Psikiater: Tiga Faktor Utama Remaja Awal Berperilaku Gengster
Fenomena kenakalan remaja terpapar geng di Kota Surabaya kembali menjadi sorotan. Beberapa waktu lalu, dua geng yaitu geng All Star dan geng Jawara, beranggota remaja awal usia 13 hingga 15 tahun ini beraksi. Mereka nyaris melakukan baku hantam di salah satu taman di Surabaya. Untung saja aksi keduanya bisa digagalkan oleh anggota kepolisian Surabaya.
Fenomena kenalakan remaja yang terpapar geng memang bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya beberapa kasus kenalakan remaja secara berkelompok (geng) juga kerap ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.
Menurut Dr. Yunias Setiawati,dr,Sp.KJ (K) spesialis kesehatan jiwa, tingkah laku berkelompok atau membuat geng di usia remaja awal memang lumrah terjadi.
"Sebenarnya tingkah laku ini normal pada remaja awal. Karena di usia ini remaja ingin diakui dalam masyarakat dan mencari jati diri. Tidak semua geng pada remaja itu selalu mengarah kekerasan dan kriminalitas," ujar Dr. Yunias Setiawati,dr,Sp.KJ (K) kepada ngopibareng.id.
Bila diarahkan dengan baik, tentunya geng ini bisa menjadi positif. Tapi, menurut dokter yang akrab disapa Yunias ini, bila cenderung tidak diarahkan tentunya mereka akan mencari cara lain yang bisa jadi salah.
Yunias mengungkapkan, ada tiga faktor utama yang melatarbelakangi para remaja cenderung membentuk geng yang sering memilih kekerasan sebagai jalan mereka untuk diakui.
Faktor pertama, yaitu faktor pola asuh orang tua. Orang tua yang menerapkan cara mendidik protectif dominan atau selalu melarang, kasar, tumbuh keluarga penuh celaan. Contohnya, orangtua sering mengatai anaknya bodoh, jelek dan lainnya.
"Mereka tumbuh dalam keluarga yang disiplin kaku. Faktor-faktor ini akan mempengaruhi emosinya. Karena pada usia ini remaja memang sangat sulit diberi tahu. Ia hanya peduli dengan contoh-contoh yang nyata saja." kata dokter RSUD Dr. Soetomo ini.
Bila pola asuh ini terus diterapkan, emosi remaja yang keras akan terbentuk dan diimplementasikan pada pergaulannya.
Faktor kedua, ialah genetik. Sifat seorang anak tentu sedikit banyak dipegaruhi oleh genetik dari orang tuanya.
"Bila ayahnya tempramen mungkin saja genetik tersebut menurun pada anaknya," sambungnya.
Yang terakhir, faktor ketiga, adalah faktor lingkungan. Menurut Yunias faktor lingkungan merupakan faktor pembentuk karakter remaja yang paling dominan.
"Banyak ditemui terkadang kekerasan menjadi hal yang lumrah dalam pergaulan. Dan kalau tidak mengikuti hal tersebut akan dikucilkan dari lingkungan," ujarnya.
Ditambahkannya, untuk mencegah seorang anak berprilaku tempramen dan berimbas pada pergaulannya saat remaja. Sebaiknya orang tua mengenali ciri-cirinya.
"Ciri-ciri anak yang temperamental, antara lain sulit makan, rewel dan tumbuh kembang lambat. Kalau sudah ada gejala ini sebaiknya konsultasikan dengan psikolog maupun psikiater agar bisa diterapi," tuturnya.