Tiga Alasan Perjuangan Hidup & Pemikiran Al-Ghazali Perlu Dikaji
Di kalangan ulama pesantren, Abu Hamid Al Ghazali alias Imam Al-Ghazali sangat dikenal lewat karya magnum opusnya, kitab Ihya Ulumuddin. Pemikiran di bidang tasawuf tokoh yang lahir 505 H atau 1111 Masehi merupakan pemikir Muslim paling berpengaruh pada Abad Pertengahan.
Karya intelektualnya yang tajam, bernas, dan ensiklopedis membuat namanya terkenal baik di Barat maupun di Timur dan dipuji sekaligus dikritik oleh banyak pihak. Meski hidup pada seribu tahun yang lalu, tapi poin-poin pemikiran Sang Hujjatul Islam masih relevan dikaji untuk era saat ini.
Ada tiga alasan mengapa perlu mengkaji Al Ghazali.
Pertama, Al-Ghazali merupakan tokoh intelektual sekaligus spiritual.
Tulisan serta tindakannya memberi teladan keilmuan yang bekenaan dengan epistemologi, pada saat yang bersamaan ia juga memberi teladan kehidupan yang berkenaan dengan etika. Hal tersebut penting sebagai solusi atas permasalahan dunia modern.
Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Amerika Serikat Muhamad Rofiq Muzakkir mengungkapan, dunia modern telah mengakibatkan alpanya kontribusi Islam dalam menata dunia. Ekspansi dunia Barat bukan hanya bersifat politik, tapi lebih dari itu bersifat epistemik dan etik.
Akibatnya, saat ini bangsa Barat ditempatkan sebagai satu-satunya pusat rujukan (the only referent) dalam pikiran dan tindakan umat Islam.
Solusi dalam mengatasi masalah ini adalah kembali pada turats sebagai warisan dari masa silam yang mengajarkan seorang muslim tentang bagaimana cara berpikir dan beretika. Menurut Rofiq, kehidupan dan pemikiran Al Ghazali menyediakan hal ini.
“Jadi kita belajar tentang Al Ghazali itu belajar tentang cara berfikir sekaligus mengambil pelajaran etis bagaimana cara berperilaku kita sebagai hamba Allah,” ujar alumni Arizona State University ini dalam kajian tentang Al Ghazali yang diselenggarakan PCIM Amerika Serikat dan Center for Integrative Science and Islamic Civilization (CISIC) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Sabtu 3 Agustus 2022.
Kedua, Al Ghazali adalah tokoh yang multitalenta, menguasai ilmu naqli semendalam ilmu aqli.
Ragam kitab telah ditulis dari usul fikih: Al Mustashfa fi Ilm al-Ushul; politik: Al Tibr al Masbuk fi Nasihah al Muluk; tasawuf: Ihya ‘Ulum al-Din; hingga filsafat: Tahafut al-Falasifah. Karya-karyanya ini begitu melegenda lintas zaman dan peradaban. Inilah alasan mengapa berderet-deret predikat kesarjanaan paripurna dianugerahkan para tokoh besar kepadanya: dari sang Hujjat al-Islam, Mujaddid al-Qarn al-Khamis, hingga Bahrun Muhriq.
Ketiga, Hujjatul Islam merupakan tokoh yang pengaruhnya sangat besar dalam sejarah Islam.
Pengaruhnya yang kuat hingga melampaui masanya ini dapat dijadikan medium untuk me-reclaim sejarah Islam. Buku-buku yang ditulis setelah Al Ghazali dapat dikatakan adalah uraian, catatan kaki, komentar, atau bahkan kritik untuk pandangan yang diajukan Al Ghazali. Jadi dengan mengkaji Al Ghazali sebenarnya kita sedang me-reclaim sejarah,” ucap Rofiq.
Selain itu, Rofiq juga mengungkap alasan mengapa perlu mengkaji kitab Al Munqidz min al-Dhalal karya Al Ghazali. Menurutnya, ada dua alasan: pertama, karena alasan praktis yaitu kitab ini singkat namun sangat bergizi, sehingga dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat; kedua, kitab ini merangkum serta memetakan epistemologi Islam.
Advertisement