Terkait Wabah Corona, Rais Am PBNU: Hindari Hal Mudharat
Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menyatakan, sejumlah kebijakan dapat saja dilakukan. Termasuk penundaan kegiatan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama yang harusnya digelar di Pesantren Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
“Apa yang terjadi saat ini adalah ujian hidup,” kata Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini, Senin 16 Maret 2020.
Kiai Mitfachul Akhyar menegaskan hal itu terkait wabah Virus Corona atau Corad-19 yang cukup menggelisahkan masyarakat saat ini.
Sebelumnya, Kiai Miftah, sapaan akrabnya, hadir pada puncak resepsi hari lahir ke-97 NU di parkir utara kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, jalan Masjid al-Akbar Timur No 9 Surabaya, Sabtu malam 14 Maret 2020.
Umat Islam boleh saja khawatir dengan merebaknya Virus Corona yang hingga kini disikapi beragam oleh sejumlah negara. Beberapa kepala daerah juga memberlakukan aturan beragam, dari yang melarang sama sekali kegiatan massal, hingga membolehkan dengan sejumlah catatan.
“Kalau ada anjuran dari pemerintah untuk membatasi jabat tangan, maka silakan hal itu diikuti untuk menghindari mudarat,” kata Pengasuh Pesantren Misfahussunnah, Kota Surabaya tersebut.
Menurutnya, apa yang dilakuan pemerintah dan PBNU yang menunda Munas dan Konbes, tentu dengan banyak pertimbangan. “NU bukan takut. Akan tetapi, menghormati kekhawatiran berbagai kalangan,” tegasnya.
Kendati demikian, Kiai Miftah berharap masyarakat tidak panik dengan tersebarnya virus corona yang demikian menghebohkan. Yang justru lebih dikedepankan adalah meningkatkan mawas diri dan takut kepada Allah. “Yang justru penting kita harus takut kepada Allah. Jangan sampai ketakutan terhadap penyebaran virus ternyata tidak sebanding dengan ketakutan kepada-Nya,” ujar Kiai Miftah.
Dalam pandangannya, hidup memang silih berganti. Ada saatnya menerima nikmat. Namun, sekejap kemudian berubah menjadi bencana. Tugas manusia khususnya warga NU adalah bagaimana menyikapi secara bijak.
“Hal itu sebagaimama pergantian siang dan malam,” katanya memberi tamsil.
Lebih lanjut, disampaikan apa yang terjadi akhir-akhir ini memberikan banyak hikmah saat menghadapi kenyataan hidup. Tidak semua perjalanan hidup sesuai harapan. Namun, yang harus ditekankan adalah was-was yang akhir-akhir ini ada sebagai hal yang kecil dibandingkan dengan nikmat yang diterima.
“Padahal kita telah menerima milyaran nikmat, sehingga melupakan kebaikan yang sudah ada,” tegas Kiai Miftah.
Oleh sebab itu, hidup yang di dalamnya ada kesedihan hendaknya dapat dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan kesabaran. Dan yang tidak kalah penting yakni menjadikan ujian sebagai sarana untuk kesuksesan di masa mendatang.
“Banyak yang diuji saat muda dengan ujian sehingga sukses karena terbiasa bangkit kala gagal. Pada saat yang sama, banyak kalangan yang tidak pernah susah, justru gagal saat akhirnya tidak mudah bangkit kala mendapat kesempatan menjadi pemimpin,” pungkasnya.
Advertisement