Terungkap, Ini Penyebab Perda LP2B Banyuwangi Tak Kunjung Selesai
Pembahasan Raperda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sudah dilakukan bertahun-tahun. Namun tak kunjung selesai. Salah satu penyebab molornya pembahasan Raperda LP2B ini adalah belum sinkronnya peta LP2B Banyuwangi dengan peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang berada di pusat.
Pelaksana Tugas Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi, Choiri, menyatakan, pemetaan LP2B ini sudah dilakukan dari tahun 2017. Saat itu, pemetaan dilakukan dengan berbasis by name, by address. Pemetaan ini membutuhkan waktu sekitar 3 tahun. Setelah pemetaan selesai, kemudian diajukan kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan dan penetapan.
“Oleh DPRD dilakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian maupun ATR BPN. Setelah itu petanya dievaluasi, di overlay dengan peta LDS tahun 2019. Ternyata masih banyak kesalahan terkait dengan pemetaan by name, by adres, oleh kami,” jelasnya usai melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPRD Banyuwangi, Kamis, 6 Januari 2022.
Atas dasar tidak sinkronnya peta itu, menurut Choiri, pemerintah pusat berinisiasi untuk memberikan pendampinggan bagi Kabupaten yang LP2B-nya belum selesai. Sehingga akhirnya pada tahun 2021 Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi mendapatkan pendampingan dari Pemerintah Pusat.
Dia menambahkan, sesuai dengan petunjuk teknis dari Pemerintah pusat, untuk peta LP2B saat ini hanya diminta peta berbasis kawasan saja. Bukan lagi berbasis by name, by address. Ini dilakukan untuk mempercepat proses pemetaan LP2B itu sendiri.
“Biar cepat, nanti kalau by name, by address, akan butuh waktu lama. Nanti by name, by address, ada aplikasi tersendiri,”tegasnya.
Saat ini, lanjutnya, proses pemetaan LP2B ini sudah dalam tahap proses finalisasi. Pekan depan, menurutnya, Tim Pokja akan berangkat ke Jakarta untuk mengoordinasikan hasil finalisasi peta LP2B dengan Kementerian Pertanian dan ATR BPN.
Dia menjelaskan, pada LSD dari Kementerian ATR BPN ditetapkan Kabupaten Banyuwangi luas areal yang dilindungi sekitar 66 ribu hektar. Sedangkan hasil pemetaan Dinas Pertanian dan Pangan bersama Tim Pokja, proses awal pemetaaan kawasan LP2B Banyuwangi hanya 55 ribu hektar.
Luasan lahan LP2B 55 ribu hektar ini menurutnya belum final karena masih dalam proses pembahasan. Kemarin, kata Dia, sudah dilakukan sinkronisasi selama hampir satu bulan dengan peta RDTR.
“Alhamdulilah sudah selesai hasil pemetaannya dan akan kita kordinasikan dengan Kementerian Pertanian dan ATR BPN untuk mensinkronkan lagi terkait perbedaan luas penetapan sementara LP2B Banyuwangi dengan LSD,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi II DPRD Banyuwangi, Siti Mafrochatin Nikmah menyatakan, dari awal DPRD Banyuwangi memang meminta agar peta LP2B itu by name by address sehingga pada saat penetapan diketahui lahan mana yang masuk dalam Perda LP2B tersebut.
“Ini masyarakat mendesak Pansus LP2B segera ditetapkan. Kita juga tidak bermaksud untuk memperlambat, pinginnya juga cepat. Tapi arahan dari Kementerian maupun Dinas Provinsi Jawa Timur harus by name, by address,” jelasnya.
Dalam Rapat Pendapat itu, lanjutnya, Dinas Pertanian menyampaikan ada petunjuk teknis baru ini tadi disampaikan bahwa kemarin itu pokja sudah didampingi tim dari kementerian. dan disampaikan bahwa mungkin ada petunjuk baru yang mengatur pemetaan LP2B itu bisa berbasis kawasan saja. Namun menurutnya, kawasan dan lahan itu sudah berbeda.
“Harapan kami kalau lahan itu ya tahu jelas ini milik siapa. Sehingga sampai kapan pun seandainya dijual tahu ini masuk LP2B,” tegasnya.
DPRD Banyuwangi berharap pansus ini betul-betul bisa bermanfaat bagi masyarakat Banyuwangi. Bukan sebaliknya, malah menjadi bumerang. Oleh karena itu, DPRD Banyuwangi sangat berhati-hati dalam proses pembahasan Raperda LP2B ini.
Dia menegaskan, proses pembahasan dilakukan dengan memakai dasar keilmuan akademis. Apalagi untuk pengukuruan menggunakan alat-alat tertentu untuk citra satelit dalam penentuan lahan-lahan yang masuk dalam LP2B ini. Dia tidak ingin seperti yang terjadi sebelumnya. Di mana terjadi kelambatan antara lain akibat sinkronisasi luasan lahan di Kementerian dengan daerah tidak sama.
“Karena ini maksud dan tujuannya untuk kedaulatan dan ketahanan pangan masyarakat Banyuwangi khususnya, dan nasional secara umumnya,” pungkasnya.