Terjadi 183 Kali, Longsor Tertinggi Dibanding Bencana Lainnya
Bencana tanah longsor tercatat tertinggi dibanding bencana alam lainnya di tanah air, seperti banjir, abrasi, angin putting beliung dan gempa bumi.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut, mengutip data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama April 2024 ini, sudah ada 183 kali tanah longsor.
Data dari BNPB dalam 10 tahun terakhir mulai 2015-2024, kejadian tanah longsor sebanyak 7024 kali. Tanah longsor merupakan bencana alam yang penting untuk dikaji, sehingga dampaknya bisa dikurangi.
Menurut peneliti di Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Sukristiyanti, kejadian longsor merupakan pergerakan massa batuan, bahan rombakan atau tanah menuruni lereng karena gaya gravitasi. “Longsor pada umumnya merupakan proses terisolasi, yang secara individu tidak terlalu besar ukurannya, namun sering terjadi di suatu wilayah,” paparnya dikutip di laman brin.go.id, Kamis 25 April 2024.
Dikatakan, untuk kerentanan longsor kemungkinan terjadinya di suatu lokasi yang ditentukan oleh faktor geologi, topografi, hidrologi, antropogenik. Dipicu pula oleh faktor-faktor lainnya seperti gempa, dan curah hujan. Sedangkan zonasi tingkat kerentanan longsor meliputi sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
“Untuk bencana longsor ini, kita dapat memanfaatkan data citra satelit dengan menggunakan Google Engine (GE) dan Google Earth Engine (GEE). GE merupakan platform yang tidak berbayar, resolusi spasialnya tinggi dan timeseries. Untuk GEE selain platformnya tidak berbayar juga, dia menggunakan teknologi cloud computing dan machine learning. Memilki banyak sumber data, timeseries, dan bisa melakukan pemodelan kerentanan longsor berbasis machine learning,” jelasnya.
Sementara itu Plt Kepala Pusat Riset Geoinformatika (PRG) BRIN M. Rokhis Khomarudin, sekarang sudah banyak bertebaran satelit data penginderaan jauh yang memotret permukaan bumi, dan dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat. “Beberapa obyek penting yang dulunya hanya digunakan dengan foto udara. Melalui citra satelit kita sudah bisa mendeteksi daerah dengan resolusi spasial yang tinggi,” ungkapnya.
Rokhis menyebutkan, ketersediaan data sekarang juga sangat besar, dan ada beberapa provider yang menyediakan data gratis di google. Misalnya USGS Earth Explorer, landviewer, Copernicus data hub, sentinel hub, dan lain-lain.
Disebutkan, sekitar 1990 an data itu berbayar, tapi sekarang sudah gratis dengan cakupan seluruh dunia dan bisa didownload. Memiliki historikal yang baik, dari 1980 data tersebut sudah ada. Sampai sekarang masih tersedia di web tersebut, terutama di USGS Earth Explorer dan Landviewer.
“Ada juga beberapa platform yang sudah mengembangkan seperti Google Earth Engine, SEPAL dan GEP, dan bisa kita gunakan untuk pengolahan data secara bebas serta gratis,” ujarnya.
Rokhis membeberkan peran data penginderaan jauh pada kebencanaan yang bisa mendeteksi sebelum kejadian dengan melakukan sistem peringatan dini. Mendeteksi perubahan penutup lahan, melakukan pemetaan bahaya, dan kerentanan dari suatu wilayah terhadap bencana.
Untuk bencana geologi agak susah membuat sistem peringatan dini. Sedangkan untuk hidrometeorologi, salah satu sarannya dengan melakukan peringatan dini bencana secara berkala.
“Jadi bisa kita lihat dulu bagaimana musimannya, misalnya tahun ini La Nina potensinya banjir, untuk El Nino akan ada potensi kekeringan dan kebakaran, dan lain-lain. Jadi musimannya kita sudah mendeteksi, sudah aware, dan sudah diprediksikan oleh BMKG,” ucapnya.