Termakan Isu Kiamat, Ini Nasib 52 Pengikut Tarekat Akmaliyah
Sebanyak 52 warga di Desa Watubonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo, Jawa Timur, meninggalkan rumahnya. Mereka mencari perlindungan ke sebuah pondok pesantren (Ponpes) di Kabupaten Malang.
Mereka adalah pengikut Tarekat Akmaliyah Asholihiyah, pimpinan Katimun, sebagai Ketua Padepokannya. Rencana hijrah warga Watubonang ini tidak bersamaan, tapi bertahap sejak sebulan lalu. Terakhir warga yang pindah ke Kabupaten Malang itu terjadi pada 7 Febuari 2019 lalu tapi baru heboh dan viral di media sosial sejak dua hari terakhir.
Pihak kepolisian hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) kini melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur KH Abdusshomad Buchori mengingatkan, terkait masalah kiamat merupakan hak tunggal dari Allah dan manusia tidak ada yang mengetahuinya secara pasti.
"Ya, soal kiamat merupakan hak prerogatif Allah. Memang, kita hanya diberi pengetahuan soal tanda-tanda. Sehingga, bila ada satu kelompok yang mengetahui adanya hari kiamat ini yang harus diselidiki terlebih dahulu," tuturnya, Kamis 14 Maret 2019.
"Ya, soal kiamat merupakan hak prerogatif Allah. Memang, kita hanya diberi pengetahuan soal tanda-tanda. Sehingga, bila ada satu kelompok yang mengetahui adanya hari kiamat ini yang harus diselidiki terlebih dahulu," tutur KH Abdusshomad Buchiri, Ketua MUI Jawa Timur.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa tak ketinggalan, angkat bicara dan heran dengan doktrin kiamat tersebut tanpa klarifikasi lebih dulu oleh si penerima informasi.
"Itu kerentanan masyarakat ketika menerima informasi-informasi yang mereka tidak sempat tabayyun, tidak sempat klarifikasi atau mereka salah referensi," kata Khofifah, Kamis 14 Maret 2019.
Jadi, lanjutnya, mereka warga yang menerima informasi tanpa tabayyun itu sudah punya ketaatan, kepercayaan, ketundukan kepada orang tertentu.
"Sehingga ketika orang yang merasa menjadi top reference dalam hidupnya itu menyampaikan sesuatu, ya sudah mereka langsung percaya, dianggap kebenaran," jelas dia.
Maka, kata mantan Menteri Sosial ini, diperlukan adanya saling sapa antar elemen, baik dari pemerintah, Ormas keagamaan maupun komponen-komponen masyarakat lainnya.
"Ini saya rasa fenomena-fenomena yang menjadikan kita semua harus makin banyak berkomunikasi dan bersapa dengan masyarakat," jelas Khofifah.
Jual Rumah
Mereka hijrah dari kampungnya pada Rabu 13 Maret 2019. Tak hanya itu sebagian pengikut Katimun, Ketua Padepokan Tarekat Akmaliyah Asholihiyah Cabang Ponorogo sudah menjual tanah dan rumahnya untuk berhijrah.
Kapolsek Badegan Ponorogo AKP Suwoyo mengatakan, untuk mengantispasi hal yang tidak diinginkan Petugas Polsek Badegan, Ponorogo mendatangi rumah milik Katimun di Desa Watubonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo.
Namun di rumah yang menjadi satu lokasi dengan Padepokan Tarekat Akmaliyah Asholihiyah Cabang Ponorogo lokasinya sepi tak berpenghuni.
“Katimun sang pemilik rumah yang juga ketua padepokan telah mengungsi ke Malang sejak dua minggu lalu. Tak hanya Katimun ada 51 warga lain di desa ini yang pindah ke Malang. Mereka hijrah dan akan menetap di Pondok Toriqot Akmaliyah di Sukosari Kasembon, Malang. Warga yang ikut hijrah adalah pengikut atau anggota jamaah tersebut,” kata Kapolsek.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ponorogo bakal mendalami soal kepindahan puluhan warga ke Malang. Terlebih, kepindahan 52 warga Dusun Krajan, Desa Watubonang, Kecamatan Badegan tersebut diduga akibat doktrin kiamat yang katanya akan terjadi pertama kali di desa tersebut.
"Ajarannya apa saya juga belum tahu, belum sampai ke sana, nanti bisa kami cek dan lihat," kata Ketua MUI Ponorogo Anshor M Rusdi.
Anshor menambahkan, kiamat atau hari akhir merupakan rukun iman dalam Islam yang wajib untuk diyakini. Namun menurutnya hanya sebatas untuk diyakini, karena tidak ada seorang pun yang tahu kapan hari itu akan tiba.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malang menilai bila bentuk pembelajaran di Pondok Pesantren (Ponpes) Miftakul Falakim Mubta'dziin tidak ada yang menyimpang dari aturan atau kaidah agama Islam.
Perwakilan MUI Kabupaten Malang Ibnu Mukti menyampaikan, hal yang paling fundamental dari hasil temuan maupun hasil tabayun yang dilakukan oleh MUI, dinyatakan bahwa ponpes yang ada di Dusun Pulosari, Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang ini tidak terkait dengan jamaah organisasi sesat. "Ponpes ini ponpes ala NU," kata dia.
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil PC Anshor Kabupaten Malang itu menerangkan, sebelum adanya rumor ini, dirinya mewakili anshor sudah tabayun ke Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Miftakul Falakim Mubta'dziin Muhammad Romli.
"Sudah kroscek sendiri, sudah liat sendiri. Bahkan beliau juga menjabat sebagai Katib Syuriah NU Kasembon. Kalau pondok terafiliasi dengan yang lain itu salah," terangnya.
Bupati Ponorogo Prihatin
Sebelumnya, Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni juga mengaku prihatin dengan doktrin kiamat yang menimpa warganya, sehingga memilih pindah dan berlindung ke Ponpes Miftahul Falahil Mubtadi'in di Kabupaten Malang.
Bupati yang juga Ketua Bappilu DPW NasDem Jawa Timur ini juga menjelaskan, bahwa ke-52 warganya yang percaya doktrin kiamat sudah dekat sehingga memilih hijrah keluar Ponorogo.
"Mereka percaya akan ada kiamat dan kalau di pondok itu enggak ikut kiamat," katanya menyesalkan.
"Sesungguhnya kita sudah melakukan pembinaan sekaligus memberikan pemahaman, tapi ya sulit, mereka terlanjur percaya dan meyakini," tutur Ipong.
Ipong pun berharap, semua pihak terkait ikut turun tangan untuk memberikan pembinaan.
"Jadi harus ada upaya yang serius dari Ormas-Ormas keagamaan, MUI, Pemprov, Pemkab Malang," tandas Ipong.
Ipong mengatakan, jumlah pengikut Muhammad Romli, penyebar doktrin kiamat di Ponorogo cukup banyak. Bahkan, di Desa Watubonang, basis pengikut ajaran pengasuh Ponpes Miftahul Falahil Mubtadi’in ini juga terdapat kantor cabang.
“Ini harus segara dicegah agar tidak tambah meluas pengikutnya,” ujar Ipong.
Saat ini, pihaknya bersama aparat kepolisian, MUI dan ormas Islam juga terus melakukan pendampingan. Harapannya, jamaah pengikut ajaran doktrin kiamat yang masih bertahan, tidak ikut berangkat ke Malang.(adi)