Tiga Faktor Utama Penyebab Angka Kematian Ibu di Jatim Tinggi
Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Timur (Jatim) tertinggi di Indonesia. Terlebih ketika pandemi Covid-19 melanda, angkanya semakin melonjak. Ada tiga faktor utama yang mempegaruhi hal tersebut.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur, Dokter Sutrisno mengatakan, faktor utama penyebab kematian ibu di Jatim dikarenakan hipertensi atau tekanan darah tinggi, dalam bahasa medis disebut preeklamsia. "Itu angka sekitar 40 persen karena preeklamsi atau eklamsi ini. Kedua, karena pendarahan," kata Selasa, 29 November 2022.
Lanjut, dokter Sutrisno yang ketiga dikarena beberapa penyakit baru yang sering muncul. Seperti, kelainan jantung, autoimun dan plasenta akreta.
"Plasenta akreta kondisi kehamilan serius yang terjadi ketika plasenta menempel pada daerah sekitar panggul, itu sangat sukar untuk dioperasi. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh tingginya angka operasi sesar atau sectio yang dilakukan," jelasnya.
Di samping itu, ia mengungkapkan tiga kota atau kabupaten dengan jumlah kematian ibu tinggi didominasi oleh kota-kota besar. Seperti Jember, Surabaya dan Malang.
"Nomor satu Jember, disusul Surabaya lalu Malang. Tapi yang menjadi catatan angka tersebut juga dipengaruhi kasus rujukan berat dari daerah yang dikirim ke kota-kota besar," terangnya.
Menurutnya, permasalahan kematian ibu di Jatim ini sangat kompleks, sebab bila dilihat jumlah rumah sakit dan tenaga kebidanan sudah sangat memadai, tapi angka tersebut tetap tinggi.
"Di Jatim ada sebanyak 404 rumah sakit, spesialis kebidanan hampir 700 orang, bidan ada ribuan, perawat ada ratusan ribu tapi angkanya masih tinggi. Ini memang sangat kompleks, kita semua harus mengedukasi ibu hamil di daerah pelosok agar aktif menjaga kesehatannya sendiri jangan sampai pasif," pungkasnya.
Ia menambahkan, rata-rata usia ibu hamil yang mengalami kematian adalah usia 35 tahun ke atas, meskipun pada kasus tertentu ada pula yang berusia lebih muda.
Untuk diketahui, pada tahun 2018 hingga 2020 angka kematian ibu di Jatim sekitar 550 hingga 560 kasus. Tapi saat pandemi Covid-19, tepatnya tahun 2021 angkanya mencapai 1.297.