Tiga Desa dari Dua Kecamatan di Mojokerto Kekurangan Air Bersih
Tiga Desa di Mojokerto masih mengalami krisis air bersih. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mojokerto menunjukkan, ribuan warga terdampak krisis air bersih.
Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Mojokerto Abdul Khakim mengatakan, tiga desa yang mengalami krisis air bersih tersebar di 2 Kecamatan. Yakni, Kecamatan Ngoro dan Trawas
“Krisis air bersih mulai 1 Juni dan akan berakhir 3 Agustus (2024),” ujarnya, Jumat 26 Juli 2024.
Dari dua Kecamatan tersebut, ada 6 Dusun di Desa terdampak. Pertama, Dusun Buluresik dan Gajah Mungkur, Desa Manduro Manggung Gajah. Terdiri dari 1.861 Jiwa dan 597 KK.
Kedua, Dusun Duyung dan Bantal Desa Duyung. Terdiri dari 1.522 jiwa dan 483 KK yang terdampak krisis air bersih.
Sedangkan ketiga di Desa Kunjorowesi sebanyak 4.937 jiwa dan 1.558 KK. Rinciannya, 1.625 jiwa di Dusun Kunjoro dan 3.313 jiwa di Dusun Kandangan.
Khakim menjelaskan, pihaknya telah menerima surat permohonan bantuan droping air bersih dari 3 Desa tersebut. Masing-masing Pemerintah Desanya melaporkan kondisi desa sejak terkendala mengakses air bersih.
Saat ini, BPBD Kabupaten Mojokerto telah mendistribusikan air bersih ke desa yang dilanda krisis air bersih. Setiap hari ada 10 tangki mengirim ar bersih.
“Di Kunjorowesi mendapat empat tangki, Desa Manduro Manggung Gajah tiga tangki, dan Desa Duyung 3 tangki. Berarti setiap hari ada 10 tangki yang dropping,” ungkap Khakim.
Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati telah menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan dan karhutla tahun 2024 pada 19 Juni lalu. Status tanggap darurat tersebut berlaku hingga 15 November mendatang.
Menurut Khakim, penyebab krisis air bersih di setiap desa tak jauh berbeda. Yakni tak ada sumber mata air. Sejatinya, pada tahun 2023 Pemda berencana membangun sumur bor di Desa Kunjorowesi untuk mengatasi krisis air. Akan tetapi, belum terealisasi kerena butuh pengkajian ulang dan dana yang cukup besar.
“(Pengoboran sumber air) masih dikaji ulang dengan pengukuran kedalaman sumber air. Kedalamanya 200 meter, bor tidak kuat karena daerah pegunungan penuh bebatuan,” terang Khakim.
Sedangkan di Desa Duyung, mengalami krisis air bersih lantaran tidak ada sumber air bersih meski terletak di bawah kaki Gunung Penanggungan. Sehingga diperlukan pipanisasi dari desa tetangga.
Khakim menyebut, pemerintah berencana memanfaatkan sumber air Dlundung di Desa Ketapanrame. Namun, masih butuh dikaji ulang terkait dengan biaya.
Di samping itu, pihaknya juga akan melakukan pendekat kepada masyarakat Desa Ketapanrame.
“Kita mengajukan pengambilan air di Dlundung Desa Ketapanrame mau dibawah kesitu (Duyung). Tapi masih dikaji ulang terkait penghitungan biaya. Karena masyarakat disana juga kekurangan air, maka kita akan melalukan pendekatan,” pungkas Khakim.