Tiga Bulan, 33 Balita Stunting Konsumsi Daun Kelor di PMT, Ini Hasilnya
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) sumber protein hewani diperkaya daun kelor pada 33 balita stunting dan anemia di Kalurahan Kelor dan Wiladeg, Kapanewon Karangmojo, Gunungkidul sejak bulan Maret-Mei 2024.
Makanan tambahan diperkaya daun kelor tersebut diformulasi menggunakan bahan pangan lokal yang mudah didapat, terutama mengandung sumber protein hewani.
Itu adalah program yang dikembangkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP). Kegiatan pemantauan status gizi anak balita stunting diselenggarakan di Kantor Kalurahan Kelor akhir Mei 2024 lalu.
Menurut periset PRTPP Dini Ariani berdasarkan hasil analisa kadar hemoglobin (Hb) dari 29 balita yang hadir dan diperiksa status gizinya setelah tiga bulan pemberian PMT menunjukkan 44,83 % mengalami kenaikan Hb, sedangkan 68,97 % menunjukkan kadar Hb normal (di atas 11).
“Secara umum intervensi PMT yang kami lakukan mengalami hasil yang positif meskipun belum bisa meningkatkan kadar Hb balita penderita anemia dan stunting 100 %,” paparnya dikutip di laman BRIN pada Jumat 7 Juni 2024.
Dini Ariani menambahkan selain meningkatkan kandungan gizi, faktor lain yang harus diperhatikan dalam pembuatan makanan tambahan pada balita adalah cara pengolahan dan penyajian yang mudah, serta variasi menu makanan agar disukai balita.
“Di samping makanannya bergizi, yang terpenting adalah bagaimana menyediakan PMT yang disukai balita sehingga kebutuhan gizi akan tercukupi,” terangnya.
Menurutnya langkah pertama yang harus dilakukan dalam pemilihan menu makanan tambahan adalah melakukan survey ketersediaan bahan pangan lokal yang mudah didapat dan disesuaikan dengan kearifan lokal daerah.
“Kebetulan di Kalurahan Kelor ini, sesuai dengan namanya banyak penduduk menanam pohon kelor dan memanfaatkan daunnya sebagai sayuran, teh celup dan beberapa camilan. Oleh sebab itu kami memanfaatkan daun kelor dalam pembuatan makanan tambahan balita,” ujarnya.
Langkah selanjutnya setelah dilakukan fomulasi makanan adalah menganalisis kandungan gizi produk. Ia menjelaskan gizi yang terkandung dalam PMT harus sesuai dengan standar makanan lokal untuk balita dan ibu hamil yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2023. “Kandungan protein yang dipersyaratkan untuk balita sasaran pada kegiatan ini yaitu minimal mengandung 6-10 % protein,” tegas Dini.
Kepala PRTPP Satriyo Krido Wahono, menyebut revitalisasi ketahanan pangan yang didalamnya termasuk upaya penanganan stunting merupakan target kegiatan strategis PRTPP tahun 2022-2024. “Dari awal diresmikan salah satu fokus kegiatan riset di PRTPP adalah diversifikasi produk makanan serta mengeksplorasi bahan pangan lokal yang kaya akan zat besi, kalsium, zinc, dan protein yang sangat dibutuhkan oleh balita stunting dan ibu hamil,“ jelasnya.
Ia menjelaskan PRTPP yang berlokasi di Gunungkidul dan berada di salah satu kabupaten dengan kasus stunting tertinggi di Indonesia ini harus berorientasi pada riset dan inovasi yang mampu menjadi solusi terhadap permasalah tersebut.
“Sementara ini baru balita di Kapanewon Karangmojo yang sudah mendapatkan intervensi formula makanan pendamping, ke depan ada daerah lain yang akan diintervensi khusus untuk ibu-ibu hamil yang kekurangan gizi,” pungkasnya.
Advertisement