Terlanjur Bersetubuh Siang Hari saat Puasa Ramadan, Ini Hukumnya
"Kami kebetulan pengantin baru. Pada saat bulan Ramadan, tentu kami berpuasa. Tapi, ketika siang hari hasrat berhubungan suami-istri tidak bisa kami bendung. Kami akhirnya terlanjur berhubungan suami istri. Bagaimana hukumnya?"
Begitulah pertanyaan yang muncul, di sebagian masyarakat. Khususnya bagi pasangan muda yang baru melangsungkan pernikahan.
Guna memahami hal itu, berikut penjelasan menurut hukum agama Islam.
Aturan Agama Telah Jelas
Semua aturan dalam Islam adalah aturan yang jelas. Setiap aktivitas yang kita lakukan pasti memiliki aturan di dalamnya, termasuk saat berpuasa. Sayangnya masih banyak beberapa dari kita yang belum mengetahui lebih banyak aturan-aturan tersebut.
Hal-hal yang kita ketahui adalah hal-hal yang nampak umum saja. Misalnya larangan puasa, yaitu tidak boleh makan dan minum. Namun, hal-hal lain kadang terlupakan dan dibiarkan sengaja tidak dicari tahu. Seperti larangan bersetubuh saat menjalani puasa Ramadan.
Hukum bersetubuh di siang hari saat Ramadan adalah haram.
Membayar Kafarat
Hukum bersetubuh di siang hari saat puasa Ramadan adalah haram dan dilarang, baik bagi pria maupun wanita yang wajib berpuasa di siang hari. Terlebih jika mereka dalam keadaan sadar dan bertanggung jawab. Melakukan itu adalah dosa dan diharuskan melakukan denda yang disebut kafarah.
Bentuk kafarah biasanya berupa makanan yang diberikan kepada fakir miskin, memerdekakan budak, atau bisa juga berpuasa. Kadar denda hukuman tiap kelalaiannya pun berbeda. Untuk hukuman bersetubuh di siang hari saat Ramadan ialah berupa puasa selama dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 fakir miskin.
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, 2600 dan Shahih Muslim, 1111. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dia berkata:
قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَلَكْتُ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ وَقَعْتُ بِأَهْلِي فِي رَمَضَانَ قَالَ تَجِدُ رَقَبَةً قَالَ لا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لا قَالَ فَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُطْعِمَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لا قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ الأَنْصَارِ بِعَرَقٍ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ فِيهِ تَمْرٌ فَقَالَ اذْهَبْ بِهَذَا فَتَصَدَّقْ بِهِ قَالَ عَلَى أَحْوَجَ مِنَّا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا بَيْنَ لابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ مِنَّا قَالَ اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ
"Seseorang datang kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, celakalah saya!" Beliau bertanya, “Ada apa dengan Anda?" Dia menjawab, “Saya telah berhubungan intim dengan istri sementara saya dalam kondisi berpuasa (Di bulan Ramadan)," Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallalm bertanya, “Apakah Anda dapatkan budak (untuk dimerdekakan)?" Dia menjawab, “Tidak." Beliau bertanya, “Apakah Anda mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?" Dia menjawab, “Tidak." Beliau bertanya, “Apakah Anda dapatkan makanan untuk memberi makan kepada enampuluh orang miskin?" Dia menjawab, “Tidak." Kemudian ada orang Anshar datang dengan membawa tempat besar di dalamnya ada kurmanya. Beliau bersabda, “Pergilah dan bershadaqahlah dengannya." Orang tadi berkata, “Apakah ada yang lebih miskin dari diriku wahai Rasulullah? Demi Allah yang mengutus anda dengan kebenaran, tidak ada yang lebih membutuhkan di antara dua desa dibandingkan dengan keluargaku." Kemudian beliau mengatakan, “Pergilah dan beri makanan keluarga Anda.”
Hadis di atas menunjukkan bahwa membayar kafarat atas hukuman ini memiliki tahapan dan Nabi Muhammad SAW menjelaskan apa yang diminta dari orang yang bersetubuh dengan istrinya pada siang hari di bulan Ramadan.
Pertama, seseorang harus bertaubat dari dosa besar yang menyebabkan dirinya celaka ini. Kedua, mereka harus membayar kafarat dengan penggatian puasa tanpa ada pembatalan satu hari pun. Kemampuan seseorang dalam berpuasa adalah taksiran pribadi antara dirinya dan Allah SWT.
Berpuasa Dua Bulan Berturut-Turut
Beberapa ulama telah menempatkan kriteria kemampuan berpuasa ini dan mengatakan, “Siapa yang bisa berpuasa bulan Ramadan, maka bisa berpuasa selama dua bulan berturut-turut.”
Namun, kriteria ini tidak masuk akal, karena dalam hadis di atas, orang yang datang kepada Nabi Muhammad SAW adalah orang yang memiliki kemampuan untuk berpuasa di bulan Ramadan, tetapi Nabi Muhammad SAW tidak mencukupi dengan kemampuannya untuk berpuasa Ramadan, dengan kembali memastikan pertanyaan ‘"Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?", dan benar saja, orang tersebut menjawab tidak.
Hal ketiga yang wajib adalah pembayar kafarat. Hal itu dijelaskan Nabi dengan perintahnya membebaskan seorang budak atau memberi makan fakir miskin. Namun, jika kondisi tidak memungkinkan, entah itu mereka tidak dapat menemukan budak dan fakir miskin di daerahnya atau mungkin tidak memiliki kemampuan finansial, maka mereka bisa memberi makan keluarganya.
Dijelaskan jika seseorang melakukan hubungan intim beberapa kali dalam satu hari, satu kali penebusan saja sudah cukup. Jika seseorang tidak ingat berapa hari mereka melakukan hubungan badan, tawarkan penebusan dengan jumlah yang lebih tinggi jika ragu.
Saat Malam yang Dihalalkan
Bersetubuh di malam hari saat Ramadan hukumnya halal dan diperbolehkan. Ya, bersetubuh dengan pasangan (suami atau istri) di malam hari saat bulan Ramadan, justru diperbolehkan. Namun, waktunya hanya berlangsung sampai fajar menyingsing. Saat matahari tiba, maka hubungan badan sudah dilarang.
Hal ini ditafsirkan dalam firman Allah SWT berikut ini:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beritikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa." [Q.S Al-Baqarah: 187]
Berciuman dan Berpelukan pun Dilarang Siang Hari
Berciuman, berpelukan, dan foreplay saat siang hari di bulan Ramadan juga tidak diperbolehkan.
Semua tindakan yang menyebabkan keluarnya air mani seseorang, tetap akan melanggar puasa, bahkan jika bukan hubungan badan sekalipun. Melanggar kesucian bulan Ramadan dan membatalkan puasa adalah pelanggaran berat. Kompensasinya adalah mengganti puasa. Namun, masih terjadi perbedaan pendapat dari beberapa ulama mengenai hal ini.
Menurut jumhur ulama (kesepakatan para ulama) tidak ada penebusan bagi orang tersebut sepanjang keluarnya air mani bukan karena hubungan seksual. Para ulama Maliki berpendapat bahwa penebusan puasa dua bulan berturut-turut adalah karena pengeluaran air mani yang disengaja dengan ciuman atau kontak fisik lainnya. Bahkan jika seseorang biasanya tidak mengeluarkan air mani setiap kali dia melakukan hal-hal seperti itu atau bertahan dalam melakukan salah satu dari itu sampai dia mengeluarkan air mani.
Demikian wallahu a'lam.