Honor Makam Covid, Eks Kepala BPBD Jember Tempuh Pra peradilan
Setelah dua kali tidak menghadiri panggilan kepolisian, Moch Djamil, salah satu tersangka kasus pemotongan honor pemakaman COVID-19 mengajukan pra peradilan. Gugatan praperadilan itu sudah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jember pada hari Senin, 1 Agustus 2022.
“Pra peradilan kami daftarkan ke Pengadilan Negeri Jember untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh kepolisian terhadap Moch Djamil,” kata kuasa hukum Moch Djamil, Purcahyomo Juliatmoko, dikonfirmasi Rabu, 3 Agustus 2022.
Karena itu, Moko membantah jika kliennya mangkir dalam proses pemeriksaan di Polres Jember. Sebab, sesuai aturan dalam KUHAP pasal 77 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014, tersangka boleh melakukan upaya hukum untuk menguji sah atau tidaknya proses penetapan tersangka.
Selama proses pra peradilan masih berlangsung, polisi harus menunda pemeriksaan terhadap tersangka sampai ada keputusan hakim tunggal terkait gugatan pra peradilan itu.
“Alur pra peradilan harus dilakukan seluruhnya, sehingga secara otomatis polisi harus melakukan penjadwalan ulang menunggu hasil keputusan hakim tunggal,” jelas Moko.
Terkait penetapan tersangka oleh kepolisian terhadap Moch Djamil, Moko menilai tidak dilengkapi dengan alat bukti yang cukup.
Moko memandang, peran Moch Djamil dalam kasus pemotongan honor relawan pemakaman jenazah covid-19, hanya sekadar fungsi administrasi. Dan seluruh proses administrasi itu sudah dilakukan semua oleh Moch Djamil.
Termasuk dalam proses alur penganggaran hingga pencairan anggaran honor pemakaman yang bersumber dari Belanja Tidak Terduga (BTT) APBD Jember.
Anggaran itu diajukan ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) Jember. BPKA kemudian melanjutkan ke Bank Jatim.
Dari Bank Jatim, anggaran itu dicairkan langsung oleh Bendahara Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). “Proses administrasi sudah dilakukan semua, sehingga uang tunai (cash money) ada di Bendahara PPTK yang sudah diperiksa polisi kemarin,” lanjut Moko.
Sementara itu, Moch Djamil sebagai Plt Kepala BPBD Jember yang sekaligus sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) saat itu tidak memegang uang honor pemakaman itu sama sekali. Hal itu sudah diatur dalam Aturan Mendagri Nomor 77 Tahun 2020.
Selain itu, selama menjabat sebagai Plt Kepala BPBD Jember saat itu, Moch Djamil tidak pernah memimpin rapat terkait pemotongan honor pemakaman jenazah COVID-19. Justru sebaliknya, ia meminta agar jangan sampai ada pemotongan.
Duduk Perkara Honor Pemakaman
Lebih jauh Moko menjelaskan, bahwa sebenarnya tidak ada pemotongan honor petugas pemakaman jenazah COVID-19. Namun, saat itu tersangka sebelumnya, Penta Satria hanya mengambil kembali uang yang dipakai untuk menalangi honor pemakaman.
Saat itu, kasus COVID-19 sedang tinggi dan kebutuhan dana untuk proses pemakaman juga meningkat. Sementara anggaran yang bersumber dari BTT APBD belum cair.
“Waktu itu kasus COVID meningkat pada bulan Maret. Sedangkan anggaran baru cair pada bulan Agustus. Dalam rentan waktu itu, Penta menalangi dulu honor tim pemakaman,” lanjut Moko.
Kendati demikian, Moch Djamil tidak mengetahui bahwa ada dana talangan dari tersangka Penta Satria. Karena saat itu Moch Djamil sedang fokus berupaya agar anggaran bisa dicairkan lebih awal.
Sehingga yang memahami persoalan itu adalah Penta Satria. Meski sebenarnya bukan memotong, tetapi mengambil uang talangan yang pernah diberikan kepada tim pemakaman.
Berharap Restorative Justice
Moko membandingkan kasus yang menjerat kliennya dengan honor pejabat Rp 70 juta yang sempat heboh. Dalam kasus itu, beberapa pejabat termasuk Sekretaris Daerah dan Bupati Jember menerima honor Rp 70 juta dari anggaran penanganan COVID-19.
Namun, karena alasan kemanusian honor yang sempat diterima pejabat itu akhirnya dikembalikan ke kas negara. Sehingga, kasus itu diselesaikan secara restorative justice.
Sementara dalam kasus dugaan pemotongan honor tim pemakaman jenazah COVID-19, nominalnya jauh di bawah Rp 70 juta yang pernah diterima pejabat. Semestinya, kasus yang menjerat Moch Djamil memiliki peluang lebih luas untuk diselesaikan secara restorative justice.
Terlebih Moko menganggap, kasus yang menjerat kliennya adalah kasus perdata, bukan pidana. “Ini nominalnya jauh di bawah itu, semestinya ada peluang restorative justice dengan Melibatkan Kapolres, Kajari dan Ketua Pengadilan Negeri Jember,” pungkas Moko.
Advertisement