Terkait Aksi 22 Mei, KH Syafrudin Syarif: Kita Harus Taati Negara
Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Syafrudin Syarif, mengatakan dirinya sangat menyayangkan ada pihak-pihak yang mengatasnamakan Islam dan mengganggap ulama, tapi menyebarkan fitnah dan provokasi yang menyebabkan perpecahan bangsa.
Hal itu ungkapkan dalam acara Halaqah Kedaulatan Rakyat dan Silaturahmi Lintas Ormas - OKP se-Jawa Timur, Senin 20 Mei 2019 di Kantor PWNU Jatim yang sekaligus memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-111.
Menurutnya, dalam momen Hari Kebangkitan Nasional, para alim ulama harus mengajak para ummat untuk bergotong-royong membangun negara Indonesia. Karena sejatinya kemerdekaan dan berdirinya Indonesia tak terlepas dari tangan dingin para kiai jaman kemerdekaan.
"Kalau ada ulama yang membuat fitnah, memecah belah dan permusuhan, itu bukan ulama. Jangan bawa-bawa nama Islam. Sejatinya fitnah itu tertidur, yang membangkitkan fitnah itu dilarang Allah. Allah melaknat orang-orang yang membangkitkan fitnah," ujar KH Syafrudin Syarif
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia merupakan milik kita semua. mulai dari agama Islam, Kristen, Katolik, Konghucu, Hindu, Buddha, hingga aliran kepercayaan lainnya.
"Apabila Indonesia hancur, kita juga hancur. Apabila Indonesia jaya, kita juga jaya," katanya.
Dalam ceramahnya, KH Syafrudin Syarif mengingatkan terkait suasana negeri di Timur Tengah yang dilanda perang. Beberapa waktu lalu saat ulama asal Afghanistan dan Syiria melakukan kunjungan ke PWNU Jatim, berpesan kepada NU untuk menjaga Indonesia agar tak seperti negara mereka yang hancur.
"Mereka tahu negaranya hancur karena perang saudara, fitnah, provokasi yang menyebabkan perpecahan. Makanya mereka minta kita untuk jaga Indonesia agar tetap damai dan jangan sampai pecah seperti mereka," katanya.
Ia juga mengomentari tindakan beberapa oknum politisi yang menggerakan massa untuk melakukan aksi 'jihad' yang mengatasnamakan agama untuk memprotes hasil Pemilu 2019 ke Komisi Pemilihan Umum RI pada 22 Mei 2019.
Baginya, permasalahan pemilu jangan dicampuradukan dengan agama dan pergerakan massa seperti ini, karena Indonesia ini negara demokrasi dan negara hukum.
"Kalau ada masalah terkait hasil pemilu, ya menggunakan jalur hukum. Kita sebagai umat Islam di Indonesia tidak boleh mengingkari dan menolak keputusan KPU. Kita harus taati negara ini sesuai konstitusi yang berlaku," katanya. (alf)