Tiga Humor Politik, Jangan Lupakan Ortu dan Petugas Agama
1. Jangan Pernah Melalaikan Orangtua
Suara HP berdering beberapa kali. Aku bangun... lalu angkat dan jawab telepon masuk.
"Kaaak...!!" suara adik terdengar, "Pesan Ibu.. Kakak disuruh pulang sekarang... Penting. Ini soal bapak..."
Jantungku langsung berdegup kaget. Seketika itu juga aku langsung termenung... Ingat orang tua, terlintas wajah ayah yang sudah menua ... Ketika ayah menggendong aku ke sawah... Mengantar ke Surau untuk belajar mengaji.
Tidak terasa air mataku menetes... Ayah, maafkan aku, aku lalai... Belum bisa berbakti sepenuhnya kepada ayah. Apalagi membahagiakanmu.
"Ya Allah ampuni aku. Titip ayahku... Jaga kesehatannya dan panjangkan umurnya..."
Saat itu juga, dengan buru-buru, aku mengunci pintu rumah. Lalu langsung hidupkan motor dan berangkat. Sepanjang jalan, aku amat hati-hati dan tetap fokus ke ayah... Takut ada apa-apa...
Hatiku makin kecut dan ciut. Sampai di kampung, terlihat begitu banyak bendera kuning. Banyak orang berkerumun, meja dan kursi tertata rapi. Hati semakin gak karuan... Air mata sudah jatuh duluan, bercucuran... Bendera kuning sudah menandakan kejadian sesungguhnya...
Sampai di depan rumah, bendera kuning makin banyak. Motor aku sandarkan asal-asalan. Kakipun terasa makin berat untuk melangkah. Aku langsung merangsek masuk ke dalam rumah, tidak lagi memperhatikan tetangga yang berdatangan, karena hati sudah gak karuan...
Pas masuk... Ibu langsung merangkulku.
"Ujang... Bapakmu nak..."
Aku tak menjawab karena menahan tangis...
"Bapak kamu, Nak... Sekarang diangkat menjadi ketua GOLKAR..."
2. Keturunan Pebisnis dan Politisi
Amrin Pembolos, saat masih kecil, suatu hari pulang dari sekolah suatu hari sedikit bingung. Ibunya adalah keturunan pebisnis dan ayahnya adalah keturunan politisi.
Akhirnya Amrin berkata, "Mama, apakah saya lebih pebisnis atau lebih politisi?"
"Apa itu benar-benar penting bagimu? Kamu hanya perlu bertanya kepada ayahmu", ibunya memberitahunya.
Ayah Amrin pulang kerja dan Amrin menanyakan pertanyaan yang sama,
"Ayah, apakah saya lebih pebisnis atau lebih politisi?"
"Pertanyaan macam apa itu, apakah itu penting? Mengapa kamu ingin tahu apakah kamu lebih pebisnis atau lebih politisi?" tanya ayahnya.
"Ayah, jadi seperti ini. Tadi saya bertemu Tommy di jalan dan dia ingin menjual sepedanya seharga Rp600.000, saya tidak tahu apakah saya harus menawarnya sampai Rp300.000, atau menunggu sampai gelap dan menyuruh orang untuk mencuri barang sialan itu!"
3. Pemuka Agama di Gedung DPR
Sepasang suami istri sedang mengunjungi gedung DPR di Jakarta. Dia melihat seorang pria tinggi yang baik hati yang merupakan seorang pemuka agama yang bertugas khusus di DPR.
Perempuan itu bertanya kepada petugas di dekat situ, "Apa yang dilakukan beliau? Apakah dia berdoa untuk anggota DPR?"
Petugas itu menjawab, "Tidak, dia ada di sini untuk melihat semua anggota DPR, lalu berdoa untuk keselamatan negara kita!"