Tiga Aktivis HAM Saudi Raih Nobel Alternatif. Begini Kisahnya
Tiga orang aktivis HAM di Arab Saudi, Abdullah al-Hamid, Mohammad Fahad al-Qahtani dan Waleed Abu al-Khair, berhasil meraih Penghargaan The Right Livelihood Award, yang lebih dikenal sebagai "Nobel Alternatif".
Mereka dikenal sebagai aktivis "bagi upaya visioner dan berani mereka, yang dibimbing oleh prinsip-prinsip hak asasi manusia universal, untuk mereformasi sistem politik totaliter di Arab Saudi."
Penghargaan The Right Livelihood Award diumumkan hari Senin 24 September, diumumkan secara bersamaan di Stockholm (Swedia) dan Kopenhagen (Denmark). Pihak Yayasan akan memberikan uang tunai senilai 1 juta kronor Swedia, atau senilai 113.400 dolar diberikan kepada mereka.
Sedangkan penghargaan kehormatan diberikan kepada Thelma Aldana dari Guatemala dan Ivan Velasquez dari Kolombia yang dihormati karena "kerja inovatif mereka dalam mengekspos penyalahgunaan kekuasaan dan penuntutan korupsi, sehingga membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga publik," kata juri Nobel Alternatif dalam sebuah pernyataan.
"Al-Qahtani dan Al-Hamid adalah aktivis pendiri HASEM (Asosiasi Arab Saudi untuk Hak Sipil dan Politik). Pada 2013, mereka dijatuhi hukuman masing-masing 10 dan 11 tahun penjara. Puluhan anggotanya juga sekarang ada dalam penjara."
Penghargaan The Right Livelihood Award dibuat filantropis Swedia-Jerman Jakob von Uexkull untuk menghormati mereka yang menurutnya diabaikan oleh Hadiah Nobel.
Al-Qahtani dan Al-Hamid adalah aktivis pendiri HASEM (Asosiasi Arab Saudi untuk Hak Sipil dan Politik). Pada 2013, mereka dijatuhi hukuman masing-masing 10 dan 11 tahun penjara. Puluhan anggotanya juga sekarang ada dalam penjara.
Aktivis dan pengacara Al-Khair, yang membela seorang blogger yang dijatuhi hukuman penjara dan hukuman cambuk, ditangkap tahun 2014 karena menandatangani pernyataan dengan puluhan orang lain menyerukan reformasi di kerajaan Arab Saudi. Dia kemudian dijatuhi hukuman 15 tahun bui karena "tidak menaati penguasa" dan "merugikan reputasi negara karena berkomunikasi dengan organisasi internasional."
Pemerintah Arab Saudi tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai penghargaan yang dioberikan keüpada trio aktivis itu.
Aktivis antikorupsi Amerika Selatan
Aldana dan Velasquez masing-masing adalah mantan jaksa kepala dan direktur Komisi Internasional melawan Impunitas di Guatemala, yang dikenal dengan singkatan bahasa Spanyol CICIG.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres hingga kini menolak permintaan Guatemala untuk mengangkat direktur CICIG yang baru dan mengatakan, dia "tidak melihat alasan untuk mengubah dukungannya saat ini untuk" Velasquez.
Penghargaan itu secara resmi akan diberikan kepada pemenangnya tanggal 23 November di Stockholm. "Ini adalah pengakuan atas perjuangan rakyat Guatemala melawan korupsi," kata Aldana dalam sebuah pernyataan yang dirilis yayasan, dikutip ngopibareng.id dari Deustsche Welle.
"Hadiah ini datang pada momen yang sangat dramatis dalam perang melawan impunitas dan korupsi," tambahnya. "Ini sangat penting, karena akan mengubah mata dunia tentangke Guatemala."
Pada 20 September lalu, ribuan mahasiswa dan aktivis berdemonstrasi di ibukota Guatemala menyerukan pengunduran diri Presiden Jimmy Morales, yang dituduh CICIG gagal melaporkan hampir satu juta dolar dalam pembiayaan untuk para pejabat pemilihan selama kampanye presiden 2015.
Misi PBB telah meminta impunitas presiden Morales untuk dicabut sehingga dapat diselidiki dalam masalah ini. Awal September, kemudian, Morales melarang Velasquez memasuki negara itu.
Aldana dan Velasquez telah bekerja sama dalam berbagai proyek dan bertanggung jawab atas beberapa penyelidikan kriminal profil tinggi, terutama kasus korupsi "La Linea" yang menyebabkan 60 penuntutan, termasuk penangkapan presiden saat itu Otto Perez Molina, yang terpaksa mundur tahun2015 setelah tiga tahun berkuasa. (dw/adi)