Tiga Amalan Bisa Dilakukan Perempuan Haid, Menurut Muhammadiyah
Ada beberapa ketentuan yang tetap bisa dilakukan perempuan haid. Hal ini dapat dipahami sebab dalam Islam, paradigma dasar fikih tentang perempuan haid tidak memposisikan mereka sebagai kelompok manusia yang perlu diisolasi dari masyarakat.
Fikih memandang status mereka sama dengan orang yang sedang mengalami hadas. Dalam tradisi fikih, hadas sama sekali bukan hal yang dipandang negatif, termasuk dengan haid.
Di bawah ini beberapa amalan yang tetap boleh dilakukan perempuan haid yang selama ini dipandang tabu di masyarakat, menurut Muhammadiyah, sebagai berikut:
Pertama, Membaca Al-Quran
Dalam Fatwa Tarjih disebutkan larangan membaca al-Qur’an bagi orang yang berhadas besar hanyalah berdasarkan etis dan kepatutan serta sebagai tanda memuliakan dan menghormati Kalamullah. Tidak ditemukan hadis yang dapat dijadikan hujjah dan dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya. Bahkan ada hadis sahih dari ‘Aisyah yang mengisyaratkan bahwa orang yang berhadas besar boleh membaca al-Qur’an, bunyinya: “adalah Rasulullah SAW menyebut nama Allah dalam segala hal.” (HR. Muslim).
Memang yang paling baik bagi orang yang hendak membaca Al-Qur’an adalah ia dalam keadaan suci dari hadas dan najis, serta berwudu terlebih dahulu. Karena yang akan kita baca bukan sembarang kitab, melainkan wahyu Allah yang menjadi petunjuk hidup bagi manusia. Akan tetapi, hal ini tidak berarti melarang perempuan haid membaca Al Quran.
Kedua, Berdiam di Masjid
Perempuan haid boleh saja masuk masjid jika ada hajat, inilah pendapat yang lebih tepat. Karena terdapat dalam kitab sahih (yaitu Sahih Muslim) bahwasanya Nabi SAW berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku sajadah kecil di masjid.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang haid”. Lantas Rasul SAW bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu”. Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi perempuan haid untuk memasuki masjid jika: 1) ada hajat; dan 2) tidak sampai mengotori masjid. Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi perempuan haid yang ingin masuk masjid.
Ketiga, Tawaf Wadak
Jika seorang perempuan mengerjakan seluruh manasik haji dan umroh, lalu datang haid sebelum keluar untuk kembali ke negerinya dan haid ini terus berlangsung sampai batas waktu pulang, maka ia boleh berangkat tanpa tawaf wadak berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas RA: “Diperintahkan kepada jamaah haji saat saat terakhir bagi mereka berada di baitullah (malakukan tawaf wadak), hanya saja hal ini tidak dibebankan kepada perempuan yang sedang haid.”(HR. Al-Bukhari).
Sumber: muhammadiyah.or.id