Terkait Kasus Nani Handayani, Gus Ali: Menguasai Media tak Didukung Kemampuan
Penampilan Nani Handayani, sebagai penceramah di televisi nasional. Dan pada saat yang sama, terjadi kesalahan dalam menulis ayat suci Al-Quran. Yang bersangkutan salah menuliskan surat al-Ankabut ayat 45 dan surat al-Ahzab ayat 21.
Mengapa ada penceramah yang tidak bisa menulis Arab dengan benar namun bisa mengisi pengajian di sejumlah media, termasuk televisi? “Itu terjadi lantaran mereka memiliki jaringan,” kata KH Agus Ali Masyhuri, pengasuh Pesantren Bumi Shalawat Sidoarjo, pada ngopibareng.id, Rabu (6/12/2017).
Terjadinya peristiwa tersebut tentunya diawali dengan sebab. “Mengapa mereka yang tidak kompeten ternyata mendapatkan tempat di televisi, termasuk media sosial? Karena mereka lebih progresif dan bergerak maju,” ungkap Gus Ali, sapaan akrabnya. Sementara mereka yang memiliki kemampuan diam saja, lanjutnya.
“Maaf, kita harus jujur dengan sumber daya manusia sendiri. Banyak kader kita yang memiliki potensi, namun tidak didukung dengan kemampuan lain,” tandas Pengasuh Pesantren Bumi Shalawat Sidoarjo tersebut.
Apa faktornya sehingga mereka seperti itu? “Mungkin karena tidak ada yang bisa menyalurkan, atau memang tidak memiliki keinginan untuk maju,” urainya.
Bisa juga lantaran telah merasa puas dengan yang dicapai saat ini. Mereka merasa puas di kampungnya, dengan keadaannya saat ini. “Padahal mereka keliru dalam menerjemahkan qonaah,” tandasnya.
Selanjutnya Gus Ali menjelaskan kelemahan kalangan pesantren dan warga NU berdakwah di media, termasuk di dalamnya media sosial. “Padahal barangsiapa yang menguasai media, maka memiliki separuh kemenangan dalam pembentukan opini publik. Jadi opini di masyarakat itu bisa dibentuk,” terangnya.
Pada akhir penjelasannya, Gus Ali mengajak Nahdliyin untuk mawas diri, duduk merenung untuk mengevaluasi diri. “Bahwa SDM yang kita miliki sebenarnya cukup dan memadai untuk melakukan hal yang lebih baik dari mereka,” ujarnya.
Karenanya, Gus Ali mengajak semua pihak berbenah diri dan melakukan konsolidasi secara terukur dan terarah. Jangan sampai para kader pendakwah gagap teknologi atau gaptek, tidak mengerti aplikasi, juga media sosial, “Karenanya, hendaklah ada di antara kita yang berdakwah di sejumlah media,” pungkasnya. (adi)