Tes Covid-19 di RSUA Surabaya Antrenya Lama, Gratis? Belum Tentu
Siang ini saya melakukan test Covid-19 di RS Universitas Airlangga. Atas inisiatif sendiri. Tanpa paksaan.
Ada gejala? Tidak. Kalau pilek, saya memang sering. Karena alergi. Serak di tenggorokan. Biasa demikian kalau pas pileg. Terkadang sampai hilang suara.
Terpapar virus? Belum tahu hasilnya. Semoga tidak.
Saya juga tak baru datang dari luar negeri. Hanya dua minggu terakhir, beberapa kali ikut pertemuan dengan melibatkan banyak orang.
Juga bersalaman dengan siapa saja yang bersua di tempat-tempat umum. Meski setelahnya selalu mencuci tangan dengan sanitizer. Baik yang tersedia di tempat publik maupun di mobil pribadi.
Dua minggu lalu, setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Virus Corona di Indonesia, saya ikut rombongan Kagama bertemu di Istana.
Seharusnya hari itu ada juga Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang juga Wakil Ketua Umum Kagama. Menteri pertama yang kemarin diumumkan positif terjangkit virus Corona.
Meski saya tidak ketemu BKS --demikian Budi Karya Sumadi di lingkungan Kagama dipanggil-- saat itu saya banyak berdiskusi dengan orang dekatnya. Yang menjadi staf khususnya.
Kamis kemarin saya juga menghadiri undangan Kedubes Belanda di Sheraton Surabaya. Yang dihadiri Minister of Infrastructure and Water Management Belanda, H.E Cora Van Niewenhuizen. Juga Wagub Jatim Emil Dardak.
Makanya, hari ini, Minggu, 15 Maret 2020 saya berinisiatif ke RSUA Surabaya. "Monggo. Hari libur, klinik khusus pemeriksaan virus Corona tetap buka," kata Rektor Unair Prof Dr Mohammad Fasih.
Klinik khusus RSUA terletak di samping kiri Intalasi Gawat Darurat. Gampang terjangkau. Samping kanan pintu masuk rumah sakit pendidikan itu.
Di depan sudah ada spanduk besar dengan tulisan besar: Poli Khusus.
Ada ruang tunggu 10 x 5 meter persegi. Ada 2 meja dengan kursi bersarung merah. Juga ada 3 lonjor kursi klinik dari besi.
Ruang tunggu ini hanya dijaga satu orang security yang merangkap menjadi pencatat pendaftaran. Ada papan tulis (white board) bertempelan brosur tentang virus Corona.
Pada jam 13.00 saat mendaftar, saya mendapat nomor antre 30. Saat itu, sudah ada 14 orang yang sedang antre di ruang tunggu.
Salah satunya seorang perempuan yang baru pulang dari Zhejiang, Tiongkok. "Dua hari lalu saya sudah ke sini. Ini mau cek ulang," katanya.
Waktu itu, setelah menjalani screening di Bandara Juanda, seluruh penumpang yang datang dari China langsung dibawa ke RSUA untuk menjalani tes khusus.
Juga ada seorang ibu agak tua asal Benowo. Ia sudah sejak pagi hari antre di Poli Khusus RSUA. Ia berinisiatif test Corona karena badannya panas dan demam sejak beberapa hari lalu.
Ia sempat mengeluh ke orang sebelahnya yang sedang menunggu diperiksa. Ibu itu bilang lama sekali menunggu antre untuk diperiksa. Ia datang pagi hari, baru jam 14.00 dipanggil.
Selama satu jam lebih di ruang tunggu, saya baru mendengar sekali panggilan. Artinya, diperlukan hampir sejam untuk mengobservasi satu orang.
Saat mendaftar di buku besar yang dijaga satpam, saya memperoleh selembar formulir. Isinya tentang pernyataan setuju atau menolak.
"Dengan ini sesungguhnya saya menyatakan Setuju/Menolak bahwa akan menggunakan pembayaran dengan biaya sendiri/umum, apabila ketika saya melakukan screening kesehatan pada layanan crisis center dan kondisi kesehatan saya dinyatakan tidak dalam kriteria kuning seperti yang dijelaskan tenaga medis."
Pada poin kedua dalam surat penyataan itu disebutkan, "Apabila saya tidak menyetujui untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya, maka saya bersedia menanggung apa pun resiko yang terjadi terhadap saya dan tidak akan menuntut apa pun terhadap pihak RS."
Menilik ke formulir ini berarti pemeriksaan gratis baru diberikan kalau positif terjangkit Corona. Kalau tidak positif ya harus rela membayar sendiri.
Seperti diberitakan sebelumnya, Walikota Surabaya Tri Risma Harini mengumumkan gratis biaya pemeriksaan di RSUA untuk warganya. Sayang belum ada petunjuk teknis untuk mereka yang memeriksakan diri.
Saya pun tak jadi memeriksakan diri. Bukan takut harus membayar sendiri. Hanya tidak sabar untuk antre.
Setelah satu setengah jam antre di ruang tunggu yang panas, baru antrean nomer 16 yang dipanggil. Padahal saya dapat nomor urut ke 30.
Bisa-bisa baru malam hari bisa diobservasi.
Sampai tulisan ini diturunkan, wartawan Ngopibareng.id Pitasari berusaha menghubungi direktur maupun Satgas Corona RSUA belum mendapat jawaban.
Rasanya kita memang belum siap jika Corona betul-betul mewabah di kota kita.