Terkait Usia Pernikahan, Berikut Saran Muhammadiyah
Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PP NA) mengadakan diskusi panel dengan topik Fikih Anak yang diikuti oleh 45 kader NA Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng). Kegiatan ini diselenggarakan di Aula Gedung Muhammadiyah Jalan KH Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Selasa (30/1/2018).
"Organisasi otonom kekuatannya pada pengajian-pengajian, salah satunya dengan diskusi, hal tersebut perlu dilakukan agar ruh gerakan Muhammadiyahnya tidak hilang," kata Diyah Puspitarini, Ketua Umum PP NA.
Diyah melanjutkan salah satu icon dan kampanye kegiatan NA saat ini adalah sosialisasi mengenai stunting, hal ini dilakukan NA karena masyarakat Indonesia masih banyak yang belum peduli perihal isu tersebut, apalagi banyak kader NA yang sedang hamil muda.
"Paling tidak anggota NA bayinya tidak ada yang stunting dan ini bagian dari dakwah, " lanjutnya.
Materi diskusi panel fikih anak ini disampaikan oleh dua narasumber yakni Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Mohammad Mas'udi dan Nur Wahidatul Muflihah, Anggota PP NA.
Mas'udi mengatakan yang namanya fikih itu tidak hanya persoalan halal dan haram namun bicara seperangkat secara khusus. Sekedar diketahui, hingga saat ini Majelis Tarjih telah mengeluarkan beberapa fikih, diantaranya fiqih kebencanaan, fikih antikorupsi dan juga fikih anak.
Berkaitan dengan fikih anak, Mas’udi mengungkapkan bahwa Majelis Tarjih ingin meningkatkan usia pernikahan, yang mana nikah yang ideal berada pada usia 21 tahun.
Kalau di dalam Undang-undang perkawinan, anak perempuan usia 16 tahun dan laki-laki usia 18 tahun sudah boleh menikah. Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah membuat usia ideal pernikahan bagi perempuan dan laki-laki di usia 21 tahun.
“Maksud dari usia ideal menikah adalah saran Muhammadiyah, bukan berupa fatwa dari Muhammadiyah,” jelas Mas’udi.
Menurut Mas’udi, secara biologis memang usia 16 atau 18 tahun sudah matang. Tapi perkawinan tidak hanya berpatokan pada kematangan biologis.
"Kalau perempuan terlalu cepat menikah, apakah dia sudah siap menjadi ibu? Bagaimana mengelola rumah tangga dengan suaminya, bagi laki-laki apakah sudah siap menjadi suami yang bertanggungjawab menafkahi keluarga," papar Mas’udi.
Sementara itu, Muflihah mengatakan Muhammadiyah tidak hanya konsen pada ibadah mahdoh saja namun juga perihal kemasyarakatan. NA sendiri sudah bergerak di bidang kemasyarakatan, keagamaan, dan pendidikan, dengan berbagai macam bentuk program yang sudah dilakukan.
"Program NA itu bergerak dan menggerakkan. Mengenalkan visi dan misi NA, bagaimana NA dikenal dengan aksi nyatanya dan dikenal oleh masyarakat sekitar," pungkas Muflihah. (adi)