TGC Coffee, Nama Boleh Mirip Tapi Sejatinya Asli Indonesia
Orang mungkin tidak suka terbalik, tapi Daniel Ko sedikit beda. Dia sedikit punya hobi kebalik. Pakai baju suka kebalik? Atau, celana yang dibalik? Ya enggaklah, itu perumpamaannya saja. Menggambarkan sesuatu yang tidak dimulai dari depan sering dibilang terbalik.
Apa sih yang terbalik? Ah, hanya soal kopi! Pemilik coffee shop, pebinis kopi, biasanya, kenal kopi dulu baru kemudian memutar otak untuk menjalankan bisnis kopinya. Daniel Ko ini malah tidak, malah blas ndak tahu kopi, eh tahu-tahu belajar meroasting kopi duluan, dan berhasil.
Seiring dengan keberhasilan itu lantas lahirlah TGC Coffee Shop di Kota Surabaya. Lahir pertama biasanya diiringi lahir kedua. Rupanya benar, sekarang menyusul lahir TGC Jakarta, bahkan TGC Bali.
Itulah perjalanan. Kadang sebuah sukses tidak harus linier dari depan. Tidak urut kacang seperti dalam falsafaf Bahasa Jawa. Tetapi juga bisa ditempuh dengan terbalik jalan. Asyik bukan? Tentu sangat asyik. Apalagi semua itu menyangkut sebuah komoditas bernama kopi.
Daniel Ko mengisahkan, TGC muncul dengan tekat keberanian. Kecil saja, hanya sepetak, dan nyempil cukup dekat dengan tangga di Mall PTC Surabaya. Tenan kecil itu mendisplay pernik-pernik alat seduh kopi manual, dan tentu saja biji-biji kopi yang sudah diroasting. Mulai biji kopi dalam negeri hingga biji kopi yang diperoleh dari impor.
"Itu sekitar tiga tahun lalu. Banyak suka dukanya. Suka duka seperti ini menurut saya adalah bagian dari hobi. Ya sudah, jalani saja wong saya awalnya sudah "salah pergaulan" maka ketika ada suka duka, nyemplung saja sekalian ke bisnis "dunia hitam" ini," kenang Daniel.
Animo masyarakat yang luar biasa terhadap kopi membuat TGC begitu cepat melesat dan membesar. Nyempil di dekat tangga di Mal PTC tak lagi mampu menampung beban. Butuh keluasan yang banyak tempat duduk agar pelanggan bisa menikmat asyiknya kopi dengan nyaman.
Loop di Kompleks Graha Family akhirnya menjadi pilihan untuk eksplorasi. Lopp adalah sebuah tempat yang desainnya adalah untuk nongkrong, hangouts khas anak muda, banyak tenan makanan dan minuman, juga berkonsep out door.
Disana ada ruko, dekat Kampus Unesa, ada juga sekolah favorit. Diseberang tempat itu, hanya beberapa langkah dari tempat lama ada Mal PTC. "Klop sudah. Cocok. Lalu kita ambil tempat itu. Kita pun pindahan ke tempat baru," kata Daniel.
Hanya butuh beberapa saat untuk adaptasi di tempat baru, TGC yang tampilannya berubah drastis sudah menemukan denyutnya. Tak salah seperti yang dikatakan Daniel Ko, ekplorasi adalah penting. Termasuk eksplor soal tempat.
Sekecil apapun eksplorasi itu, yakin Daniel, pasti akan membawa hasil. Apalagi, kopi Indonesia punya prospek sangat bagus. Ibaratnya, kita hanya perlu obah (kerja inovatif, red) sedikit, mau apa kita dengan kopi, tinggal merengkuhnya sesuai ekspektasi.
Di tempat anyar nan representatif untuk ngopi itu, Daniel membeber apa itu TGC. Kata dia, TGC sebenarnya tak lain adalah singkatan dari The Grinder Coffee. Kalau diucap semua, rasanya terlalu panjang untuk diingat. Padahal, orang mau ngopi, mencari tempat untuk ngopi, aslinya tak mau mikir panjang-panjang. "Mudah diingat, maka datanglah dia untuk ngopi," cetusnya.
Kata G pada Grinder aslinya cukup punya makna filosofis. Mau tahu? Dalam dunia kopi, jelas lelaki berkacamata yang juga memiliki bisnis mantap dalam dunia ikan Koi ini, grinder memegang peranan sangat penting saat melakukan brewing kopi. Ibaratnya, kalau manusia akselerasi pergerakannya sangat tergantung dengan jantung, maka grinder dalam kopi adalah nyawa dalam penyeduhan.
Sebegitu pentingnya? "Iyes," jawabnya mantap. Salah memilih grinder maka siap-siaplah kopi seduhan Anda boleh jadi akan dilirik sebelah mata. Bukan apa-apa, presisi biji kopi yang sudah dihaluskan dengan ukuran tertentu sangat menentukan citarasa kopi. Maka jangan heran kalau ada pelaku-pelaku kopi yang berburu grinder meski harganya selangit.
"Diluar filosofi itu, G adalah hoki menurut saya. Maka selanjutnya TGC saya coba patenkan untuk branding. Eh, ternyata nama The Grinder Coffee itu sudah diambil oleh sebuah kafe di Sidney, Australia. Jadi, mau tidak mau, harus tidak pakai nama itu. Saya lantas coba utak-atik, daripada mikir lagi terlalu panjang, saya ambil satu huruf masing-masing depannya saja. Jadilah nama TGC itu, dan dibolehkan oleh Haki. Masalah rampung, TGC pun makin berkibar mantap," ungkap Daniel.
Kini, kedai kopi, coffee shop, begitu maraknya. Ibaratnya, hampir setiap sudut jalan ada yang namanya kopi dengan beragam gaya. Ini fenomena luar biasa dan sungguh mengasyikan. Padahal, beberapa tahun ke sebelumnya, yang nanya memperkenalkan kopi Indonesia bukan persoalan mudah.
Kini, yang jelas, makin banyak kawan kalau bicara soal kopi. Apalagi bicara Kopi indonesia. Bahkan, Presiden kita bisa diajak bicara perkembangan kopi di era sekarang. Ini jelas angin segar bagi perkopian Indonesia.
Kita ini, aslinya, hanya terkendala pada konsistensi dalam olah pascapanen saja. Sehingga kopi Indonesia banyak tertinggal dengan kopi luar. Namun itu tak masalah, dan bisa dikejar. Yang penting bahwa, TGC Coffee akan tetap mempertahankan identitasnya sebagai coffee shop specialty dengan citarasa Indonesia. widikamidi