Testimoni Rizky Amelia Diduga Korban Predator Seks Bos BPJS
Seorang anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan berusia 59 tahun, beristri dan memiliki dua anak, diduga secara biadab berulangkali memperkosa salah seorang asisten pribadinya. Inilah pengakuan korban, bernama Rizky Amelia (27 tahun) di hadapan media dan masyarakat sipil.
Jakarta, 28 Desember 2018
Rekan-rekan yang saya cintai.
Saya berterimakasih sekali atas kehadiran Anda semua.
Saya sangat berbahagia sekali bisa berada di antara orang-orang yang bisa mempercayai saya, setelah sekian lama saya harus memendam penderitaan saya seorang diri.
Selama lebih dari dua tahun saya kehilangan kepercayaan akan niat baik manusia. Saya hampir putus asa. Saya pernah mencoba melakukan bunuh diri.
Tapi kini, melihat Anda semua, saya kembali percaya bahwa kita tidak pernah sendirian. Selalu ada cahaya. Selalu ada teman.
Rekan-rekan yang saya cintai.
Saya adalah korban kejahatan seksual yang dilakukan atasan saya di Dewan Pengawas BPJS Tenaga Kerja (BPJS-TK).
Saya mulai bekerja sebagai Tenaga Kontrak Asisten Ahli Dewas BPJS-TK sejak April 2016. Dalam periode April 2016-November 2018, saya menjadi korban empat kali tindakan pemaksaan hubungan seksual (perkosaan) oleh oknum yang sama: di Pontianak (23 September 2016), di Makasar (9 November 2016), di Bandung (3 Desember 2017) dan di Jakarta (16 Juli 2018).
Di luar itu, saya mengalami berulangkali tindakan pelecehan seksual, baik di dalam maupun di luar kantor.
Sejak pertama kali saya mengalami kekerasan seksual pada 2016, saya sudah melaporkan tindakan saya tersebut pada seorang anggota Dewas. Meskipun beliau berjanji akan melindungi saya, namun ternyata perlindungan tersebut tidak pernah diberikan sehingga saya terus menjadi korban pelecehan dan pemaksaan hubungan seksual.
Saya merasa jijik dengan apa yang terjadi. Bila saya bisa menghindar, saya selalu menghindar. Namun saya tidak selalu bisa menghindar, sehingga si pelaku–dengan beragam modus--berhasil empat kali melakukan pemaksaan hubungan seksual di luar kantor.
Di luar itu, bahkan di kantor pun ia berulangkali memaksa mencium saya, meminta saya memegang kemaluannya atau memegang bagian-bagian tubuh saya yang sama sekali tidak layak dilakukan seorang atasan terhadap bawahan.
Kenapa itu bisa terus terjadi?
Saya tidak punya jawaban yang pasti. Saya mungkin memang terlalu bodoh dan penakut untuk melawan. Saya takut dengan sosok si pemerkosa yang memang adalah seorang tokoh yang sangat dominan, dihormati dan bahkan ditakuti di lingkungan BPJS-TK.
Saya takut bahwa dia akan melakukan kekerasan fisik atau menghancurkan hidup saya.
Saya takut tidak akan ada orang yang percaya. Faktanya, dengan kekuasaan dia, dia memang bisa membuat saya hanya berada berduaan dengannya di berbagai perjalanan ‘dinas’.
Saya juga takut kehilangan pekerjaan di BPJS-TK yang merupakan sumber penghasilan yang saya andalkan untuk hidup saya.
Saya malu untuk menyampaikan kasus kekerasan seks ini kepada keluarga, pacar dan kawan-kawan saya.
Saat itu, saya merasa hanya bisa berdoa agar penderitaan ini berakhir.
Saya berulangkali memohon kepada si pemerkosa untuk menghentikan kekerasan seksual tersebut kepada saya. Saya berulangkali mengatakan pemaksaan tersebut menyakiti saya secara fisik dan kejiwaan. Dia pernah berjanji untuk tidak lagi melakukan kekerasan seks kepada saya pada April 2017.
Mungkin dia memang merasa bersalah atau insyaf. Tapi di belakang hari, ia kembali pada perilaku biadabnya. Dia berulangkali mengutarakan cintanya dan kehendaknya untuk menikahi saya.
Dia berulangkali mengatakan ia hendak memperoleh anak dari saya. Dia ingin menjadi ‘imam’ untuk saya. Dia sering menggunakan berbagai ungkapan yang tidak pantas diutarakan dalam hubungan profesional atasan dan bawahan.
Saya selalu mengatakan saya tidak mencintai dia. Saya memiliki kekasih yang akan menikah dengan saya. Saya mengingatkan dia memiliki istri dan dua anak.
Apalagi anaknya yang bungsu memiliki penyakit serius di otaknya sehingga seharusnya dia memberi perhatian khusus pada anaknya itu.
Pada Juli 2018, ia untuk terakhir kalinya berhasil melakukan pemaksaan hubungan seks pada saya. Ketika itulah saya berjanji pada diri saya bahwa saya tidak akan pernah lagi membiarkan dia meniduri saya.
Setelah itu, segala upaya pemaksaan hubungan seksnya berhasil saya hindari. Tapi itu tidak membuat dia jera. Dia terus mencoba memaksa saya. Di kantor, saya mulai merasa semakin diisolasikan. Saya mendengar kabar-kabar buruk mengenai saya menyebar.
Puncaknya pada awal November, ia kembali mengajak saya datang ke apartemennya. Saya tahu bahwa ini hanya jebakan dia berikutnya. Ketika itu saya merasa pada titik terendah dalam diri saya.
Saya merasa sudah melakukan segenap hal yang bisa saya lakukan, tapi tidak ada sedikit pun titik cerah. Tidak ada orang yang bisa membantu saya.
Kalau pun saya keluar dari kantor, apa untungnya buat saya? Dia sudah meniduri saya empat kali. Saya tahu bahwa Dewan Pengawas lain, paling tidak sebagian, tahu dengan dengan kebejatannya. Tapi mereka tidak peduli.
Sesama perempuan di Komite di mana saya bekerja malah menyudutkan saya, mungkin karena mereka adalah saudara, kerabat atau kenalan anggota Dewan Pengawas.
Siapa yang akan percaya saya?
Pada 2 November 2018, saya betul-betul merasa putus asa dan mencoba melakukan percobaan bunuh diri. Saya ingin mereka yang menzalimi saya tahu bahwa saya mengakhiri hidup saya karena apa yang mereka lakukan.
Alhamdulillah, seorang teman kerja saya menyelamatkan saya. Dialah orang yang menyatakan bahwa saya tidak akan memperoleh apa-apa dengan mengakhiri hidup saya sementara orang yang telah membuat hidup saya menderita akan terus melanjutkan petualangannya.
Ketika itulah saya merasa memperoleh kesempatan kedua dalam hidup saya.
Saya putuskan saya akan terus bertahan. Ketika saya kembali kantor, saya bertekad menjauhi si pemerkosa itu. Bahkan ketika saya melakukan perjalanan dinas saya dengannya, saya menghindar.
Dan tiba-tiba saja, serangkaian hal terjadi.
Pada 26 November, saya membaca postingan Instagram dosen saya, Pak Ade Armando, yang menyatakan: pemerkosaan terjadi karena perempuan lemah, karena itu untuk melawan pemerkosaan perempuan harus kuat, Saya terinspirasi oleh kalimat singkat itu.
Dua hari kemudian (28 November), atasan saya itu memarah-marahi saya dan melakukan tindakan yang hampir mencederai saya secara fisik, dengan alasan saya bekerja tidak profesional. Saya merasa dia menjadi marah karena dia tahu saya tidak lagi akan menjadi boneka pemuas syahwat dia.
Karena itulah saya memilih tidak akan diam. Saya mulai membeberkan perilaku dia. Saya menyebarkan screenshot chat-chat WA dia selama ini kepada saya melalui status WA saya. Ini tentu saja menggegerkan.
Di awal Desember, saya menghadap Ketua Dewan Pengawas untuk mengadukan kejahatan seks yang saya alami. Ternyata Dewan Pengawas justru membela perilaku bejat itu. Hasil Rapat Dewan Pengawas pada 4 Desember justru memutuskan untuk mengeluarkan Perjanjian
Bersama yang isinya memPHK saya sejak akhir Desember. 2018. Saya menolak menandatangani Surat Perjanjian Bersama tersebut.
Kawan-kawan tercinta.
Karena itulah saya kini melawan. Dengan didampingi teman saya, saya menemui Pak Ade Armando seusai kuliah terahir di semester ini. Kebetulan di sesi terakhir itu, Pak Ade bicara soal budaya patriarki dan perkosaaan terhadap perempuan. Pak Ade berjanji mendampingi saya untuk melawan kejahatan seks tersebut.
Saya sudah mengirimkan surat ke Dewan Jaminan Sosial Negara (DJSN), yang memiliki kewenangan merekomendasikan pemberhentan anggota Dewan
Pengawas BPJS-TK kepada Presiden, atau merekomendasikan instansi (dalam hal ini Menteri Keuangan) untuk menarik kembali orang yang dikirimnya menjadi anggota Dewan Pengawas BPJS-TK.
Saya sudah mengirimkan surat kepada Presiden. Saya berjanji pada diri saya untuk melawan.
Saya membuat pengakuan ini dengan penuh kejujuran. Saya berani mempertanggungjawabkan apa yang saya sampaikan. Saya tidak ingin menghancurkan reputasi BPJS-TK. Tapi kejahatan seksual yang dilakukan seseorang yang memiliki jabatan sangat tinggi semacam itu tidak boleh dibiarkan.
Saya berdoa saya adalah perempuan terakhir yang menjadi korban kejahatan seksual di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, ataupun di di tempat kerja di manapun di Indonesia ini.
Saya belajar bahwa kejahatan seks akan terus terjadi kalau korban diam dan orang-orang di sekitarnya juga diam. Saya mengakui bahwa kesalahan saya adalah saya terlalu lama diam. Saya tidak akan mengukang kesalahan itu. Diam bukanlah emas.
Saya berharap perlawanan saya tidak akan sia-sia. Tapi saya yakin kalau kita semua bersama-sama melawan, akan banyak korban yang terselamatkan.
Saya berterimakasih pada semua orang yang percaya pada saya dan membantu saya dalam melakukan perlawanan. Saya bertemu dengan BPJS Watch, dengan teman-teman Serikat Pekerja, dengan teman-teman di manajemen BPJS TK, dengan teman-teman SMRC, dengan penasehat hukum, dengan teman-teman PSI dan aktivis-aktivis yang bersedia mendukung dengan sepenuh hati.
Dan kini saya bertemu Anda semua.Saya sepenuhnya berharap Anda semua dapat mendukung perjuangan kami ini. Bukan buat saya, tapi bagi seluruh perempuan yang bisa menjadi korban kejahatan seks di negeri ini.
Terimakasih.
Usai memberikan testimoni terbuka kepada media, BPJS untuk memberikan klarifikasi. Berikut klarifikasi dari BPJS.
Statement Direksi :
1. Dewas dan Direksi telah menerima tembusan surat aduan dari saudari RA yang ditujukan kepada DJSN dan Presiden terkait permasalahan pribadi dengan Saudara SAB
2. Atas dasar tembusan surat aduan tersebut, Dewas dan Direksi BPJS Ketenagakerjaan telah berkoordinasi secara formal dengan DJSN.
3. DJSN sesuai dengan kewenangannya, tentunya akan menindaklanjuti sesuai prosedur yang diatur dalam PP 88 tahun 2013 tentang "Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial"
4. Proses penanganan yang dilakukan DJSN tidak mempengaruhi operasional dan pelayanan BPJS Ketenagakerjaan.
5. Insan BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen menjunjung tinggi, menjaga dan mengamalkan nilai-nilai budaya institusi yang menjadi landasan dalam melakukan setiap aktivitas baik di dalam maupun diluar institusi.
6. Kami meminta semua pihak menghormati proses yang sedang berjalan, dan tetap mengedepankan azas praduga tidak bersalah.