Tidak Cuma Densus 88, TNI Juga Menangani Terorisme
Jakarta: Kalau selama ini penindakan dan penanganan terorisme menjadi wewenang penuh Detasemen Khusus 88 Anti Teror, maka nantinya akan berubah. TNI akan dilibatkan dalam penanganan dan penindakan terorisme. Saat ini UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sudah direvisi dengan melibatkan TNI.
M. Syafii, Ketua Panitia Khusus revisi UU No. 15 tahun 2003 itu menegaskan keterlibatan institusi TNI dalam pemberantasan terorisme di Pansus yang diatur dalam UU tersebut sudah final.
"Soal keterlibatan TNI ini sebenarnya sudah matang dibahas, baik di Pansus maupun di Panja. Banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa kalau ada yang mempersoalkan keterlibatan TNI itu karena mereka tidak tahu undang-undang," kata M. Syafii di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan dalam UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI di pasal 72 dinyatakan bahwa ada 14 Operasi Militer Selain Perang (OMSP) salah satu di antaranya adalah memberantas teroris.
Karena itu, dia menilai sebenarnya tanpa diatur dalam UU Terorisme, TNI memang sudah memiliki kewenangan memberantas teroris.
"Kami hanya ingin bagaimana mengharmonisasikan kewenangan TNI, Kepolisian dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bisa menjadi satu nafas yang diatur dalam UU Terorisme," ujarnya.
Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan definisi tindakan terorisme bukan hanya ancaman terhadap keamanan dan ketertiban yang menjadi tugas Kepolisian.
Dia menegaskan teroris bukan hanya ancaman terhadap keamanan dan ketertiban, namun juga ancaman terhadap negara sehingga menjadi wilayah tugas TNI.
"Sangat dimungkinkan dan sudah benar itu undang-undang TNI mengatur kewenangan TNI untuk memberantas teroris. Kami hanya ingin mengharmonisasikan agar tidak tumpang tindih," tuturnya.
Syafii menjelaskan meskipun ada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 Anti-teror, harus digarisbawahi tugas pengamanan Presiden dan Wakil Presiden ada pada TNI.
Selain itu menurut dia, pengamanan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), kapal laut berbendera Indonesia dan kejadian di pesawat udara bukan wilayah tugas Kepolisian, namum tugas TNI.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo ingin unsur TNI dapat terlibat dalam praktik antiterorisme dan meminta keterlibatan TNI dicantumkan dalam Rancangan Undang-Undang Terorisme yang hingga kini masih dibahas di DPR RI.
"Berikan kewenangan kepada TNI untuk masuk di dalam RUU ini. Tentu saja dengan alasan-alasan yang saya kira dari Menko Polhukam sudah mempersiapkan," ujar Jokowi dalam sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Senin (29/5).
Presiden Jokowi sekaligus meminta Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mendesak DPR untuk menyelesaijan RUU tersebut.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menilai jangan menarik institusi TNI untuk menangani dan menindak terorisme karena hal itu cara berpikir mundur dan kontraproduktif dengan agenda reformasi.
"Reformasi sektor keamanan dalam negeri seharusnya terus bergerak maju dengan menunjukkan konsistensi pada pendekatan hukum sipil sesuai ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana," kata Bambang di Jakarta, Senin (29/5).
Dia menilai peran masing-masing elemen bangsa harus proporsional dalam menangani terorisme sesuai peraturan perundang-undangan serta derajat tantangannya.
Karena itu, menurut dia, kebutuhan kontribusi TNI memerangi tindak pidana terorisme tidak berstatus otomatis atau menjadi fungsi yang dipermanenkan dalam UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.(rr)