Terjerat Djoko Tjandra, Brigjen Nugroho Wibowo Cuma Dimutasi
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, Brigjen Nugroho Wibowo. Pria kelahiran Jakarta 11 Oktober 1969 ini diperiksa diduga terkait penghapusan red notice buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
Brigjen Nugroho Slamet Wibowo dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris National Central Bureau (Ses NCB) Interpol Indonesia. Lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1998 ini dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri.
Pencopotan jabatan Brigjen Nugroho Slamet itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/2076/VII/KEP/2020 yang dikeluarkan pada Jumat, 17 Juli 2020. Surat telegram tersebut diteken langsung oleh AsSDM Kapolri Irjen Pol Sutrisno Yudi.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono membenarkan adanya pencopotan jabatan Brigjen Nugroho sebagai Sekretaris National Central Bureau (Ses NCB) Interpol Indonesia. "Ya betul. Pelanggaran kode etik maka dimutasi," kata Awi.
Satu lagi Jenderal polisi dicopot dari jabatannya gegara permasalahan keluar-masuknya buronan kelas kakap, Djoko Tjandra, yakni Irjen Napoleon Bonaparte. Pria kelahiran 26 November 1965 ini dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.
Pencopotan jabatan itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/2076/VII/KEP/2020 yang dikeluarkan pada Jumat, 17 Juli 2020.
Dalam surat tersebut tertulis Irjen Napoleon Bonaparte dicopot dari jabatannya dan dimutasi menjadi Analisis Kebijakan Utama Itwasum Polri. Surat telegram tersebut diteken langsung oleh AsSDM Kapolri Irjen Pol Sutrisno Yudi.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono mengungkap, pria yang mengenyam pendidikan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1988 itu dimutasi karena melanggar kode etik.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono Prabowo memastikan bahwa penghapusan red notice buronan Djoko Tjandra terjadi secara otomatis dari sistem. "Itu adalah delete by system sesuai artikel 51 dalam aturan Interpol," kata Argo ditemui di kantornya, Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat 17 Juli 2020.
Argo menjelaskan, Kejaksaan Agung mengajukan permohonan red notice terhadap Djoko Tjandra pada 2009. Kemudian, secara otomatis red notice Djoko Tjandra terhapus oleh sistem pada 2014. Hal itu sesuai dengan aturan Interpol.
Lebih lanjut, kata Argo, pihaknya telah melakukan upaya setelah red notice ini terhapus oleh sistem. Polri kemudian mengajukan permohonan Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Djoko Tjandra pada sekira tahun 2015.
Dimana, pada tahun 2015 sempat ada isu Djoko Tjandra berada di Papua Nugini. Polri Lantas mengeluarkan surat ke Ditjen Imigrasi mohon bantuan untuk memasukkan Djoko Tjandra ke dalam DPO Imigrasi dan melakukan pengamanan jika terlacak.
Diketahui, Djoko Tjandra mendaftar PK atas kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Sidang pertamanya dilangsungkan pada Senin, 29 Juni 2020. Namun, Djoko tidak hadir dalam sidang perdananya karena alasan sedang sakit.
Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.
Kejaksaan pernah menahan Joko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Joko Tjandra bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Kejaksaan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasus ini ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko Tjandra dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Djoko Tjandra di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara.
Advertisement