Terkait Kasus IPDN, Gamawan Fauzi Diperiksa KPK Sebagai Saksi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Senin, 18 November 2019.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, Gamawan akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan dan pelaksanaan pembangunan gedung kampus IPDN Sulawesi Utara Tahun 2011.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DJ (Dudy Jocom, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri)," kata Febri, Senin 18 November 2019.
Gamawan telah tiba di Gedung Merah Putih KPK dan masuk ke ruang pemeriksaan sekira pukul 09.55 WIB. Gamawan tampak mengenakan kemeja abu-abu dan celana hitam sambil menenteng map. Namun, Gamawan tak memberikan pernyataan kepada wartawan saat memasuki Gedung Merah Putih KPK.
Sebelumnya, Gamawan juga pernah diperiksa oleh KPK pada Januari 2019 lalu juga untuk tersangka Dudy. Selain Gamawan, hari ini penyidik KPK juga dijadwalkan memeriksa seorang staf PT Hutama Karya bernama Hari Prasojo.
Dalam kasus ini, menetapkan Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero), Tbk, Dono Purwoko dan Kepala Divisi I PT Waskita Karya, Tbk Adi Wibowo sebagai tersangka. Selain itu, pejabat pada Kementerian Dalam Negeri Dudy Jocom kembali ditetapkan menjadi tersangka.
Penetapan tersangka ini hasil pengembangan kasus korupsi pembangunan Gedung IPDN di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Rokan Hilir, Riau.
Ketiganya diduga memperkaya diri, atau orang lain atau korporasi terkait pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung kampus IPDN di Minahasa, Sulawesi Utara dan Gowa, Sulawesi Selatan.
Pada 2010, Dudy melalui kenalannya diduga menghubungi beberapa kontraktor, kemudian memberitahukan akan ada proyek IPDN. Sebelum lelang, diduga telah disepakati pembagian pekerjaan, yaitu PT Waskita Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Selatan dan PT Adhi Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Utara.
Dudy dan kawan-kawan diduga meminta fee sebesar 7 persen. Pada September 2011, pemenang lelang ditetapkan, kemudian Dudy dan kontraktor menandatangani kontrak proyek. Pada Desember 2011, meski pekerjaan belum selesai, Dudy diduga meminta pembuatan berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk dua proyek IPDN itu.
Hal itu agar dana dapat dibayarkan. Dari kedua proyek tersebut, diduga negara mengalami kerugian total Rp 21 miliar yang dihitung dari kekurangan volume pekerjaan pada dua proyek tersebut.(ant)