Tiga Humor Sufi: Kuda Ajaib, Orang Dermawan dan Perusakan Kota
Idries Shah, dalam karyanya, Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat, menjelaskan terkait kisah dan humor sufi. Cerita-cerita yang mengandung ajaran ini, dikenal dalam masyarakat dan dalam bentuk bagian dari kegiatan luar (fisik) para darwis.
Humor sufi dan kisah sufi, menurut Idries Shah, dimaksudkan untuk meletakkan dasar dari pengetahuan tentang Sufisme dan metode-metode penalaran (berpikir) yang khas tersebut. Jarang sekali digunakan untuk tujuan-tujuan didaktis.
'Dimensi batiniah' dari cerita-cerita ajaran, bagaimanapun, dipertahankan untuk membuat mereka mampu membuka pikiran, sesuai dengan tahap perkembangan murid, ke tahap-tahap perkembangan yang makin signifikan.
Teori ini adalah bahwa 'orang mungkin bekerja atas dasar yang berbeda terhadap materi yang sama', yang tidak lazim bagi orang banyak, yang cenderung lebih suka mengatakan bahwa cerita mempunyai satu pesan, satu manfaat.
Demikian penjelasan Idries Shah tentang hakikat humor sufi. Seperti tiga humor sufi berikut sebagai contohnya.
1. Orang Dermawan
Alkisah ada seorang yang sangat kaya dan murah hati (dermawan) di Bukhara. Karena memiliki tingkatan yang tinggi dalam hirarki yang tak tampak, dia dikenal sebagai Pemimpin Dunia. Dia telah membuat suatu persyaratan mengenai pemberian dermanya.
Setiap hari ia memberi emas kepada satu kategori orang-orang dalam masyarakat --seperti orang sakit, janda, dan sebagainya. Tetapi tidak satu pun diberikan kepada orang yang menuntut ('membuka mulutnya').
Tak semua orang dapat bertahan untuk 'menutup mulut'.
Suatu hari, giliran para pengacara yang mendapatkan bagian mereka untuk menerima hadiah. Salah seorang diantara mereka tidak dapat mengendalikan diri dan meminta lebih banyak.
Tidak satu pun yang diberikan kepadanya.
Bagaimanapun, ini bukan akhir dari usahanya. Hari berikutnya, saat orang-orang cacat dibantu oleh sang Dermawan, maka ia (si Pengacara) berpura-pura bahwa lengannya patah.
Tetapi sang Dermawan mengetahuinya, dan dia pun tidak mendapatkan apa-apa.
Hari berikutnya, ia berpura-pura, dalam samaran lain, 'menutupi' wajahnya, sesuai dengan orang-orang dari kategori lain. Namun ia dikenali lagi dan diusir.
Lagi dan lagi, pengacara itu tak henti-hentinya mencoba, bahkan menyamar menjadi seorang perempuan; dan lagi-lagi tanpa hasil.
Akhirnya, pengacara tersebut menemukan seorang penggali kubur dan meminta agar menutup dirinya dengan papan. "Ketika sang Dermawan melewatinya, mungkin ia akan mengira bahwa ini adalah jenazah. Dia mungkin akan melemparkan beberapa keping uang ke 'kubur'-ku, dan aku akan memberimu sebagian!"
Rencana itu dilaksanakan. Sepotong emas dari tangan sang Dermawan jatuh di atas jenazah. Si pengacara menangkapnya, takut kalau-kalau penggali kubur itu akan mengambilnya lebih dulu. Kemudian ia berbicara pada sang Dermawan; "Engkau telah menolakku atas hadiahmu. Lihat Bagaimana aku mendapatkannya!"
"Tidak ada satu pun yang dapat kau miliki dariku," jawab sang Dermawan, "hingga engkau mati. Inilah makna dari sebuah ungkapan bijak: 'Manusia harus mati sebelum kematiannya.' Hadiah ini datang setelah 'kematian' bukan sebelumnya. Dan 'kematian' ini, bahkan, tidak mungkin tanpa bantuan."
2. Perusakan Sebuah Kota
Seorang Sufi suatu saat berseru, di dalam keadaan lengang: "Aku akan menjadi sebab kerusakan kota ini."
Orang-orang telah mengira dia gila, atau sekadar mencoba menakut-nakuti masyarakat. Mereka tidak mengganggunya. Mereka juga tidak sedikit pun menaruh perhatian dengan apa yang dia katakan. Bagaimanapun, ia hanya seorang yang lemah dan tidak memiliki suatu kedudukan sosial.
Suatu hari, sang Sufi memanjat sebuah pohon dan jatuh. Tubuhnya menimpa dan mematahkan dinding waduk di bawahnya. Banjir yang diakibatkan oleh pecahnya dinding waduk tersebut, telah merusakkan dan menenggelamkan kota.
Hanya setelah peristiwa tersebut, ketika tubuhnya ditemukan, kata-katanya diingat orang.
3. Kuda Ajaib
Seorang raja mempunyai dua putra. Si sulung, membantu masyarakat dengan bekerja demi mereka, dalam cara yang mereka pahami. Sedang putra kedua, disebut 'Pemalas' karena ia seorang pemimpi, sejauh yang dapat dilihat orang.
Putra pertama mendapat penghargaan tinggi di negerinya. Anak kedua, memperoleh kuda kayu dari tukang kayu dan menaikinya. Namun kuda kayu tersebut adalah kuda ajaib. Membawa penunggangnya, kalau ia bersungguh-sungguh, sesuai keinginan hatinya.
Menuruti hasrat hatinya, suatu hari sang pangeran muda menghilang bersama kuda ajaibnya. Ia menghilang dalam waktu yang lama. Setelah mengalami banyak petualangan, ia kembali bersama putri cantik dari Negeri Cahaya. Ayahnya sangat gembira karena ia kembali dengan selamat, serta mendengarkan cerita tentang kuda ajaib.
Kuda tersebut dibuat, disediakan untuk siapa pun yang menginginkannya. Tetapi sebagian besar orang lebih suka memanfaatkan yang nyata, yang telah dibuktikan dengan tindakan oleh pangeran pertama kepada mereka, karena bagi mereka kuda kayu tersebut tampak seperti mainan. Mereka tidak menangkap atau mengerti di luar (melampaui) penampilan fisik kuda tersebut, yang memang tidak mengesankan -- hanya seperti mainan.
Ketika raja mangkat, 'pangeran yang suka bermain dengan mainan kanak-kanak' tersebut, karena harapan ayahnya, menjadi raja. Tetapi masyarakat pada umumnya membenci atau memandang rendah padanya. Mereka lebih suka pada kegembiraan, dan tertarik pada penemuan serta kegiatan praktis sang pangeran pertama.
Kalau tidak mendengar pangeran 'pemalas', kita tidak akan mengerti di luar penampilan fisik kuda kayu tersebut, baik dia mendapatkan seorang putri dari Negeri Cahaya atau tidak. Bahkan jika kita menyukai kuda, bukanlah bentuk luarnya yang dapat membantu kita bepergian hingga ke tujuan kita.
Advertisement