The God Father Seniman Surabaya
Telah lahir kelompok baru. Namanya Seduluran Semanggi Suroboyo. Disebut juga triple S alias SSS. Yang didirikan para tokoh seniman dan budayawan kota ini. Mereka juga lebih suka menyebutnya sebagai komunitas.
Kehadirannya menarik. Sebab, muncul di tengah konflik tak berkesudahan antar seniman di Surabaya. Antara Dewan Kesenian Surabaya (DKS) versi Chrisman Hadi dan DKS bikinan Pemerintah Kota.
Konon, keputusan Pemkot membentuk DKS baru atau DKS Perjuangan ini menuai gugatan hukum. Oleh siapa? Tentu oleh DKS yang dipimpin Chrisman Hadi. Yang menggugat Pemkot Surabaya ke PTUN. Tidak tahu sampai kapan masalah ini selesai.
Tanpa mengindahkan kondisi seniman Surabaya ini, Triple S langsung menggebrak. Membuat kegiatan budaya. Dengan mengumpulkan para tokoh: seniman dan budayawan Surabaya. Bisa juga disebut sebagai deklarasi komunitas baru.
"Ya ini berawal dari keinginan teman-teman untuk membentuk kekerabatan seniman dan budayawan Surabaya. Yang ingin lebih mengedepankan karya tanpa ikut dalam konflik antar kelompok seniman," kata Hengky Kurniadi, salah satu penggagasnya.
Ada banyak tokoh terlibat dalam komunitas seni-budaya Seduluran Semanggi Suroboyo ini. Selain, Hengky ada Bambang Jon Sudjono, Toto Sonata, Noorca M. Massardi, Jil Kalaran, Hari Yong Condro, Edi Hazt, Amang Mawardi, Dindy, dan sejumlah nama lain.
Kegiatannya menggebrak. Dengan menggelar orasi budaya. Mendatangkan musisi, sutradara film, dan tokoh nasional Eros Djarot. Seniman yang pernah sukses menggawangi Tabloid Detik. Yang oplahnya meledak dan berakhir dibredel Presiden Soeharto.
Eros Djarot cocok menjadi tonggak gebrakan bagi bangkitnya para seniman di Surabaya. Karena ia bukan sekadar seniman. Tapi tokoh pergerakan. Yang fatwa dan omongannya masih banyak didengar oleh berbagai kalangan. Meski ia belum sukses ketika berinisiatif mendirikan partai politik.
Siapa tahu ia bisa menggugah hati para seniman di Surabaya. Termasuk yang kini berebut kepemimpinan di DKS. Yang dalam dekade terakhir lebih berwarna sebagai organisasi bernuansa politis ketimbang organisasi orang-orang kreatif yang lihai dalam soal cipta karya dan karsa.
Hengki juga menyiratkan keprihatinan dan sejumlah seniman akan kondisi ini. Sehingga memicu lahirnya Komunitas Seniman Seduluran Semanggi Surabaya. Komunitas baru dari orang-orang lama yang tidak ingin ikut dalam pertikaian antar kelompok. Yang mendambakan seduluran ala Suroboyo.
Ia mengaku mengaku didatangi kawan-kawannya yang kebanyakan tokoh Bengkel Muda Surabaya. Satu kelompok teater yang dulu amat terkenal. Yang punya markas di Balai Pemuda --kini Alun Alun Surabaya. Yang punya jejaring dengan seniman dari berbagai daerah.
Bengkel Muda bisa disebut salah satu penggerak kesenian di Surabaya. Selain Yayasan Seni Surabaya (YSS) yang pernah beberapa kali sukses menggelar Festival Seni Surabaya (FSS). Yayasan ini digerakkan almarhum Kadaruslan. Bengkel Muda digerakkan almarhum Bambang Sujiono.
Kedua orang ini menjadi penggerak kegiatan kesenian di Surabaya pada masanya. Keduanya menjadi semacam kepala suku para seniman. Tidak hanya menyatukan. Tapi juga menggerakkan. Menginisiasi berbagai kegiatan kesenian dan ngopeni para seniman.
Karena itulah saya melihat pentingnya kepala suku seniman. Seperti saya tulis di harian ini minggu lalu. Dengan memberikan contoh Prof Umar Kayam yang menjadi kepala suku seniman Yogyakarta pada masanya.
Kepala suku seniman ini perlu berperan dengan The God Father. Pimpinan mafioso yang mengatur segalanya. Tentu bukan seperti dalam dunia mafia. Tapi sosok yang dituakan dan bisa menjadi simpul dari berbagai kelompok.
Lantas siapa sosok yang pantas menjadi The God Father komunitas seniman di Surabaya? Saat ini, Hengky Kurniadi bisa menjadi salah satu pilihan. Ia punya jaringan luas pra seniman. Secara ekonomi sudah selesai dengan dirinya. Bahkan berlebih.
Ia mantan anggota DPR RI yang rendah hati. Tetap bergaul --bukan menggauli, he...he...he-- dengan para seniman meski menjadi wakil rakyat di pusat. Juga menjadi jujugan sambatan para seniman jika ingin bikin kegiatan.
Selama ini, baik sebelum dan sesudah menjadi anggota DPR RI yang hanya satu periode, ia juga sudah ngopeni para seniman. Sering menyeponsori kegiatan kesenian, baik secara personal maupun korporasi. Hengky juga dikenal salah satu pengusaha Surabaya.
"Ah saya ini kan orang yang suka di belakang layar. Tak ingin tampil di depan. Saya akan terus men-support temen-temen seniman. Untuk terus bergerak dalam membangun kekerabatan para seniman," katanya merendah.
Hengky barangkali enggan untuk dijadikan kepala suku seniman Surabaya. Tapi barangkali sekarang layak tampil menjadi sosok baru yang menggerakkan seniman Surabaya. Atau setidaknya menjadi sosok pemersatu dari mereka yang bertikai.
Sungguh dibutuhkan The God Father baru seniman Surabaya. Seseorang yang menggerakkan, menyatukan dan ngopeni mereka. Tokoh yang dituakan agar para seniman tidak gegeran. Tokoh yang menginisiasi dunia kesenian Surabaya hidup kembali. (Arif Afandi)
Advertisement