Tewas Termuda, Bocah 7 Tahun Korban Keganasan Militer Myanmar
Seorang anak perempuan berusia tujuh tahun tewas di rumahnya ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan di kota kedua Myanmar, Mandalay, dan sejauh ini menjadi korban tewas termuda dalam tindakan keras terhadap oposisi penentang kudeta militer bulan lalu.
Junta yang berkuasa menuduh pengunjuk rasa pro-demokrasi melakukan pembakaran dan kekerasan selama minggu-minggu kerusuhan, dan mengatakan akan menggunakan kekuatan sesedikit mungkin untuk memadamkan demonstrasi harian.
Juru bicara Junta Zaw Min Tun mengatakan 164 pengunjuk rasa telah tewas secara total dan dia menyampaikan kesedihan atas kematian tersebut. Di pihak lain, aktivis mengatakan setidaknya 261 orang telah tewas dalam tindakan keras pasukan keamanan.
"Mereka juga warga kami," kata Zaw Min Tun pada konferensi pers di ibu kota Naypyidaw, sehari setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat memberlakukan lebih banyak sanksi pada kelompok atau individu yang terkait dengan kudeta 1 Februari yang menggulingkan Aung San Suu Kyi, pemerintahan terpilih.
Staf di layanan pemakaman Mandalay mengatakan kepada Reuters, seorang gadis berusia tujuh tahun meninggal karena luka tembak di kotapraja Chan Mya Thazi pada hari Selasa 23 Maret 2021.
Tentara menembak ayahnya tetapi mengenai anak perempuannya yang duduk di pangkuan di dalam rumah mereka, kata saudara perempuannya kepada outlet media Myanmar Now. Dua pria juga tewas di kota itu, katanya, seperti dikutip The Guardian, Rabu 24 Maret 2021.
Saat malam tiba, acara penyalaan lilin diadakan di ibu kota komersial Yangon dan kota-kota lain.
Janji Junta Militer soal Pemilu
Junta menghadapi kecaman internasional karena melakukan kudeta yang menghentikan transisi pelan Myanmar menuju demokrasi dan untuk penindasan mematikan atas protes yang mengikutinya.
Mereka telah mencoba untuk membenarkan pengambilalihan tersebut dengan mengatakan pemilu 8 November yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi adalah kecurangan -- suatu tuduhan yang telah ditolak oleh komisi pemilihan. Para pemimpin militer telah menjanjikan pemilihan baru tetapi belum menetapkan tanggal dan telah menyatakan keadaan darurat.
Zaw Min Tun dari junta menyalahkan pertumpahan darah kepada para pengunjuk rasa dan mengatakan sembilan anggota pasukan keamanan juga tewas.
"Bisakah kita menyebut pengunjuk rasa damai ini?" katanya, sambil menunjukkan video pabrik yang terbakar. "Negara atau organisasi mana yang menganggap kekerasan ini sebagai damai?"
Juru bicara juga menuduh media sebagai "pemberita bohong" dan mengipasi kerusuhan dan mengatakan wartawan dapat dituntut jika mereka berhubungan dengan CRPH, yang merupakan sisa-sisa pemerintahan Aung San Suu Kyi.
Militer telah menyatakan CRPH sebagai organisasi ilegal dan mengatakan anggotanya dapat dihukum mati.
12 Warga Sipil Tewas di Tangah Militer
Sementara itu, pasukan keamanan Myanmar menewaskan sedikitnya 12 orang, menurut laporan saksi mata dan media, ketika penjabat pemimpin pemerintahan paralel sipil bersumpah dalam pidato publik pertama pada hari Sabtu 13 Maret 2021 melakukan "revolusi" untuk membatalkan kudeta militer 1 Februari.
Lima orang ditembak mati dan beberapa lainnya cedera ketika polisi melepaskan tembakan pada protes duduk di Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar, kata saksi mata kepada Reuters.
Yang lainnya tewas di pusat kota Pyay dan dua tewas dalam tembakan polisi di ibukota komersial Yangon, di mana tiga orang juga tewas dalam semalam, menurut laporan media domestik.
"Mereka bertingkah seperti berada di zona perang, dengan orang-orang tak bersenjata," kata aktivis yang berbasis di Mandalay, Myat Thu. Dia mengatakan korban tewas termasuk seorang anak berusia 13 tahun, seperti dikutip dari Reuters, Minggu.
Si Thu Tun, pengunjuk rasa lainnya, mengatakan dia melihat dua orang ditembak, termasuk seorang biksu Buddha.
“Salah satunya terkena di tulang kemaluan, satu lagi ditembak mati hingga tewas,” katanya.
Di Pyay, seorang saksi mata mengatakan pasukan keamanan awalnya mencegat ambulans dari membawa mereka yang terluka, yang menyebabkan satu meninggal.
Seorang sopir truk di Chauk, sebuah kota di tengah Wilayah Magwe, juga tewas setelah ditembak di bagian dada oleh polisi, kata seorang teman keluarga.
Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters untuk meminta komentar.
Siaran berita malam media MRTV yang dikelola junta menyebut para pengunjuk rasa sebagai "penjahat" tetapi tidak merinci lebih lanjut.
Lebih dari 70 orang telah tewas di Myanmar dalam protes yang meluas terhadap perebutan kekuasaan oleh militer, kata kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Advertisement