Tersangka Pemalsu Dokumen Punya Blangko Berhologram
Pelaku pembuat dokumen palsu betul-betul lihai melakukan praktiknya. Dalam praktik ini, pelaku Anton Sunaryono, 44 tahun, asal Blitar, diketahui menggunakan peralatan palsu untuk mencetak pesanan dokumen.
Dalam penangkapan awal, penyidik berhasil mengamankan ratusan barang-barang palsu seperti blanko kosong lengkap dengan hologram, kemudian stempel dari berbagai Disnaker daerah, stempel desa dari berbagai daerah, kemudian stempel kecamatan, serta stempel beberapa KUA.
“Ada blanko, kartu KK dan akte. Blankonya ini masih kosong jumlahnya ada ratusan (220 blanko). Secara fisik (blangko kosong) ini memang kelihatan asli, tapi palsu semua ini,” ungkap Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur, Kombes Pol R Pitra Andrias Ratulangie saat ditemui di Mapolda Jatim, Surabaya, Jumat 21 Februari 2020.
Dari pantauan, tampak beberapa stempel itu bertuliskan seperti dari Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung, Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang, Kecamatan Wonosaslam Kabupaten Demak dan banyak lagi. Kemudian ada stempel KUA Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur, KUA Cirebon, KUA Rongga Kabupaten Bandung Barat dan masih banyak lagi.
“Pemesannya ini luas ya, ada yang dari NTB, NTT, Jawa Barat, Jawa Tengah dan beberapa dari kawasan Jawa Timur,” ungkapnya.
Ia mengatakan, memang barang-barang tersebut digunakan untuk mencetak dokumen palsu sesuai permintaan pemesan. Ada yang digunakan untuk membuat surat KUA, ada yang membuat surat keterangan dan ada yang membuat paspor.
Bahkan, ditemukan ada empat buah paspor asli dicetak oleh Kantor Imigrasi yang berbasis dokumen palsu yang dicetak.
Karena itu, ia akan menggandeng berbagai pihak untuk bisa melakukan cross check terkait dokumen yang telah dikeluarkan. Polisi juga meminta agar memperketat proses pembuatan, sehingga dapat mengeluarkan dokumen berbasis data asli.
Pitra menjelaskan, Anton melakukan semua praktiknya sendiri tanpa ada bantuan dari orang dalam setiap instansi. Caranya dengan menggunakan blangko palsu yang dipesan dari orang lain, kemudian diisi dan ditandatangani sesuai nama kepala instansi.
“Caranya ya tanda tangannya ditiru. Sekarang kan mudah ada gambarnya difoto lalu discan kan sudah bisa,” jelasnya
Karena itu, ia mendapat banyak pesanan. Di mana, pesanan itu datang karena promo yang ia sampaikan melalui media sosial seperti Facebook dan Whatsapp.
Jumlah pesanannya sudah begitu banyak. Omzet yang didapat berkisar Rp1 miliar karena per dokumennya ia memasang banderol sekitar Rp2 juta.
Pitra menyebut, dengan kasus ini Anton dijerat KUHP pasal 263 ayat 1 dan 2 juncto pasal 93 dan 96 terkait Administrasi Kependudukan. Dengan ancaman hukuman minimal 6 tahun penjara dan maksimal 10 tahun.
Advertisement