Tiga Catatan Tragedi Karbala, Makna dalam Khazanah Santri
Tragedi dan kejayaan adalah kutub yang saling berhadaban dalam kehidupan. Dalam tarikh Islam, di samping kejayaan yang memunculkan kontribusi bagi peradaban dunia, terdapat tragedi yang menegangkan.
Tragedi Karbala, misalnya, menjadi momentum penting dalam perjalanan memahami Islam, dari konteks sejarah. Bagaimana maknya bagi kalangan santri dan pesantren?
Berikut KH Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Dar-el Quran, Arjawinangun Cirebon memberi renungan tentang hikmah peristimewa bersejarah dalam Islam tersebut:
Catatan Pertama
Dalam sejarah kaum Syi’ah, 10 Muharram, menjadi hari yang sangat penting dan agung. Karena pada tanggal itu Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu kesayangan Nabi, dan keluarga serta mereka yang ikut bersamanya terbunuh dan dibantai secara kejam di sebuah daerah bernama Karbala. Ia terbunuh sesudah mengalami isolasi dan pertempuran selama 3 hari di tempat itu, oleh pasukan yang dikirim Yazid bin Mu’awiyah. Pada setiap tahun sejak saat itu, para pengikut Imam Ali bin Abi Thalib, menjadikan hari itu sebagai hari perkabungan internasional.
Sebuah kisah tentang ini menyebutkan:
Suatu hari Husein, putra Ali, diundang untuk datang ke Kufah, Irak oleh warganya. Mereka berjanji akan memberikan dukungan bagi kekuasaanya, menggantikan kakaknya Hasan bin Ali bin Abi ThalibThalib yang mati konon karena diracun. Beberapa orang sahabat menyarankan agar Husein tidak berangkat ke sana. Ada pengalaman bahwa tidak semua orang Kufah jujur.
Abd Allah bin Zubair mengatakan kepada Husein :
أين تذهب؟! تذهب إلى قوم قتلوا أباك وطعنوا أخاك. لا تذهب فأبى الحسين إلا أن يخرج.
“Akan kemanakah, kau Husein?. Apakah kau akan pergi menemui kaum yang telah membunuh ayahmu dan menikam kakakmu; Hasan?. Urungkan keinginanmu untuk pergi ke sana”.
Ibn Abbas juga menyampaikan nasehat agar Husein mengurungkan kepergiannya ke Irak. Ia mengatakan :
يابن عم، إني أتخوف عليك في هذا الوجه الهلاك، إن أهل العراق قوم غُدر فلا تغترَنَّ بهم، أقم في هذا البلد .فقال الحسين بن علي: يابن عم، والله إني لأعلم أنك ناصح شفيق، ولكني قد أزمعت المسير. فقال له: فإن كنت ولا بد سائرًا فلا تسر بأولادك ونسائك، فوالله إني لخائف أن تُقتَلَ كما قُتِلَ عثمانُ ونساؤه وولده ينظرون إليه.
“Husein, putra pamanku, sungguh aku sangat mengkhawatirkanmu. Warga Irak adalah kaum yang sering tidak setia. Kamu jangan terjebak pada bujuk-rayu mereka. Tinggal saja di sini”. Husein menjawab : “putra pamanku, Demi Allah, aku mengerti engkau telah memberikan nasehat yang baik. Terima kasih. Tetapi aku telah bertekad untuk berangkat ke sana”. Ibnu Abbas mengatakan lagi : “Jika engkau harus berangkat, aku berharap tidak membawa anak-anak, perempuan-perempuan dan keluargamu. Demi Allah, aku khawatir engkau akan dibunuh, sebagaimana Utsman. Dan kematian itu disaksikan oleh kaum perempuan, keluarga dan anak laki-lakinya”.
Tetapi Husein mengabaikan saran itu. Ia bergeming. Ia percaya pada janji warga Kufah yang akan memberinya janji sumpah setia (baiat) kepadanya.
Husein mengatakan, "Saya sudah melakukan istikharah dan akan berangkat kesana". Oleh karena itu dia tetap ingin datang ke sana bersama keluarganya dan pengikutnya yang diperkirakan terdiri dari 72 anggota keluarga dan kurang dari 100 orang pengikutnya.
Catatan Kedua
Di Karbala, beberapa kilometer dari Kufah tentara Yazid bin Muawiyah, dalam jumlah besar, di atas 3000 tentara, dibawah panglimanya; Ubaidillah Ibn Ziyad, segera menghadangnya. Ibn Ziyad mengajukan tawaran agar Husein tunduk kepada Yazid bin Mu’awiyah.
Husein menolak. Ia tidak mau mengakui kekuasaan Yazid yang tidak sah. Dia dan ayahnya telah merampas kekuasaan Ali bin Abi Thalib, ayahnya.
Maka perang tak sebanding berlangsung sengit. Husein, para pengikut dan keluarganya, kecuali sejumlah perempuan dan putranya, Ali Zainal Abidin Al Sajjad, dibantai. Kepala Husein dipisahkan dari tubuhnya, lalu ditaruh di sebuah wadah semacam mangkok besar.
Sesudah itu kepala Husein dibawa ke Damaskus, dan diserahkan kepada Yazid. Konon, saat melihat potongan kepala tersebut, Yazid, berduka dan menangis.
Informasi lain menyebutkan, Yazid justeru senang dan merasa puas. Beberapa waktu kemudian Yazid menyerahkannya kepada Zainab yang diusirnya agar membawa kepala itu ke Mesir. Menurut satu versi, perempuan ini lalu mengubur kepala Husein itu di Kairo. Mesir.
Kuburan itu berada di tempat yang kini dikenal dengan Masjid Husein. Sementara tubuhnya dikubur di Karbala, Irak. Ini menurut sebuah versi.
Peristiwa Karbala dikenang sepanjang masa oleh muslim Syi’ah sebagai sebuah tragedi kemanusiaan terbesar. Sampai hari ini kaum Syi’ah di seluruh dunia, memperingatinya sebagai hari duka nestapa.
Hari besar 10 Muharram ini merupakan ritus keagamaan terpopuler dan paling besar dalam tradisi kaum Syiah. Jutaan manusia berkumpul di pusat terbunuhnya Imam al-Husein, Karbala, Irak. Berbagai acara ritual mengenang kematian al-Husain bin Ali bin Abi Thalib digelar di seluruh penjuru Irak dan Iran, dengan beragam cara.
Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang sengaja memukul-mukul dada dan melukai tubuh mereka sendiri sampai berdarah-darah, sambil meraung-raung, berteriak-teriak menyebut nama cucu Nabi itu. Cara ini dilakukan guna ikut mengalami penderitaan al-Husein itu yang tak terkirakan.
Para pengikut Ali (Syi’ah Ali) di berbagai negara, memperingati hari Asyura selama 10 hari, sejak tanggal 1 hingga tanggal 10 Muharram. Selama itu, bendera hitam setengah tiang dikibarkan. Selain peringatan tanggal 10 muharram itu, mereka juga menyelenggarakan upacara perkabungan selama 40 hari.
Catatan Ketiga
Di Kairo, Mesir terdapat masjid Husein di bilangan yang populer disebut dengan namanya : Husein. Ia berdampingan dengan masjid (Jami’) Al Azhar. Sebagian kaum Syi’ah meyakini bahwa sebagian tubuh Husein dikubur di sana. Sampai hari ini kuburan itu diziarahi banyak orang laki-laki dan perempuan. Di tempat itu mereka berdoa dan menangisi Sayyid Husein. “Waa Husaynaaah..... Waa Husaynaaah” (Duhai Husein.... Duhai Husein....Oh Husein). Suara-suara duka itu memang memilukan dan menyayat-nyayat hati. Mereka mencintai cucu Rasulullah saw, dan menyesali kematiannya yang tragis itu.
Kaum Sunni juga mencintai cucu Rasulullah ini, demikian pula mencintai anak-anak, menantu beliau, Ali bin Abi Thalib dan keluarganya yang lain. Mereka selalu menyanyikan bait-bait yang berisi puji-pujian bagi mereka dalam banyak keadaan dan situasi. Sebagian orang mengatakan bahwa membaca syair ini pada orang yang sakit demam dan kena wabah diyakini bisa menyembuhkannya. Pada waktu aku masih kecil, aku diajari ayah dan kakekku syair itu :
لِى خَمْسَةٌ أُطْفِى بِهَا حَرَّ اْلوَبَآءِ الْحَاطِمَة
الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَفَاطِمَة
Aku punya Lima orang kekasih
Berkat mereka sakit panasku sembuh
Al Musthafa (Muhammad Saw)
Al Murtadha (Ali bin Abi Thalib)
Dua orang puteranya :
Hasan dan Husein
Dan Fatimah.
Doa di bawah ini hendaknya dibaca pada hari Asyura yaitu tanggal 10 Muharram, akan lebih baik jika dibaca berjama’ah selepas melaksanakan shalat maghrib malam 10 Muharram,
اللَّـهُمَّ ياَمُفَرِّجَ كُلِّ كَرْبٍ
وَياَ مُخْرِجَ ذِى النُّوْنِ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ
وَياَجاَمِعَ شَمْلَ يَعْقُوْبَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ
, وَياَغاَفِرَ ذَنْبِ دَاوُدَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ
وَياَكاَشِفَ ضُرِّ أَيُّوْبَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ
وَياَساَمِعَ دَعْوَةَ مُوْسَى وَهاَرُوْنَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ ,
وَياَخاَلِقَ رُوْحِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ ,
وَياَرَحْمَنُ الدُّنْياَ وَالأَخِرَةِ وَأَطِلْ عُمْرِى فىِ طاَعَتِكَ وَمَحَبَّتِكَ وَرِضاَكَ
ياَأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَأَحْيِنِى حَياَةً طَيِّبَةً وَتَوَفَّنِى عَلَى الإِسْلاَمِ وَالإِيْماَنِ ياَأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ,
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالحَمْدُ ِللهِ رَبِّ العاَلَمْيَنَ
Ya Allah wahai Yang membebaskan segala kesulitan,
Wahai Yang melepaskan Nabi Yusuf Dzin-Nun di hari ‘Asyura,
Wahai Yang menyembuhkan derita Nabi Ya’qub di hari ‘Asyura,
Wahai Yang mengampuni dosa Nabi Daud di hari ‘Asyura,
Wahai Yang menyembuhkan derita Nabi Ayub di hari ‘Asyura,
Wahai Yang mendengar do’a Nabi Musa dan Nabi Harun di hari ‘Asyura,
Wahai Yang menciptakan ruh Nabi Muhammad Saw di hari ‘Asyura,
Wahai Yang mengasihi dunia dan akhirat panjangkanlah umurku dalam taat ibadah dan cinta kepadaMu,
Wahai Yang maha Pengasih diantara yang pengasih hidupkan-lah aku dalam kehidupan yang baik, matikanlah aku dalam kepasrahan dan percaya kepada-Mu
Wahai Yang maha Pengasih diantara yang PengasihPengasih.
Demikian catatan KH Husein Muhammad, kiai aktivis yang dikenal sabahat Gus Dur. (28.08.2020)
Advertisement