Tiga Hal Sebabkan Sedikit Kiai di Muhammadiyah
Surabaya: Kecilnya jumlah kiai dalam Muhammadiyah disebabkan tiga hal. Menurut Prof Syafiq A Mughni MA PhD, Pertama, Muhammadiyah tidak memiliki banyak pesantren tradisional.
“Sebagaimana diketahui bahwa pesantren tradisional merupakan lembaga pendidikan yang secara intensif mengajarkan kitab-kitab ‘kuning’, dan sekaligus mengajarkan ilmu-ilmu alat untuk bisa menguasai kitab tersebut. Penguasaan terhadap kitab kuning merupakan faktor penting dalam diri seorang kiai,” kata Ketua PP Muhammadiyah, dikutip ngopibareng.id, Senin (17/07/2017)
Dijelaskannya, pesantren-pesantren modern yang dimiliki Muhammadiyah secara umum menekankan penguasaan ilmu-ilmu agama yang aplikatif tanpa menjadikan kitab ‘kuning’ sebagai rujukan utama. Pesantren tradisional juga merupakan tempat di mana kiai memiliki akar yang sangat kokoh.
Kedua, menurut Prof Syafiq A Mughni dirilis pwmu.co, kiai lebih mudah tumbuh dalam masyarakat tradisional. Dalam masyarakat tersebut, kedudukan seseorang lebih ditentukan sejak lahir (ascribed status). “Seseorang yang berdarah ‘hijau’ (keturunan kiai) punya kesempatan lebih besar untuk menjadi kiai dibanding orang lain,” tuturnya.
Sebaliknya, dalam masyarakat modern kedudukan seseorang ditentukan oleh prestasinya (achieved status). Dalam masyarakat ini, seorang keturunan darah ‘hijau’ punya kesempatan yang sama dengan keturunan darah ‘merah’ untuk memperoleh kedudukan terhormat.
“Dengan demikian, modernitas yang selama ini menjadi ciri pemikiran dan sikap sosial Muhammadiyah telah membuat ladang yang gersang bagi tumbuhnya kiai,” tambahnya.
Catatan ngopibareng.id, Muhammadiyah didirikan pada 1912 oleh seorang kiai bernama Ahmad Dahlan. Tokoh-tokoh Muhammadiyah pada periode awal, baik di pusat maupun daerah juga adalah kiai. Secara berturut-turut Pimpinan Pusat Muhammadiyah diketuai kiai, sejak Ahmad Dahlan sampai Azhar Basyir, yang wafat pada 1994.
Ada kesan yang semakin kuat, menurunnya jumlah kiai apabila dilihat dalam kepemimpinan organisasi maupun pengelolaan amal usaha. Seperti perguruan tinggi, sekolah dasar dan menengah, rumah sakit, dan panti sosial. (adi)