Tiga Hal Penting Ungkap Ihwal Menambah-nambah dalam Ibadah
Ulama kita menambah Sayyidina dalam salawat langsung disalahkan dan dianggap menambah syariat atau bidah. Juga bacaan istighfar setelah salat, bacaan zikir dan lainnya. Sloga mereka selalu "Islam sudah sempurna, jangan ditambah satu dikurangi".
Mereka menyalahkan kita saat ini apa belum tahu kalau ada banyak Sahabat juga nambah-nambah bacaan atau ibadah?. Mari baca satu persatu:
1. Ibadah Tambahan Ibnu Abbas
عَنْ أَبِى الْعَالِيَةِ قَالَ : رَأَيْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَسْجُدُ بَعْدَ وِتْرِهِ سَجْدَتَيْنِ .(رواه ابن ابي شيبة)
Abu al-Aliyah berkata: “Saya melihat Ibnu Abbas sujud 2 kali setelah salat witir” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah. Al-Hafidz Ibnu Hajar: Sanadnya sahih. Fath al-Bari 3/103)
Nabi tidak pernah melakukan sujud setelah witir, ternyata Sahabat Ibnu Abbas melakukannya.
2. Ibadah Tambahan Ibnu Umar
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ قَالَ ابْنُ عُمَرَ زِدْتُ فِيهَا وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ (رواه أبو داود 826)
Dalam kalimat Syahadat salat, Ibnu Umar berkata: Saya TAMBAHKAN bacaan Wahdahu la syarika lahu wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu” (Abu Dawud 826. Syekh Albani menilainya Sahih)
Tasyahhud yang diajarkan Nabi tanpa Bismillah, tapi Sahabat Ibnu Umar menambahkan:
عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ : عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّهُ كَانَ يَتَشَهَّدُ فَيَقُوْلُ بِسْمِ اللَّهِ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ الصَّلَوَاتُ لِلَّهِ الزَّاكِيَاتُ لِلَّهِ السَّلَامُ عَلَى النَّبِيِّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِيْنَ شَهِدْتُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ شَهِدْتُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله. رواه مالك والبيهقي إسناده صحيح (روضة المحدثين - ج 10 / ص 185)
“Diriwayatkan dari Nafi’ dari Malik, dari Ibnu Umar, bahwa ia membaca tasyahhud: DENGAN NAMA ALLAH. Semua penghormatan milik Allah....” (HR Malik dan al-Baihaqi, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Sanadnya sahih. Raudlat al-Muhadditsin 10/185)
3. Ibadah Tambahan Ibnu Mas'ud
Beliau menambahkan bacaan dalam Tasyahhud:
وَعَنِ الشَّعْبِي قَالَ كَانَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ بَعْدَ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيًّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ "السَّلَامُ عَلَيْنَا مِنْ رَبِّنَا". (رواه الطبراني في الكبير ورجاله رجال الصحيح مجمع الزوائد ومنبع الفوائد - ج 1 / ص 318)
Diriwayatkan dari Sya’bi bahwa Ibnu Mas’ud setelah doa (dalam Tahiyat) –Assalamu alaika ayyuha an-Nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuhu- Ibnu Mas’ud berkata: ASSALAMU ALAINA MIN RABBINA” (Riwayat Thabrani dalam al-Kabir, perawinya adalah perawi sahih)
Sebelum atau setelah hari raya Nabi tidak melakukan salat sunah. Tapi Sahabat Ibnu Mas'ud menambah ibadah salat sunah:
وَعَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ وَقَتَادَةَ أَنَّ ابْنَ مَسْعُوْدٍ كَانَ يُصَلِّي بَعْدَهَا أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَوْ ثَمَانٍ وَكَانَ لَا يُصَلِّي قَبْلَهَا. (رواه الطبراني في الكبير بأسانيد صحيحة إلا أنها مرسلة. مجمع الزوائد ومنبع الفوائد - ج 1 / ص 353)
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin dan Qatadah bahwa Ibnu Mas’ud salat setelah hari raya 4 atau 8 rakaat, dan ia tidak salat sebelum hari raya” (Riwayat Thabrani dalam al-Kabir, dengan sanad-sanad yang sahih, hanya saja sanadnya Mursal)
Kenapa banyak sekali Sahabat Nabi yang menambah amalan dan bacaan ibadah tanpa perintah dan contoh dari Nabi? Sebab Nabi memang tidak melarang menambah bacaan-bacaan dalam ibadah selama bacaan tersebut dibenarkan.
Silakan simak secara seksama sebuah hadis ketika Sahabat bermakmum kepada Nabi dan ia menambahkan bacaan:
ربنا ولك الحمد حمدا كثيرا طيبا مباركا فيه
Lalu Nabi memuji bacaan tersebut (HR al-Bukhari). Padahal Sahabat tersebut tidak diperintahkan oleh Nabi.
Dari hadis ini Amirul Mu'minin fil hadis, al-Hafidz Ibnu Hajar, berkata:
وَاسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى جَوَازِ إِحْدَاثِ ذِكْرٍ فِي الصَّلاَةِ غَيْرِ مَأْثُوْرٍ إِذَا كَانَ غَيْرَ مُخَالِفٍ لِلْمَأْثُوْرِ (فتح الباري لابن حجر)
"Hadis ini dijadikan dalil diperbolehkannya memperbaharui zikir di dalam salat yang tidak diajarkan oleh Rasulullah selama zikir tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah" (Fathul Bari 2/287)
Mereka akan menyanggah kenapa tidak menambah rakaat Zuhur menjadi 5 rakaat? Lha di sinilah ketidaktahuan mereka dalam membedakan mana ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah. Memangnya apa itu mahdhah dan ghairu mahdhah? Ya harus belajar lagi ke pondok.
Kiai Muhammad Ma'ruf Khozin, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Suramadu.