Tiga Kecenderungan Penyebab Pentingnya Moderasi Beragama
Kementerian Agama tengah menggalakkan penguatan moderasi beragama dalam beberapa tahun terakhir. Menag periode 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, setidaknya ada tiga kecenderungan yang menyebabkan pentingnya moderasi beragama.
Bertentangan Nilai Kemanusiaan
Pertama, Praktik beragama yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Menurut Lukman Hakim, pria yang akrab disapa LHS, ini belakangan mudah dijumpai kecenderungan seperti ini. Padahal, agama hadir untuk memanusiakan manusia.
"Nilai-nilai agama harusnya mendorong orang untuk menjadi inklusif, bukan eksklusif,” kata Lukman Hakim Saifuddin, dalam keterangan Sabtu, 8 Mei 2021.
Acara ini diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Kemenag. Dalam kesempatan itu, LHS juga menjelaskan rantai keberagaman yang eksklusif- segregatif- intoleran, hingga menjadi destruktif.
Tafsir Agama Tak Bisa Dipertanggungjawabkan
Faktor kedua, lanjut LHS, munculnya tafsir agama yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pengetahuan. Akibatnya, muncul sikap dan tindakan yang seolah-olah dan diklaim paling benar, padahal salah dan berpotensi menyesatkan.
"Dalam hal ini, sanad pengetahuan itu penting sebagai jaminan sumber hakiki dan kualitas pengetahuan agama itu sendiri,” ujarnya.
Merusak Ikatan Kebangsaan
Ketiga, Mulai terlihat cara beragama yang merusak ikatan kebangsaan dengan tekanan yang mewujud pada pilihan sikap untuk mempolitisasi agama dan sikap majoritarianism. "Majoritarianism, saya katakan sebagai sikap kepongahan pihak mayoritas yang menganggap diri bisa dan berhak semena-mena terhadap pihak minoritas,” katanya.
LHS berharap pendidikan Islam terus menjadi garda terdepan dalam menyuarakan dan mempraktikkan Moderasi Beragama. Hal itu harus diawali dari jajaran Kementerian Agama, sebagai instansi pembina.
“Saya percaya, jajaran Kementerian Agama, terlebih warga Pendidikan Islam, senantiasa mengedepankan Moderasi Beragama sebagai pedoman penting dalam konteks berkebijakan,” tegasnya, saat berbicara pada acara Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Diniyah Takmiliyah di Jakarta, belum lama ini.
LHS menambahkan, Indonesia memiliki modal sosial yang penting dalam penguatan moderasi beragama, yaitu: keberagaman (heterogenitas) dan keberagamaan (religiusitas). Jumlah suku bangsa yang demikian banyak dengan kewilayahan maritim yang demikian luas, menjadi kekayaan keberagaman Indonesia.
Menyuarakan Sikap Tengah (Moderat)
Sementara itu, keberagamaan bangsa Indonesia juga demikian kuat. Semua agama pada dasarnya menyuarakan sikap di tengah (moderat). Semua agama menyuarakan nilai kebaikan dan perdamaian. "Oleh karenanya, mereka yang dikenal dengan sikap mengedepankan ekstremitas (ghuluw) selalu berada di pojokan (tatharruf),” jelasnya.
“Dengan keberadaan modal penting demikian, bangsa Indonesia harus mengedepankan sikap keberagamaan yang mengutamakan konsep Moderasi Beragama, apapun agamanya. Yang dimoderasi adalah cara beragamanya, bukan agamanya,” tuturnya.