Terjadi 28 Letusan, Bromo Hujan Abu
Aktivitas Gunung Bromo terus meningkat ditandai dengan hujan abu vulkanis di sejumlah desa di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Dalam 24 jam terakhir frekuensi letusan meningkat tajam menjadi 28 letusan dalam durasi 889 detik.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui situs https://magma.vsi.esdm.go.id/ merilis kondisi Gunung Bromo pada Selasa, 19 Februari 2019. Secara visual terlihat jelas Bromo berkabut.
Asap kawah bertekanan lemah, sedang, hingga kuat berwarna putih, kelabu, dan hitam dengan intensitas tipis hingga tebal dengan tinggi 50-1200 meter di atas puncak kawah.
Kepala Pos Pengamat Gunung Api (PPGA) Bromo, Wahyu Andrian Kusuma dalam laporan tertulisnya mengatakan, teramati 28 kali letusan dengan tinggi 1.000-1.200 meter dan warna asap putih, kelabu, dan hitam. "Hujan abu di PPGA Bromo, terdengar suara gemuruh dari kawah bromo," tulisan Wahyu.
Besaran letusan (amplitudo), kata Wahyu, antara 25 hingga 34 milimeter dengan durasi 17 hingga 889 detik. Sedangkan tremor menerus (microtremor) terekam dengan amplitudo 0.5-30 milimeter, dominan 2 milimeter.
Meski terjadi peningkatan aktivitas vulkanis, status Gunung Bromo masih di Level II (Waspada). Dengan status tersebut, PPGA Bromo merekomendasikan, wisatawan tidak mendekati kawah Bromo dalam radius 1 kilometer.
Hujan abu vulkanis dirasakan para wisatawan yang memasuki Lautan Pasir (Kaldera) Bromo dari pintu gerbang Kabupaten Probolinggo. "Waduh, tidak bisa ke mana-mana karena karena guyuran abu vulkanis lumayan. Lebih baik kembali ke hotel," ujar Hari, wisatawan dari Surabaya.
Hal senada diungkapkan Santoso, petani sekaligus pemilik homestay di Dusun Cemorolawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. "Kalau guyuran abu vulkanis terjadi terus-menerus bisa merusak daun sayur-mayur seperti kubis, wortel, hingga kentang," ujarnya.
Beruntung guyuran abu vulkanis Selasa disusul dengan turunnya hujan. Sehingga debu vulkanis yang menempel pada daun sayur-mayur langsung luruh. (isa)