Terjajah Pinjol & Judi Online
Oleh: Antonius Benny Susetyo
Staf khusus BPIP, Jakarta.
Di era digital saat ini, perkembangan teknologi telah membawa banyak perubahan positif dalam kehidupan kita, tetapi juga membuka pintu bagi berbagai ancaman dan masalah baru. Salah satu fenomena yang meresahkan adalah maraknya pinjaman online dan judi online di Indonesia. Kedua hal ini bukan hanya berdampak buruk pada aspek ekonomi, tetapi juga mencerminkan kondisi mental bangsa yang terjajah.
Dalam konteks ini, kembali kepada etika yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila menjadi semakin penting. Pancasila, sebagai kristalisasi pemikiran dari para founding father Indonesia, mengandung inti dari keutamaan diri yang berasal dari budaya bangsa Indonesia.
Pinjaman online menjadi pilihan banyak orang karena prosesnya yang cepat dan mudah. Namun, kemudahan ini sering kali menjadi jebakan bagi mereka yang tidak mampu mengelola keuangan dengan baik. Tingginya bunga dan biaya tersembunyi membuat banyak orang terjerat dalam lingkaran utang yang sulit keluar. Hal ini menciptakan masalah sosial dan ekonomi yang serius, seperti kemiskinan dan tekanan mental.
Pinjaman online di Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga akhir 2023 terdapat lebih dari 150 penyelenggara pinjaman online yang terdaftar dan berizin. Jumlah pinjaman yang disalurkan melalui platform pinjaman online juga meningkat pesat, mencapai triliunan rupiah. Namun, bersamaan dengan itu, banyak kasus penagihan yang tidak etis, bunga yang sangat tinggi, dan penipuan yang merugikan masyarakat.
Masalah Besar Karakter Bangsa
Laporan dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, jumlah pengaduan terkait pinjaman online mencapai lebih dari 10.000 kasus, yang sebagian besar berkaitan dengan penagihan tidak manusiawi dan penyebaran data pribadi yang tidak sah. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun pinjaman online menawarkan solusi cepat, risiko yang ditimbulkan juga sangat besar.
Judi online, meski dianggap sebagai bentuk hiburan, telah membawa dampak yang merusak. Selain menguras keuangan, judi online juga menghancurkan moral dan etika masyarakat. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan, keluarga, dan bahkan hidup mereka karena kecanduan judi. Ini adalah masalah serius yang menunjukkan betapa rapuhnya moral dan mental bangsa kita.
Menurut data dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), jumlah kasus perjudian online yang berhasil diungkap meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2022, Polri mengungkap lebih dari 500 kasus judi online dengan total nilai transaksi mencapai ratusan miliar rupiah. Judi online tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga merusak hubungan sosial dan keluarga. Selain itu, survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa sekitar 15% dari responden pernah mencoba judi online, dan dari jumlah tersebut, 30% mengaku mengalami kecanduan. Hal ini menunjukkan bahwa judi online memiliki daya tarik yang kuat dan dapat menjerumuskan banyak orang ke dalam lingkaran kecanduan yang sulit dihentikan.
Maraknya pinjaman dan judi online mencerminkan mental bangsa yang terjajah. Kondisi ini menunjukkan bahwa banyak orang yang tidak mampu berpikir secara rasional dan bertindak berdasarkan nilai-nilai moral yang kuat. Mereka mudah tergoda oleh kemudahan dan kesenangan sesaat tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Ini adalah tanda dari krisis identitas dan kehilangan nilai-nilai luhur yang seharusnya menjadi dasar dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomena pinjaman dan judi online yang semakin marak di Indonesia mengungkap masalah mendalam dalam mentalitas bangsa. Kondisi ini mencerminkan mental bangsa yang terjajah, di mana banyak orang yang tidak mampu berpikir secara rasional dan bertindak berdasarkan nilai-nilai moral yang kuat. Mereka mudah tergoda oleh kemudahan dan kesenangan sesaat tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Berikut ini adalah penjelasan lebih detail mengenai aspek-aspek yang menyebabkan dan memperparah kondisi tersebut. Banyak masyarakat yang belum memiliki pemahaman yang cukup tentang literasi keuangan dan digital.
Literasi keuangan mencakup pemahaman tentang bagaimana mengelola uang, memahami risiko dan manfaat dari berbagai produk keuangan, serta kemampuan membuat keputusan keuangan yang bijak. Sementara literasi digital mencakup pemahaman tentang cara kerja teknologi digital dan bagaimana menggunakannya dengan aman dan efektif. Kurangnya literasi ini membuat banyak orang tidak sadar akan risiko tinggi dari pinjaman online dengan bunga yang mencekik atau dari judi online yang bersifat adiktif.
Kemudahan mendapatkan pinjaman online sering kali membuat orang terjebak dalam siklus utang yang sulit dihindari. Orang-orang yang menghadapi kesulitan keuangan mungkin merasa bahwa pinjaman online adalah solusi cepat tanpa menyadari bahwa bunga yang tinggi dan biaya tersembunyi dapat membuat situasi keuangan mereka semakin buruk. Siklus utang ini menghambat kemampuan mereka untuk berpikir rasional dan mencari solusi yang lebih berkelanjutan.
Judi online memiliki sifat adiktif yang kuat, yang dapat merusak kemampuan seseorang untuk berpikir jernih dan membuat keputusan rasional. Ketergantungan pada judi dapat mengarah pada perilaku kompulsif yang didorong oleh harapan yang tidak realistis untuk menang besar, meskipun kenyataannya kebanyakan pemain mengalami kerugian finansial yang signifikan.
Indonesia memiliki kekayaan budaya dan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang. Namun, globalisasi dan modernisasi sering kali menyebabkan krisis identitas, di mana nilai-nilai tradisional terpinggirkan oleh budaya konsumtif dan individualistik. Krisis identitas ini membuat banyak orang kehilangan pegangan pada nilai-nilai moral yang kuat, sehingga lebih mudah tergoda oleh tawaran kemudahan dan kesenangan sesaat.
Lingkungan sosial yang permisif terhadap pinjaman dan judi online juga berkontribusi pada degradasi nilai-nilai moral. Ketika praktik-praktik ini menjadi umum dan diterima secara sosial, orang-orang cenderung melihatnya sebagai sesuatu yang normal dan dapat diterima, meskipun bertentangan dengan nilai-nilai etika yang seharusnya dipegang teguh.
Pendidikan moral di sekolah-sekolah dan keluarga sering kali kurang diperhatikan. Nilai-nilai Pancasila, yang seharusnya menjadi panduan moral bagi masyarakat Indonesia, tidak diajarkan dan diterapkan secara efektif. Akibatnya, generasi muda tumbuh tanpa landasan moral yang kuat dan lebih rentan terhadap pengaruh negatif dari lingkungan mereka.
Perusahaan pinjaman online dan platform judi online sering menggunakan iklan dan promosi yang agresif untuk menarik perhatian. Mereka menjanjikan solusi cepat untuk masalah keuangan atau kesempatan untuk mendapatkan keuntungan besar dengan mudah. Pesan-pesan ini sangat menarik bagi orang-orang yang sedang mengalami tekanan keuangan atau mencari cara cepat untuk meningkatkan pendapatan.
Banyak orang yang tergoda oleh pinjaman dan judi online karena merasa tidak memiliki alternatif lain untuk mengatasi masalah keuangan mereka. Kesulitan ekonomi, pengangguran, dan ketidakstabilan pendapatan membuat mereka mencari jalan pintas yang sering kali berujung pada masalah yang lebih besar.
Budaya konsumtif dan pencarian kesenangan instan semakin mendominasi kehidupan sehari-hari. Pinjaman online memberikan akses cepat ke uang tunai, sementara judi online menawarkan hiburan dan sensasi kemenangan instan. Kedua hal ini memberikan kepuasan jangka pendek yang dapat membuat orang mengabaikan konsekuensi jangka panjang. Maraknya pinjaman dan judi online di Indonesia mencerminkan mental bangsa yang terjajah. Banyak orang yang tidak mampu berpikir secara rasional dan bertindak berdasarkan nilai-nilai moral yang kuat.
Mereka mudah tergoda oleh kemudahan dan kesenangan sesaat tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Ini adalah tanda dari krisis identitas dan kehilangan nilai-nilai luhur yang seharusnya menjadi dasar dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada upaya bersama untuk meningkatkan literasi keuangan dan digital, memperkuat pendidikan moral, serta kembali kepada nilai-nilai Pancasila dan konsep berdikari dari Bung Karno.
Untuk mengatasi masalah ini, kita harus kembali kepada nilai-nilai Pancasila. Pancasila bukan hanya ideologi negara, tetapi juga panduan etika dan moral yang dapat membantu kita membangun masyarakat yang lebih baik. Nilai-nilai Pancasila, seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial, adalah inti dari budaya bangsa Indonesia yang harus kita pegang teguh.
Masyarakat juga perlu disadarkan bahwa teknologi adalah alat dan sarana, bukan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dengan cara apa pun. Teknologi seharusnya membantu kita mencapai tujuan hidup yang lebih baik, bukan malah menjajah kita dengan berbagai bentuk ketergantungan baru. Kesadaran ini penting agar kita dapat memanfaatkan teknologi dengan bijak dan tidak terjerat dalam masalah yang ditimbulkannya, seperti pinjaman dan judi online.
Selain itu, kita juga harus membangun karakter masyarakat Indonesia yang mampu memiliki kecakapan dalam mengolah rasa sesuai dengan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara. Beliau mengajarkan pentingnya pendidikan yang holistik, yang mencakup pengembangan intelektual, moral, dan emosional. Dengan demikian, kita akan memiliki masyarakat yang tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga bijak dalam mengambil keputusan dan mampu memimpin diri sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Marsose, jika kita tidak bisa memimpin diri sendiri, maka kita akan dijajah oleh teknologi.
Bung Karno mengajarkan konsep berdikari sebagai bagian dari Trisakti, yang meliputi berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Berdikari berarti berdiri di atas kaki sendiri, tidak tergantung pada pihak lain, dan mampu mengatasi tantangan dengan kekuatan sendiri.
Dalam konteks maraknya pinjaman dan judi online, konsep berdikari menjadi sangat relevan. Untuk dapat berdikari, masyarakat harus memiliki kemandirian ekonomi yang kuat, sehingga tidak mudah tergoda oleh tawaran pinjaman online yang merugikan. Hal ini bisa dicapai melalui pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan, pendidikan yang memadai, dan pengembangan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar. Selain itu, kemandirian dalam berpikir dan bertindak berdasarkan nilai-nilai Pancasila akan membantu masyarakat menghindari godaan judi online yang merusak.
Untuk mengatasi tantangan yang diakibatkan oleh maraknya pinjaman dan judi online, kita perlu mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dan konsep berdikari dalam kehidupan sehari-hari. Perlu kembali Mengajarkan nilai-nilai Pancasila dan konsep berdikari sejak dini di sekolah-sekolah dan dalam keluarga. Pendidikan moral dan etika harus menjadi bagian penting dari kurikulum pendidikan kita selanjutnya ,
Pemerintah harus membuat dan menerapkan regulasi yang ketat untuk mengontrol pinjaman dan judi online. Hal ini termasuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya dan risiko yang terkait. Pemerintah dan Negara juga perlu Menciptakan peluang ekonomi yang lebih merata dan inklusif sehingga orang tidak mudah tergoda oleh pinjaman dan judi online sebagai jalan pintas untuk mengatasi masalah keuangan mereka dan takn lupa Melakukan kampanye kesadaran secara terus-menerus untuk mengingatkan masyarakat tentang bahaya pinjaman dan judi online serta pentingnya menjalankan nilai-nilai Pancasila dan berdikari.
Pemerintah dan Negara kemudian diharapkan dapat Memberikan dukungan sosial dan psikologis bagi mereka yang terjerat dalam pinjaman dan judi online untuk membantu mereka keluar dari lingkaran masalah tersebut. Maraknya pinjaman dan judi menunjukkan bahwa banyak orang yang tidak mampu berpikir secara rasional dan bertindak berdasarkan nilai-nilai moral yang kuat. Dengan kembali kepada nilai-nilai Pancasila dan konsep berdikari dari Bung Karno, kita dapat membangun masyarakat yang lebih mandiri, adil, dan sejahtera. Kita harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang sehat, etika yang kuat, dan kemandirian yang sejati.
Advertisement