawah laut menjadi tempat arus cabang Arlindo berputar, dan di sebelah timurnya adalah tempat Arlindo melintas adalah fakta-fakta.
Semakin lama Nanggala tidak ditemukan, akan semakin buruk kondisi yang terjadi. Tetapi mari kita mengharapkan yang baik yang akan terjadi meskipun secara logika sulit. Kasus-kasus di luar logika telah beberapa kali terjadi bukan, mungkin kita pun pernah mengalaminya. Biarlah kehendak Tuhan saja yang terjadi. Manusia berusaha dan berdoa.
MUSIBAH YANG RUMIT
Kapal selam KRI Nanggala 402 hilang kontak dari Rabu subuh 21 April pk. 04.25 waktu setempat. Saat itu kapal selam bagian alutsista RI ini sedang persiapan untuk uji tembak torpedo di perairan utara Bali sekitar 95 km dari garis pantai. Kapal selam ini buatan Jerman 44 tahun yang lalu.
Sampai sekarang kapal belum ditemukan meskipun telah dikerahkan lima kapal pencari bersensor sonar dan satu helikopter. Rabu pagi pk. 07.00 helikopter menemukan tumpahan BBM di lokasi titik selam kapal.
Kapal selam diisi 53 orang (1 komandan, 49 ABK, 3 personel senjata). Kapasitas maksimum oksigen kapal selam bertahan dalam 72 jam sejak penyelaman, artinya oksigen di dalam kapal akan habis pada Sabtu 24 April subuh.
Bila kapal ditemukan misal di dasar laut, katakanlah dalam keadaan rusak, maka diperlukan evakuasi orang-orang di dalamnya. Masalahnya adalah Indonesia tidak punya wahana evakuasi dari kapal selam di dasar laut ke permukaan. Negara terdekat yang memiliki wahana seperti itu adalah Singapore, tetapi wahana baru akan tiba di titik temuan kapal (bila ditemukan) pada hari Minggu 25 April, padahal oksigen di dalam kapal akan habis pada Sabtu subuh 24 April.
Kadispen TNI AL menduga bahwa Nanggala 402 mengalami black out, mati listrik, lalu kapal jatuh ke kedalaman 600-700 meter, pengapung otomatis yang bisa mengangkat kapal ke permukaan tidak berfungsi, lalu tangki BBM kapal pecah sehingga helikopter pada Rabu pagi kemarin menemukan tumpahan BBM di permukaan laut.
Bila kapal mengalami musibah jatuh ke dasar laut di perairan utara Bali, secara geologi dan oseanografi itu adalah posisi yang genting. Posisi itu ada di tepi timur Paparan Sunda dengan lereng yang curam menuju tepi paparan. Lalu lokasi ini pun sangat dekat dengan Arlindo (Arus Lintas Indonesia) bagian tengah yang melintas melalui Selat Makassar dan Selat Lombok. Arus ini arus dasar laut yang kuat dan turbid, pekat, sehingga berenergi besar melintasi Indonesia bagian tengah dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia.
Arus sekuat ini mudah saja membawa kapal di dasar laut bila ada di jalannya dan membawanya ke tempat dalam ke Selat Lombok lalu Samudra Hindia.
Berbagai pertanyaan timbul tentang hilangnya Nanggala 402. Berbagai kekhawatiran pun mengikutinya. Dapatkah kapal selam ini ditemukan sebelum kapasitas oksigennya habis. Tetapi bila ditemukan pun wahana evakuasinya baru akan tiba sehari setelah oksigennya habis, bagaimana nasib 53 orang di dalamnya. Bila kapal jatuh ke kedalaman 600-700 meter mampukah kapal bertahan beberapa hari atas tekanan kolom air laut, apalagi bila terseret Arlindo ke tempat lebih dalam dan arus yang kuat.
Penemuan kapal selam mesti berpacu dengan waktu sebelum oksigen dalam kapal habis. Tetapi wahana evakusi Indonesia tak punya, didatangkan dari negara tetangga terdekat pun akan terlambat tiba di lokasi bila kapal ditemukan. Mungkin wahana evakuasi harus diterbangkan? Bukan prosedur umum selain berisiko.
Sebuah musibah yang rumit. Dan lagi nyata, Indonesia dengan lautnya yang luas belum kuat alutsistanya.
Secara logika, kecil kemungkinan Nanggala dapat ditemukan dan dievakuasi orang-orangnya sebelum oksigennya habis. Tetapi bila Tuhan berkehendak, Nanggala bisa saja diselamatkan. Mari kita doakan***
* Ir Awang Harun Satyana, dikutip dari akun facebook Awang Satyana.
Advertisement