Tiga Cara Pengangkatan Pemimpin dalam Tarikh Islam
Makna Khalifah adalah pengganti (penerus) kepemimpinan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW) dalam menegakkan dien Islam.
Khalifah pertama Abu Bakar Ash-Shiddiq menggantikan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam, Khalifah kedua Umar bin Khattab menggantikan Abu Bakar Ash Shiddiq, Khalifah ketiga Usman bin Affan menggantikan Umar bin Khattab dan Khalifah keempat Ali bin Abi Thalib menggantikan Usman bin Affan.
Dalam sejarah Islam (Tarikh Islam) disebutkan, pengangkatan pemimpin Muslimin dilakukan dengan salah satu dari tiga cara.
1). Syura (Musyawarah).
2). Al-Istikhlaf (Penunjukan).
3). Al-Ghalabah (Kekuatan).
Penjelasan Setiap Cara (Jalan)
SYURA (Musyawarah), yaitu pengangkatan oleh Ahlul Halli Wal ‘Aqdi (AHWA) dari para ulama dan Ahluts Tsughur, sebagaimana Kekhalifahan Abu Bakr Radhiyallahu ‘anhu yang diangkat dengan jalan syura berdasarkan ijma’.
Begitu juga seperti kisah diangkatnya Utsman Radhiyallahu ‘anhu dengan jalan syura dari enam orang sahabat yang ditunjuk oleh Umar Radhiyallahu ‘anhu untuk memilih pemimpin setelah nya.
Dan seperti kisah diangkatnya Ali Radhiyallahu ‘Anhu yang dibai’at oleh Ahlul Halli Wal ‘Aqdi (AHWA) setelah Utsman Radhiyallahu ‘Anhu terbunuh.
2- AL ISTIKHLAF (Penunjukan), yaitu pemimpin mukminin (Khalifah) menunjuk seseorang yang kelak akan menggantikan nya.
Hal ini seperti yang dilakukan Abu Bakr Radhiyallahu ‘Anhu yang menyerahkan kepemimpinan mukminin setelah nya kepada Umar Radhiyallahu ‘Anhu.
3- AL GHALABAH (Kekuatan) yaitu sekelompok mukminin dengan kekuatan nya yang berhasil mengatur (mengendalikan) keamanan suatu negeri yang chaos (kacau) atau vacuum of power (Kekosongan Penguasa) dan mereka memimpin dengan Kitabulloh dan Sunnah Rosul Nya.
Kapanpun hal itu terjadi maka kepemimpinan nya berlaku, bai’at tercapai dan haram memberontak kepada nya sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Jika kalian dipimpin seorang budak Afrika keriting maka dengar dan taatlah kepada nya selama ia memimpin kalian dengan Kitabullah”.
Karena itu, kapanpun seseorang berhasil menjadi pemimpin mukminin dengan salah satu dari tiga cara tersebut, maka wajib atas mukminin untuk membai’at (berjanji setia) nya sebagai kholifah atau amir (pemimpin) Mukminin selama dia memimpin dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
Demikian fakta sejarah yang bisa menjadi pelajaran bagi kehidupan kita sekarang.
Wallahu a'lam.