Teroris Bukan karena Kemiskinan
Oleh: Djono W. Oesman
Lima terduga teroris ditangkap Densus 88, sepekan terakhir. Salah satunya, Supri, penjahit di Dusun Sanggarahan, Desa Trayu, Banyudono, Boyolali, Jateng. Ia ternyata perakit bom bunuhdiri Agus Sujatno di Mapolsek Astana Anyar, Bandung, 7 Desember 2022.
---------
Mengherankan, Supri ternyata tamatan SMP. Rumahnya di dusun itu berupa gubuk ukuran sekitar 5 X 7 meter. Sehari-hari ia menerima pesanan jahitan warga sekitar. Anaknya tiga.
Padahal, bom di Mapolsek Astana Anyar berdaya ledak tinggi. Tubuh pengebom hancur, kecil-kecil, terlempar belasan meter.
Supri ditangkap Tim Densus 88, Selasa (1/8) pukul 16.00 WIB di Desa Trayu, Kecamatan Banyudono, Boyolali. Di jalan, bukan di rumahnya. Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Pol Aswin kepada pers, mengatakan:
"Tersangka S berlatih membuat switching bom sejak 2010, dilatih oleh saudara Sogir. Sedangkan Saudara Sogir dilatih membuat bom oleh dr Azhari (teroris asal Malaysia yang ditembak mati, melalui perang, di Kota Batu, Malang, Jatim, 2005). Jadi, ini warisan Azhari.”
Sogir adalah terpidana kasus terorisme, pengebom Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia, di Jakarta, 2004. Jadi, antar teroris saling terkait dalam beberapa jaringan.
Kepala Biro Penmas Divhumas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Jumat 4 Agustus 2023 mengatakan: “S (Supri sudah tersangka. Setelah Tim Densus 88 menangkap Supri, kemudian menangkap pula empat tersangka teroris lain di Boyolali dan Sukoharjo, Solo.”
Ramadhan: “Tersangka S biasa merakit bom di rumahnya di Dusun Sanggarahan itu. Dari rumahnya kami temukan senjata samurai, panci presto untuk membuat bom, sepeda motor.”
Panci presto sudah diteliti. Sama dengan serpihan kontainer dan kaca bom di Mapolsek Astana Anyar, Bandung. Dengan begitu, pengeboman Astana Anyar sudah terungkap.
Saat penggeledahan rumah tersangka Supri, Kepala Dusun Sanggarahan, Slamet Maryadi dilibatkan polisi selaku kepala wilayah dusun.
Slamet merinci barang yang disita polisi dari rumah Supri: "Ada ember, terus panci presto, samurai, terus barang-barang elektronika. Tersangka sehari-hari tukang jahit. Tapi tidak pernah bergaul dengan tetangga.”
Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, yang dipercaya membantu Polri mengungkap jaringan terorisme, menceritakan:
"Nama Supri awalnya terendus penyidik dari identifikasi motor yang dipakai oleh alm Agus Sujatno alias Agus Muslim (pengebom bunuhdiri Mapolsek Astana Anyar). Motor itu dulu dipakai Agus bersama tersangka S (Supri) di Ciamis, Jabar, beberapa hari sebelum terjadi bom bunuh diri.”
Islah Bahrawi menjelaskan, dari pengakuan Supri ke polisi, terungkap bahwa bom Astana Anyar memang dibuat oleh S. Dan, S menyerahkan sendiri paket bom itu dalam keadaan semi terurai kepada alm Agus di Boyolali.”
Islah: “Tersangka S juga buka lembaga pendidikan agama untuk merekrut calon pengantin atau pelaku bom bunuh diri.”
Dilanjut: "Dari pengakuan lima tersangka, mereka juga merencanakan meledakkan Mapolresta Surakarta dalam waktu dekat. Namun terhalang, karena belum ada pengantin yang siap. Jadi, mereka masih menyasar polisi.”
Islah alumni Pondok Pesantren Syaichona Moh Cholil Bangkalan. Ia kini Tenaga Ahli Pencegahan Radikalisme, Ekstremisme dan Terorisme, Mabes Polri. Saat ceramah, uraiannya detil dan berbasis sejarah.
Dikutip dari NUOnline, 28 Juni 2022, Islah menjelaskan kata kunci dalam agama yang dimanfaatkan untuk radikalisme terorisme.
Islah: “Kunci itu adalah konsep kematian, dogma, dan membuat kekuasaan di akhir zaman.”
Tiga hal dalam agama itu bisa ditunggangi untuk kepentingan politik. “Sebagaimana tragedi terbunuhnya Sayyidina Utsman bin Affan r.a atas konspirasi Muhammad bin Abu Bakar dengan orang Mesir yang mengatasnamakan agama,” katanya.
Dari tragedi itu, berkembang sampai sekarang, sehingga berpotensi memecah-belah umat Islam sendiri. “Padahal itu semua hanya bagian dari persoalan tafsir,” katanya.
Dilanjut: “Kita tahu, bahwa ajaran-ajaran Ateisme bersumber dari Arab pada kejayaan Islam. Seperti Abu al-A’la Al-Ma’arri seorang filsuf, penyair, dan penulis buta yang memegang kontroversi pandangan tak beragama. Ada juga Abu Bakar Al-Razi yang memiliki paradigma teosentris sekaligus menolak konsep kenabian, sehingga ia divonis al-mulhid.”
Menurutnya, kini tradisi yang dicontohkan para pendahulu sudah hilang. Seumpama, jika ada kekeliruan dalam tahlilan, maulidan dan sejenisnya, langsung divonis bid’ah, kafir, dan sebagainya.
Islah: "Mestinya ada diskursus pemikiran dan keilmuan, agar tidak saling mengkafirkan, membenci, dan sejenisnya. Oleh karena itu, mari kita selamatkan dan memajukan Islam dengan ilmu pengetahuan, bukan dengan politik.”
Meski kebanyakan teroris di Indonesia pelakunya orang miskin, tapi ia tak setuju bahwa kemiskinan penyebab munculnya teroris. “Intinya persoalan tafsir kitab,” ujarnya.
Itu juga selaras dengan pendapat Puteri Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), Alissa Wahid. Tapi, Alissa sepakat, bahwa teroris adalah penjahat yang memanfaatkan agama. Penyebabnya beragam, tapi bukan terkait kemiskinan pelaku.
Alissa di program D'Rooftalk, 30 Maret 2021mengatakan soal itu, demikian:
"Warga NU bercanda begini: Kalau alasan orang radikal adalah miskin, harusnya yang radikal itu orang-orang NU, dong. Karena orang NU banyak yang miskin. Tapi kan engga. NU, kita tahu pandangan agamanya justru yang paling moderat. Jadi, teroris bukan akibat kemiskinan.”
Penangkapan lima terduga teroris di Boyolali dan Sukoharjo itu membuat masyarakat lega. Meskipun, ada terduga lain yang masih diburu Densus 88.
Betapa pun, kini masyarakat sudah muak pada teroris. Beda, dengan satu-dua dekade lalu, saat Bom Bali, sebagian masyarakat (diam-diam) bersimpati pada teroris. Kini tidak lagi. (*)