Terinspirasi Hymne Guru, Tantangan Mengajar di Daerah Terpencil Pemicu Semangat
Guru peserta program mengajar di daerah 3T (terdepan, terluar, dan, tertinggal) kemungkinan tidak semua hafal dengan lagu Hymne Guru, yang dinyanyikan para siswa setiap menyambut Hari Guru Nasional, 25 November.
Makna Hymne Guru yang diciptakan oleh Sartono, seorang guru musik kelahiran Madiun, Jawa Timur tersebut, mencerminkan pentingnya peran guru dalam mendidik dan mengembangkan kecerdasan bangsa.
Selain itu, Hymne Guru menyampaikan pesan bahwa seorang guru tidak hanya bertugas untuk menyalurkan pengetahuan, tetapi juga harus peka terhadap kesulitan belajar yang dihadapi oleh muridnya.Semua itu telah menginspirasi para guru yang "mewakafkan" hidupnya menjadi guru di daerah 3T.
Salah satu guru pejuang itu adalah Eriek Mokoago. Ia guru SDN 23 Halmahera Barat. Lokasi sekolah di Desa Baja, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.
Dari Kota Ternate menuju Desa Baja tempat Eriek Mokoago mengajar, ditempuh melalui jalur laut menggunakan kapal kayu selama satu hari satu malam. Sampai di Ibu kota Halmahera Barat, Jailolo, disambung lagi dengan kendaraan darat melalui jalan kampung bebatuan selama 2,5 jam.
Dari Desa Baja menuju SDN 23 Halmahera Barat, hanya bisa ditempuh jalan laut menggunakan perahu kayu selama tiga sampai empat. Waktu tempuh bisa lebih lama kalau cuaca buruk. Kemudian ganti kendaraan darat.
"Di tempat saya mengajar ini tidak hanya terluar dan terdepan tapi benar-benar terpencil, tidak ada listrik. Kalau malam gelap gulita, sunyi, sesekali terdengar jeritan suara binatang malam," tutur Eriek Mokoago.
“Untuk mendapatkan sinyal supaya bisa mengakses internet yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, harus mencari dulu, tidak semudah seperti di kota," sambungnya.
Ngopibareng.id bertemu Eriek Mokoago saat mengikuti pers tour bersama Direktorat Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Kemenristek Ternate Maluku Utara pada pertengahan September 2024. Hubungan baik pun berlanjut sampai sekarang.
Eriek Mokoago sebelum menjadi guru di daerah terpencil mengajar sebagai guru honorer selama lima tahun di SDN Kabupaten Mongondow Sulawesi Utara.
Setelah lulus seleksi program guru mengajar di daerah terpencil pada 2017, ia ditempatkan di SDN desa Baja. "Yang terberat waktu itu saya harus berpisah dengan istri dan keluarga. Saya memutuskan berangkat setelah mendapat support dari keluarga, bahwa ini jalan terbaik dari Tuhan yang harus saya terima," tuturnya sambil menghela nafas.
Lebih dari enan tahun mengajar di daerah terpencil, Eriek Mokoago menghadapi tantangan cukup berat. Sarana untuk kegiatan belajar mengajar sangat minim. Tidak ada listrik PLN belum masuk.
Saat Eriek Mokoago ingin mengoperasikan laptop atau printer harus nebeng pada warga yang memiliki alat pembangkit listrik. Berangkat sekolah naik perahu, kegiatan belajar mengajar dilakukan secara manual. Tapi semangat belajar peserta didik cukup tinggi, sehingga berdampak pada dirinya.
"Hiburan saya di hari libur mancing di laut bersama anak desa dan perlakuan yang baik dari masyarakat. Saya sering dikirimi hasil panen, ubi, singkong, pisang," ungkapnya.
Eriek Mokoago dianggap menjadi keluarga bagi penduduk Desa Baja. Meskipun berbeda suku, agama dan keyakinan, tetap hidup berdamping secara damai. "Saya sering dilibatkan kegiatan warga bahkan yang tidak ada kaitannya dengan profesi saya, sampai soal urusan persalinan," ujarnya sambil tersenyum.
Guru daerah terpencil lulusan Universitas Negeri Manado, berusia 35 tahun ini menegaskan, tantangan yang cukup berat ketika pertama menginjakkan kaki di daerah terpencil sekarang menjadi sahabat dan pemicu semangatnya.
"Saya diterima dengan baik di kalangan umat muslim dan kristen, diundang makan ke rumahnya hampir setiap hari, ia menghormati saya sebagai guru, kepercayaan ini yang selalu saya jaga," ujarnya.
Eriek Mokoago menyadari guru diharapkan dapat memberikan dukungan agar siswa tidak takut membuat kesalahan, memberikan nasihat, serta mendukung dan menginspirasi untuk mengembangkan potensi siswa guna membangun bangsa dan negara, seperti yang tersirat dalam Kurikulum Merdeka Belajar.
Selama bertugas di Halmahera ada peristiwa yang membuat Eriek Mokoago terharu hingga meneteskan air mata. Beberapa orang muridnya menyanyikan Hymne Guru sebagai kado hari ulang tahunnya ke-34 yang dirayakan secara sederhana bersama murid-muridnya di Pantai Jailolo sambil bermain ombak.
"Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru. Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku.
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku. Engkau patriot pahlawan bangsa. Pembangun insan cendekia”.
Usai menyanyi bersama, para murid dan sang guru langsung ramai-ramai berenang di laut hingga menjelang senja. “Pulang dengan hati gembira," imbuh Eriek Mokoago.